Monday, December 13, 2004

Roman Abramovich: Billionaire From Nowhere

Yang ditunggu-tunggu karenanya muncul juga. Mumpung nama 'Ch€£$ki' lagi meroket, jadi dijamin The Billionaire from Nowhere ini banyak diburu orang, baik dari kalangan pro ataupun golongan anti klub yang terletak di London Barat, wilayah dengan properti paling mahal di ibukota Inggris tersebut.

 baik dari kalangan pro ataupun golongan anti klub yang terletak di London Barat Roman Abramovich: Billionaire from Nowhere
Roman Arkadyevich Abramovich.
Di Rusia buku setebal 384 halaman itu eksklusif diserbu orang. Di Australia, biografi Roman Arkadyevich Abramovich, yang di dalamnya ada 40 buah ilustrasi, dijual seharga 54,95 dolar. Artinya kategori buku-buku mahal. Bukan itu saja. Pada beberapa toko buku, termasuk yang virtual, katalog The Billionaire from Nowhere (TBN) malah dimasukkan di kategori bisnis atau psikologi.

Biografi terbaru karangan Chris Hutchins dan Dominic Midgley ini lebih heboh dibanding Proud Man Walking, The Tinker and Talisman, Chelsea, Upfront with Chelsea, Chopper hingga Abramovich: The Chelsea Diary, yang semua berisi sensasi si yatim-piatu kelahiran 24 Oktober 1966 itu.

Kesuksesan TBN akan lebih meledak lagi lantaran produser bisnis hiburan ternama di Inggris, Billy Gaff, berencana menciptakan drama musikalnya. Pria yang pernah menjadi manajer penyanyi kondang Rod Stewart itu mengaku merasa tersentak sesudah membaca TBN. Berikutnya, ia eksklusif membeli hak paten TBN.

Menurut laporan The Sun, Gaff eksklusif menghubungi baron musik Inggris, Sir Elton John, yang dimintanya untuk menulis seluruh musik ajang teatrikal yang diberi judul Red Rom: The Musical. Padahal, asal tahu, Sir Elton John adalah salah satu pemilik Watford, klub London yang pastinya juga tidak menyukai Chelsea. Sementara itu bintang-bintang yang diundang antara lain Rod Stewart dan Boy George.

"Sungguh mengagumkan tatkala Billy menelepon aku. Ia punya visi kisah Red Rom untuk dituangkan ke bentuk gala musikal," tutur Hutchins seraya 'membocorkan' planning Gaff akan dipakainya Frank Lampard dkk. sebagai penyanyi latar. Sayang, dari segi bisnis, Gaff belum berhubungan eksklusif dengan Abramovich. Padahal, untuk memperluas pemasaran ke AS misalnya, terutama biar bisa dipentaskan di teater drama terkenal di New York, Broadway, Gaff tinggal bergandengan tangan dengan William Morris, biro Istimewa urusan klub dan pemain Chelsea di AS.

Bayangkan jikalau artis-artis Hollywood seperti Halle Berry, Lucy Liu, Jackie Chan, atau Sarah Michelle Gellar setuju untuk ikut proyek Red Rom: The Musical. Bisa-mampu nama Abramovich makin menjulang di AS. Itu berarti pintu bisnis sang taipan terbuka lebar-lebar. Semua tahu, setelah Uni Soviet ambruk dan mati pada 1991, Westernisasi kembali melanda Rusia. Tatanan industri dan bisnis berubah total. Namun ada dua orang tersukses keluar dari kurun transisi tersebut, Abramovich dan Vladimir Putin.

 baik dari kalangan pro ataupun golongan anti klub yang terletak di London Barat Roman Abramovich: Billionaire from Nowhere
Saat dipanggil Presiden Vladimir Putin.
Putin, yang sekarang menjadi orang nomor satu paling berkuasa di Rusia, merupakan Abramovich dalam bentuk lain. Keduanya mampu diperbandingkan dan jauh lebih besar untuk dipersamakan. Karakter mereka sama, haus akan kekuasaan, tetapi ditapaki dengan jalan berbeda. Jika Abramovich disebut Billionaire from Nowhere, maka Putin yakni President from Nowhere.

Sama mirip sepak terjang Abramovich, tak satu pun yang menyangka Putin mampu menjadi presiden. Bahkan ia tidak direkomendasikan presiden sebelumnya, Boris Yeltsin. Putin penuh misteri. Ia hanya dikenal pada dunia bawah tanah dan intelijen. Karena beliau bekas seorang biro KGB dan patriot sejati yang mencintai negara melebihi keluarga, mudah baginya mendapatkan kekuasaan negara.

Di saat yang sama, di beranda bisnis dan industri, kediktatoran juga dijalankan Abramovich. Bisnis pertamanya langsung bekerjasama dengan angkatan bersenjata Rusia. Banyak yang menyimpulkan bahwa Abramovich dan Putin sudah kenal sejak usang. Privatisasi industri melanda Sibneft, perusahaan minyak negara terbesar, dan RusAL, produsen aluminium kedua terbesar di dunia. Putin membuka jalan, Abramovich yang menuntaskan. Sejak ketika itulah hidupnya dipenuhi keborjuisan kolam seorang sheikh.

Lama-lama Putin pening melihat tindak-tanduk konglomerat yang pertama-tama dipelopori Boris Berezovsky. Bisa saja dia begitu, tapi risiko yang dihadapinya yaitu beliau akan kehilangan kekuasaan. Tindakan tanpa kompromi dilakukan menghadapi oligarki. Di sisi lain, Putin membangun kekuasaan vertikal yang makin menghunjam ruang gerak para konglomerat.
 baik dari kalangan pro ataupun golongan anti klub yang terletak di London Barat Roman Abramovich: Billionaire from Nowhere
Bersama istri kedua, Irina Vyacheslavovna Malandina.
Abramovich mampu melepaskan diri dari cengkeraman kekuasaan Putin. Ia bahkan menjadi selebritas di Eropa Barat. Ada yang bilang bahu-membahu mereka berteman. Buktinya waktu Sibneft ambruk sesudah merger dengan Yukos, yang pertama-tama diburu kemudian dipenjarakan Kremlin adalah Berezovsky, yang ialah gurunya Abramovich. Lalu berikutnya Mikhail Khodorkovsky.

Kalau ada orang ketiga yang dibidik Kremlin, tiada lain Abramovich. Sungguh ajaib tapi positif, kenyataannya si wajah imut terus selamat dan makin berkibar. Tak heran bila drama musikal Red Rom ditunggu banyak orang di Rusia alasannya adalah ia ikut menggambarkan sepak terjang sang diktator.

Himne Kalinka

Ini mungkin teladan kediktatoran. Dia memang pendiam, tapi batinnya selalu bergejolak seperti irama musik. Lihatlah perannya jikalau berada di tribun Stamford Bridge. Kadang melamun bak stupa, celingukan kiri-kanan mirip wajah orang gundah, atau cengengesan dengan tampang sumringah-nya yang populer. 

Walau raganya terlihat pasif, tidak demikian dengan jiwanya. Cukup dinamis. Itu alasannya adalah Roman Abramovich dikenal menyukai musik. Tapi, jarang ada yang ngeh kalau di antara aneka gayanya itu, sang taipan juga sering bersenandung. Ia mengaku musik yaitu sobat hidupnya yang setia.

Atensi orang terkaya ke-25 sedunia ini pada musik lumayan mengagumkan. Agustus silam dia memerintahkan mengganti lagu konservatif dan paling populer bagi pendukung Chelsea selama 10 tahun, Blue is The Colour. Tidak tanggung-tanggung, Abramovich memakai jasa penyanyi top Rusia, Alsou Safina, yang juga anak dari rekan konglomeratnya, Ralif Safin, bekas Wapres LUKoil yang kini menjadi senator dari Provinsi Altai.

Menurut situs Lenta, Abramovich menggunakan kedekatannya dengan Ralif semoga Alsou sudi sumbang suara. Roman sempat malu usai permintaannya ditolak vokalis grup heavymetal Leningrad, Sergey Shnurov. Suara sang diva pun direkam. Paling jadi perhatian yakni Kalinka, yang dinobatkan sebagai himne baru Chelsea.

Alsou mendapatkan komisi sekitar 10.000 poundsterling setiap partai yang dimainkan Chelsea. Sesuai dengan hukum, Kalinka akan dikumandangkan setiap Chelsea akan bertanding di Stamford Bridge. Anehnya, Kalinka merupakan lagu tradisional Rusia yang populer. Bayangkan betapa sulitnya pengecap Englishmen untuk mengucapkan apalagi menghapalnya. Lebih asing lagi, banyak penggemar The Blues diam saja tanpa protes atas revolusi kecil tersebut.

 baik dari kalangan pro ataupun golongan anti klub yang terletak di London Barat Roman Abramovich: Billionaire from NowhereSelain Blue is the Colour, selama ini mereka telah familiar dengan beberapa chants mirip One Men Went to Mow, The Blue Flag, One Land and Sea, Super Chelsea, Blast from the Past. Yaah, untungnya banyak stok lagu yang ada. Seharusnya para suporter Chelsea - yang kebanyakan warga London Barat yang dikenal kaya-kaya - mulai mempopulerkan lagu yang jauh lebih ngepas dengan situasi 'Ch€£$ki' kini ini, Super Chelsea. And it's super Chelsea, Super Chelsea FC. We're by far the greatest team...the world has ever seen.


Blue is the Colour

*Blue is the colour, football is the game/We're all together, and winning is our aim/So cheer us on through the sun and rain/'cause Chelsea, Chelsea is our name

Here at the Bridge whether rain or fine/We can shine all the time/Home or away, come and see us play/You're welcome any day/Kembali ke *)

Come to the Shed and we'll welcome you/Wear your blue and see us through/Sing loud and clear until the game is done/Sing Chelsea everyone.


Kalinka

Kalinka, kalinka, kalinka moya!/V sadu yagoda malinka, malinka moya!

Hej! Kalinka, kalinka, kalinka moya!/V sadu yagoda malinka, malinka moya! (3x)

Aaaaaaaaaaaaaaaaaaah!/Pod sosnuyu, pod zelenoyu

Spat' polozhite vy menya/Aaaaaaaaaj!

Aj lyuli, lyuli, aj, lyuli, lyuli/Spat' polozhite vy menya

Kalinka, kalinka, kalinka moya!/V sadu yagoda malinka, malinka moya!

Hej! Kalinka, kalinka, kalinka moya!/V sadu yagoda malinka, malinka moya! (3x)

Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaah!/Krasavica, duscha-devica/Pozholej zhe ty menya,

Aj, lyuli, lyuli, lyuli, lyuli/Pozholej zhe ty menya!

Kalinka, kalinka, kalinochka kalinochka moya!/V sadu yagoda malinka, malinochka moya!

Hej! Kalinka, kalinka, kalinka moya!/V sadu yagoda malinka, malinka moya! (4x)

Hej!

(foto: newsusauk/jewish bussiness news/zimbio/thetimes/championat)

Thursday, December 9, 2004

Bentrok The Gunners Vs Red Devils

Humor, mirip yang banyak dipercaya orang, konon mampu menetralisir keadaan tegang menjadi renggang, kondisi stres jadi beres. Pendek kata, dia mampu seperti es kerikil yang dicemplungkan ke teh panas.

Hawa panas niscaya berembus ke Highbury dan Old Trafford mana periode Arsenal vs Manchester United akan bentrok secara rutin setiap musim, sedikitnya dua kali. Bagi suporter yang 'berdarah panas', suasana model begitu makin mengipasi api peperangan. Tapi buat pendukung yang 'berdarah cuek', cara menyambut laga justru lebih unik, yaitu memakai lelucon konyol! Tujuan mereka tetap sama, apapun bentuknya. Saling melecehkan, meledek, mengecilkan atau menjatuhkan. Dilarang sakit hati. Balaslah, tapi lewat humor.

--------------------

Janji Scholesy 

Pada duel akbar kali ini, saatnya Manchester United bertandang di ibukota London. Gelandang penting Red Devils Paul Scholes berpaling pada rekan-rekan setimnya seraya bilang, "Dengar guys, kalian diam saja di rumah. Saya akan mencetak satu gol di Highbury!" Para pemain lain oke, seraya merasa bergembira alasannya adalah tidak punya risiko untuk dipermalukan. Lalu mereka meninggalkan Scholesy selama seminggu, kemudian terbang ke Vanuatu untuk liburan.

 konon bisa menetralisir keadaan tegang menjadi renggang Bentrok The Gunners vs Red DevilsPada hari pertandingan itu, rekan-rekan Scholes itu tiba ke bar untuk menonton siaran langsung di televisi lokal. Baru lima menit sesudah mereka duduk-duduk di kafetaria, Scholes mencetak gol! "Hebat kamu Scholesy, memang hebat!" jerit mereka.

Tiba-datang tornado mulai muncul. Listrik di bar pun byar-pet. Mati. Nyala. Mati, dan seterusnya. Untungnya saat babak pertama usai, mereka melihat skor masih 1-0. Setelah itu listrik mati lagi. TV ikut padam. Dan kali ini agak lama. Di kegelapan rekan-rekan Scholes terlihat gelisah. Mau pulang pun tidak bisa alasannya di luar angin kencang belum berhenti. Kepasrahan melanda. "Bisa nggak ya dipertahankan?" gumam mereka sambil melihat arloji masing-masing.

Ajaibnya, tepat di menit ke-90 listrik menyala! Mereka amat besar hati dikala tahu skor tetap 1-0. Suasana di bar gempar lagi. Tiba-tiba saat injury-time, Arsenal mencetak gol balasan. 1-1! Tak usang, prriiit, wasit menyudahi pertandingan. Walau seri, rekan-rekan Scholes amat puas dan salut lantaran Scholesy telah memenuhi janjinya: mencetak gol.

Saat kembali ke Inggris, di bandara mereka dijemput Scholes yang terlihat menangis tersedu-sedu. "Ada apa ini?" tanya mereka heran.

"Saya mengecewakan kalian," kata Scholes, "Saya mengecewakan kalian".

"Tidak, you lumayan kami," teriak rekan-rekannya berbarengan.

"You 'kan sendirian melawan Arsenal, lalu bikin gol. Itu ahli, Paul!"

"Hah, tapi apa kalian tidak tahu?" jawab Scholes rada bingung,

"Saya diusir wasit di menit kesepuluh!"


Strategi Wenger

Di suatu kesempatan, Alex Ferguson, Pele, dan Arsene Wenger memancing bersama di tengah danau. Setelah memancing berjam-jam lamanya, mereka tampak kehausan. Sambil memandang yang lain, tiba-tiba Alex berkata, "Saya ingin mengambil Scotch-Whiskey." Ia bergegas keluar dari bahtera, berjalan melintasi air ke darat, meraih botol dan kembali dengan cara yang sama.

Dua jam lalu giliran Pele. "Saya juga ingin mengambil Minas-Cachaca." Persis seperti cara Alex, dia pun melakukannya dengan gaya yang sama.

Setelah melihat dua insiden unik itu, Wenger bergumam, "Jika mereka mampu melakukan dengan caranya, kenapa saya tidak? Saya akan membawa minuman terbaik se-Prancis, Drambuie." Ia melangkah dari perahu membisu-diam, nyemplung ke air dengan kepala duluan dan tak pernah muncul lagi.

Karena tak kunjung kembali, Pele menatap tajam Alex dan berkata, "Dia tahu nggak ya di dalam air ini ada watu yang tak terlihat untuk berjalan ke darat?"


Iklan Kolom

Dijual.

Sebuah kereta musik. Dengan corak warna merah dan putih. Kondisi sangat lapang.

Di satu sisinya terpatri goresan pena 'Kesebelasan Terbaik se-Inggris.'

Praktis mengikuti keadaan dengan media-media Inggris dan banyak sekali bekas pemain profesional. Dapat diandalkan dikala demam isu dingin. Ada kecenderungan roda-rodanya akan copot mulai bulan April.

Semua pertanyaan ditujukan pada A. Wenger, Arsenal FC.


Cara Ampuh

Anda terperangkap di sebuah kamar bersama-sama seekor beruang, seekor harimau dan seorang suporter Manchester United. Ada senapan dan dua peluru.

Apa yang anda harus lakukan?

Tembak suporter Manchester United dua kali!


Salah Sasaran

Suatu hari, seorang maling yang menggunakan kaus Manchester United merampok rumah seorang pastur. Banyak barang berharga yang mampu dibawa, tapi matanya lebih tertuju pada sebuah kaus yang tergantung. Kaus itu kostum Arsenal.

"Sialan, ternyata dia pendukung The Gunners!" sungutnya sambil menjambret lalu membakarnya.

Tak lama kemudian, si pastur terbangun dan memergoki si maling. "Hei, kenapa kau bakar kaus itu?" tanya si pastur.

Dengan bangga, ia membuka jaketnya, dan terlihatlah kaus dengan logo setan bertanduk memegang trisula. Yang dilakukan si pastur berikutnya cuma berdoa: "Ya Tuhan, berikanlah orang ini jalan lurus biar hidupnya tidak sesat."

Si maling grogi, lantas buru-buru keluar rumah, lari sekencang-kencangnya menyebrangi jalan, dan tak melihat ada sebuah mobil kencang melintas. Darrr! Ia terkapar.

(gambaran: normanhood.co.uk)

Monday, November 22, 2004

Stadion Emirates: Demi Perang Periode Depan

Di periode globalisasi ini, pertarungan sepak bola yang seru dan menarik bukan melulu terjadi di atas rumput, tapi juga di atas kertas. Perang sasaran juga tak harus dilakukan lewat gugusan tim, taktik atau seni manajemen, namun juga bisa via lobi, diplomasi atau negosiasi bisnis.

 pertarungan sepak bola yang seru dan menarik bukan melulu terjadi di atas rumput Stadion Emirates: Demi Perang Masa Depan
Maka di London, 6 Oktober 2004, terjadi kejadian istimewa yang akan mengubah peta kekuatan English Premier League di kala depan. Pelakonnya adalah Arsenal, yang kini tengah mengepakkan kedua sayapnya di angkasa Eropa, melanglang tinggi sebagai raja sepak bola se-Inggris. Saat itu di markas Highbury, dilakukan penekenan MoU (Memorandum of Understanding) Arsenal dengan Emirates Airline.

Nilai kontrak yang dibubuhkan kedua chairman Peter Hill-Wood dan Sheikh Ahmed bin Saeed Al-Maktoum, bikin semua orang ngiler lantaran mencapai 100 juta pound atau sekitar Rp 1,6 trilyun. Ada dua hal yang dicari maskapai penerbangan Uni Emirat Arab itu dengan uang segunungnya. Pertama cap Emirates harus digunakan sebagai nama stadion gres Arsenal berkapasitas 60.000-an penonton yang akan rampung pada Agustus 2006.

Kontrak ini berlangsung 15 tahun. Artinya hingga 2021 nama Emirates Stadium akan menggantikan Ashburton Grove. Yang kedua disepakati pula sponsor di kostum bertuliskan Fly Emirates selama 8 musim hingga 2014 atau 2015. Semua kontrak efektif sejak animo 2006/07. Sebagai uang mukanya, Arsenal akan mendapatkan pembayaran 9 juta pound (sekitar 144 milyar rupiah) mulai April 2005.

 pertarungan sepak bola yang seru dan menarik bukan melulu terjadi di atas rumput Stadion Emirates: Demi Perang Masa Depan
Menurut The Sun, Arsenal bahwasanya rugi 23 juta pound lantaran angka semula yang diajukan sebesar 123 juta pound. Tapi sesudah Arsenal minta beda era kontrak stadion dan kostum, maka angka 100 juta pound alhasil disetujui. "Rekor yang masuk akal diraih. Di dua tahun terakhir merk Arsenal kian meroket di Eropa. Untuk masa 5 sampai 10 tahun mendatang, Emirates justru akan meraih nilai jauh besar dari uang yang dikeluarkannya sekarang," kata Oliver Butler, seorang analis dari firma Sport+ Markt of London.

"Ini kerjasama win-win yang saling menguntungkan bagi Emirates Airline dan Arsenal," komentar Sheikh Al-Maktoum di depan para petinggi, antara lain vice-president Arsenal David Dein, managing director Keith Edelman dan manajer tim Arsene Wenger serta vice-chairman and Group President of Emirates Airline, Maurice Flanagan.

Rabu itu ialah hari bersejarah bagi English Premier League karena sebuah rekor sponsorship telah lahir. Lewat deal itu Arsenal kini kian pede mengambil alih mahkota dari Manchester United sebagai klub terkaya di Inggris. Yakin? 

"Sebentar lagi," tukas Edelman. Benarkah itu akan terjadi? Bukankah dari nilai keseluruhan, harga Manchester United kini ditaksir sebesar 711 juta pound atau Rp 11,375 trilyun, sementara Arsenal 'cuma' 150 juta pound atau setara dengan 2,4 trilyun rupiah? Analisis bisnis bicara. Penentuan itu ada di London Stock Exchange. Sudah bukan belakang layar jikalau publik sekarang mengejar-ngejar saham The Gunners ketimbang Red Devils.

Melihat prospek prestasinya yang lebih menjanjikan, investor lebih percaya memutar fulusnya bersama Arsenal ketimbang United. Sedangkan gambaran United justru meluruk di mata pemegang saham, terbanyak balasan kisruh trio top shareholders, JP McManus-John Magnier-Malcolm Glazer. Dari dalam lapangan, pelbagai hambatan disorot khalayak.

Cedera pemain, kegagalan transfer window, misharmonis tim dengan administrasi, atau kurun kontrak Sir Alex Ferguson yang tinggal setahun, ialah hal-hal sensitif yang mengganggu. "Itulah yang menciptakan investor melirik kami. Dan terus jelas, Emirates telah membuat pasar kami akan mampu menjangkau seluruh dunia," lanjut Edelman.

Terkaya Ketujuh

Sehari sehabis Emirates masuk, rapat umum pemegang saham digelar di Highbury. Selain Hill-Wood atau Edelman yang bicara di sana yakni Wenger. Pasalnya para shareholder masih belum yakin pada abad depan sebelum Le Boss menandatangani perpanjangan kontrak.
 pertarungan sepak bola yang seru dan menarik bukan melulu terjadi di atas rumput Stadion Emirates: Demi Perang Masa Depan
Siapapun oke bahwa berkat Wenger-lah Arsenal jadi begini. Delapan trend digarap Frenchman, keberadaan Gunners mencapai periode keemasan kedua sehabis periode Herbert Chapman pada dekade 1930-an. Wenger cuma butuh dua isu terkini untuk menuai titel pertamanya pada 1997/98.

Sejak itu, Arsenal tidak pernah keluar dari dua besar. Kalau tidak juara, ya runner-up. Di bawah rezim Wenger, Arsenal menuai 3 kali juara EPL, 3 kali juara Piala FA, dan sekali runner-up Piala UEFA. Dampak jangka panjangnya, brand Arsenal jadi membubung, menyaingi bahkan ada yang bilang telah menghempaskan Manchester United sebagai klub paling top di Inggris.

Kata Robert Pires, pokoknya selama Wenger jadi manajer, Arsenal akan menjadi klub penuh ambisi. Hal inilah yang didambakan oleh para pemegang saham. Mereka ingin memastikan kemanan investasi di era depan. Dari catatan Deloitte & Touche LLP yang dilansir Maret 2004, Arsenal kini menempati urutan ketujuh sebagai klub terkaya di dunia dengan income 149,6 juta euro atau sekitar Rp 1,5 trilyun per tahun.

Posisi dua besar masih dipegang Manchester United (218,3) dan Juventus (200,2). AC Milan naik jadi ketiga dengan 200,2 juta euro. Begitu juga Real Madrid (192,6), dari enam ke empat. Bayern Muenchen sebaliknya turun ke posisi lima dari tiga dengan pendapatan 162,7 juta euro. Yang meroket ialah FC Internazionale Milano. Mereka naik enam posisi, dari 12 ke 6 dengan raihan 162,4 juta euro.

Tiga klub top Inggris lainnya, Chelsea, malah anjlok tiga posisi ke-10 lewat laba 133,8 juta euro. Berikutnya Liverpool (149,4) turun dari lima ke delapan, Newcastle United (138,9) naik dari 13 ke 9. Tottenham Hotspur (95,6) naik ke-16 dari 15. Di bawahnya yaitu Leeds United (92,0) yang turun lima level meski sudah dicukongi donatur baru.

 pertarungan sepak bola yang seru dan menarik bukan melulu terjadi di atas rumput Stadion Emirates: Demi Perang Masa Depan
Pundi-pundi keuntungan Arsenal terjadi demam isu lalu. Di tamat 2003/04 yang penuh glory itu, laba tahunan Gunners sebelum pajak membengkak 19,05 juta dolar AS atau 10,6 juta pound atau hampir Rp 170 milyar. Bandingkan di 2002/03 yang 'cuma' 4,5 juta pound (Rp 7,2 milyar).  Secara total, turnover Arsenal Holdings naik pesat sebesar 33% atau 39,1 juta pound per 31 Mei 2004. Kongkritnya menjadi 156,9 juta pound (Rp 2,5 trilyun) dari 117,8 juta pound tahun sebelumnya.

Musim 2003/04 merupakan titik balik Arsenal secara keseluruhan. Dari atas lapangan label Undefetead, Invincibles, Immortality yang dibesut Wenger beserta armadanya selain sebagai perempatfinalis Liga Champion dan semifinalis Piala FA. Seperti diketahui di dua ajang ini, uang yang mengalir jauh lebih besar dibanding EPL sendiri.

Sementara dari luar lapangan pemasukan penjualan properti dan operasional klub mengalami surplus. Seperti yang diduga, prospek finansial sekarang kian cerah. Antrian sponsor, iklan dan kerjasama di meja Dein kian meninggi. Brand Arsenal diserbu orang. Masa depan London Les Rouges kian rancak di Februari 2004. Dengan hegemoni dan dominasi barunya di pentas EPL, wajar jika Arsenal terus berhitung demi menatap kurun depan nan cerah.

Keputusan kontroversial, menggusur Highbury yang menjadi bab sejarahnya sendiri siap dilakukan. Bagaimana mau untung banyak dari tiket jikalau stadion yang dipakai semenjak 1913 itu cuma muat 38.200 penonton? Lewat sebuah konsorsium yang mengucurkan dana 400 juta pound (Rp 6,4 trilyun).

Dari kredit bank inilah, sebuah area di Ashburton Grove, berjarak cuma 1 km dari Highbury, siap disulap menjadi sebuah stadion besar berkapasitas 60.000. Biaya pembangunannya sebesar 357 juta pound alias lebih dari Rp 5,7 trilyun.

"Hari ini yaitu momen penting dalam sejarah Arsenal untuk memantapkan tujuan strategis di era depan ialah mempertahankan kemapanan di Inggris dan Eropa," sebut Hill-Wood tanpa bermaksud sombong pada 1 September silam dikala dilakukan pemancangan tiang pertama.

Mengorbankan Tradisi

Sebelum 'kejatuhan bintang' dari Emirates, tadinya Hill-Wood telah mengesahkan undangan kelompok suporter fanatik supaya stadion baru nanti dinamakan Herbert Chapman Stadium atau Arsene Wenger Stadium, dua manajer The Gunners terhebat sepanjang masa.

"Tiba-datang semua itu harus berubah mirip yang berlaku di sepak bola. Tanpa diduga ada usulan menggiurkan, yang terbesar di persepak bolaan Inggris sepanjang zaman, dan kami harus bertindak," papar bos Peter, generasi ketiga Hill-Wood yang mempunyai saham Arsenal sejak 1920-an. Keputusan ini sontak membuat fans fanatik Gunners berpolemik. Bagi mereka yang anti, harga 100 juta pound selama 15 tahun tetap tak sebanding dengan hilangnya pujian. "Setelah kontrak usai, apakah stadion itu ganti berjulukan Walt Disney Stadium?" tanya mereka.

 pertarungan sepak bola yang seru dan menarik bukan melulu terjadi di atas rumput Stadion Emirates: Demi Perang Masa Depan
"Tradisi telah hilang. Nama itu tak ada hubungannya sama sekali dengan Arsenal. Tadinya kami berharap namanya Ashburton Grove atau Emirates Highbury. Jangan kaget bila pada awal nanti banyak suporter yang tetap menyebutnya Ashburton Grove ketimbang Emirates Stadium," timpal Barry Baker, seorang perwakilan kelompok suporter Arsenal.

"Bagi aku itu sebuah nama yang terang, keputusan yang fantastis dan akan gampang mengerti suporter. Percayalah," komentar Paul Fletcher, eks pemain timnas Inggris U-23 yang sekarang menjadi salah satu pakar stadion di Eropa. Apakah Stadion Emirates bisa menahan dominasi Old Trafford sebagai penyedot pemasukan tiket terbesar di Inggris? Tampaknya sulit, mengingat isi stadion baru Arsenal itu pun masih kalah 17.000 penonton dibanding Old Trafford.

Di Inggris, stadion yaitu simbol keagungan sebuah klub. Apalagi jika stadion itu megah dan besar. Nah, mulai 2006 doktrin diri Arsenal dipastikan akan meninggi ketika Stadion Emirates resmi digunakan. Selain itu stadion yang besar juga bisa menjadi sumber uang yang besar. Itulah yang menciptakan Manchester United atau Newcastle United sukses menjaga kekayaannya.

Pada 2 Oktober lalu, saat United jumpa Middlesbrough, Theatre of Dreams - yang kabarnya akan ditambah 180 kursi lagi - kembali mencatat rekor penonton, 67.988 orang. Rekor tertinggi terjadi di semifinal Piala FA antara Wolverhampton Wanderers vs Grimsby, Maret 1939, ialah 76.962 orang.

Kaprikornus, berdasarkan bos United, David Gill, pihaknya tak khawatir disaingi. Bahkan pernah, saking percaya dirinya, United pernah menolak usulan sebuah perusahaan yang ngebet namanya dipakai menggantikan Old Trafford. "Semua orang menyarankan semoga nama itu tidak diganti," akunya.

Tapi deal Arsenal dan Emirat Airlines bikin gerah Chelsea. Sontak Si Biru emoh memperbarui kontrak senilai 4 juta pound per tahun itu mulai musim depan. Sebagai incarannya, The Blues getol merayu Vodafone, sponsor United, dengan permintaan 9 juta pound semusim.

Kabarnya mereka juga tengah meng-arrange O2 yang kini dipakai Arsenal, sebesar 6 juta pound. "Kami tetap respek pada Emirates, tapi kami percaya sponsor yang terbaik bagi Chelsea di abad baru globalisasi ini adalah sebuah brand perusahaan konsumen," begitu Paul Smith, eksekutif urusan bisnis Chelsea memberi alasan. Jrengg, perang periode depan pun siap dimulai

(foto: arsenal.com)

Tuesday, November 9, 2004

Wajib Militer: Banyak Manfaatnya Kok!

Hubungan sepak bola dan militer dianggap kolam simbiosis-mutualisma, sebuah disiplin yang berkaitan dan kebutuhan dalam berkerjasama membela negara, mungkin ada benarnya. Buktinya sampai kini dunia masih mementaskannya meski lakonnya berbeda-beda dan terkesan pro-kontra.


Hubungan sepak bola dan militer dianggap bak simbiosis Wajib Militer: Banyak Manfaatnya Kok!
Jendral yang terobsesi sepak bola atau instruktur yang senang berteori militer sama banyaknya. Di sini, Benito Mussolini atau Kim Il-sung, mungkin sejajar dengan Ferenc Puskas atau Rinus Michels. Ini realita sejarah. Jangan heran kalau konsep militerisme masih awet dipakai di sepak bola.

Di mata mereka, korelasi sepak bola dan militer lebih dari sekadar disiplin atau ketahanan fisik. Ia juga menjadi ajang pengejahwantahan dari taktik dan seni manajemen. Konsep membela negara niscaya mirip. Ada negara yang mencantumkan wajib militer sebagai syarat utama menjadi pemain nasional. Bedanya, jika dulu jalannya diawali dari barak ke stadion, maka sekarang kebalikannya. Dari stadion kembali ke barak.

Caranya? Dengan military service atau national service alias wajib militer! Conscription, kata orang Inggris, atau Leva kata orang Italia. Dan jangan salah. Di milenium gres seperti sekarang, fenomena ini tetap ada di beberapa negara maju. Bahkan tak haram menerpa pesepak bola top-nya. Wajib militer dianggap menguntungkan periode depan si atlit sendiri.

Para pemain temperamental dan berpotongan militer seperti Craig Bellamy atau Joey Barton, amat mujur mampu lolos skrining wajib militer atau wamil lantaran syarat di United Kingdom tak seketat Italia, yang jumlah para pemain bola profesionalnya juga salah satu terbanyak di Eropa.

Bayangkan Alessandro Del Piero atau Fabio Cannavaro pun tak luput dari perekrutan leva. Pada 1995, keduanya kena wamil bantu-membantu Emiliano Bigica, Fabio Galante dan Marco Delvecchio serta atlet lainnya. Mereka menjadi penghuni barak militer di Napoli beberapa usang. Memang, Italia adalah negara Eropa terdepan yang paling ketat mewajibkan para bambino-nya masuk barak militer begitu memasuki usia 18 tahun.


Hubungan sepak bola dan militer dianggap bak simbiosis Wajib Militer: Banyak Manfaatnya Kok!
Hebohnya, tak ada perkecualian buat para pesohor Serie A-nya. Di setiap kurun niscaya terdapat formasi pemain top yang ikutan leva, wajib militer. Pada 1986, Alberigo Evani dan Roberto Baggio, yang masih berusia 19 tahun, diketahui satu angkatan masuk barak militer. Begitu juga Bernardo Corradi, Ciro Ferrara, dan Gianluca Vialli.

Seorang jurnalis dari Inggris, James Richardson, amat terkejut dikala mendapat kesempatan meliput kejadian unik itu. "Mereka tinggal bersama di sebuah barak dengan ranjang susun, genjotan fisik yang berat dan latihan menembak.Tapi alasannya adalah klub-klubnya ikut campur, mereka punya kesempatan keluar markas seminggu sekali," ujar koresponden The Guardian tadi.

Mereka disebar pada Angkatan Darat (Esercito Italiano-EI), Angkatan Laut (Marina Militare-MMI), Angkatan Udara (Aeronautica Militare-AMI), dan Kepolisian (Corpo dei Carabinieri-CC). "Perlahan-lahahan konsep wamil mulai dihapuskan. Tapi alasannya tentara Italia punya tim nasional sendiri, mereka jadi bagian dari tradisi itu," ujarnya lagi.

Pro dan Kontra

Di Korea Selatan, aturan menyatakan setiap laki-laki dan wanita usia antara 20-30, berbadan sehat dan tidak cacat, diwajibkan wamil untuk era 24-28 bulan. Bagi seorang atlit cuma ada satu cara menghindari ini, minimal dia mampu meraih perunggu di ajang Asian Games atau Olimpiade.

Kasus yang menerpa Seol Ki-hyeon sempat marak menjelang Piala Dunia 2002. Saat itu gelandang yang sekarang main di Wolverhampton Wanderers harus masuk barak. Setelah para lawyer membelanya, beruntung Ki-hyeon cuma menjalani sebulan. Itupun usai kejuaraan. Walau menempati urutan keempat, tapi prestasi Korea memang fenomenal.

Isu wamil di Israel paling menarik. Para pemain bola di sini justru ingin memulai kariernya dari pembinaan militer. Mereka berlomba-lomba memenuhi persyaratan. Kenapa bisa demikian? Itu alasannya tingginya standar militer Israel. Jujur saja, banyak atlit muda yang tak memenuhi syarat. Padahal impian ingin menjadi pemain nasional sudah setinggi langit.

Bek kiri Maccabi Haifa, Haim Migarashvilly, hingga menampik panggilan tim nasional lantaran dia tak pernah kena wajib militer. Sebuah status bergengsi jikalau berasal dari sana, sebagai golongan istimewa," papar Ronny Merhav, seorang analis militer Israel. Tak semua, memang, senang hawa militer. Beberapa diantaranya malah bisa dibilang desersi, melarikan diri, dari kewajiban. Salah satunya, John-Arne Riise (28 tahun), left-winger kesohor yang main di Liverpool. Alasan laki-laki Norwegia berbadan atletis itu terbilang klasik di periode profesional.

"Selama Anda bekerja atau bermain bola di luar negeri, secara otomatis Anda akan terhindar dari wamil. Saya yakin pihak militer akan buang-buang waktu jika menunggunya. Dan setelah Anda merantau sampai berumur 25 tahun, mereka akan mencoret nama Anda," kata Einar Baardsen, agen Riise yang sejak usia 18 sudah melanglang ke AS Monaco, sebelum bergabung di Anfield pada 2001.

Setali tiga uang juga dilakukan oleh Shefki Kuqi, striker kekar Blackburn Rovers yang juga adalah pemain nasional Finlandia. Atas jasa agennya semenjak bermain di MP Mikkeli, HJK Helsinki dan FC Jokerit, laki-laki berdarah Kosovo kelahiran 10 November 1976 ini luput menjadi tentara dadakan.

"Beruntung agen saya mengakalinya, yang membuat aku tak harus pulang. Saya kabur bersamanya dan tinggal di luar negeri," ucap bomber yang kariernya di Inggris dimulai di Stockport County, Sheffield Wednesday dan Ipswich Town itu. Jika Kuqi disebut beruntung, maka rekan senegaranya, Teemu Taino (26), malah buntung. Pasalnya gelandang Tottenham Hotspur ini menjadi pesepak bola paling sial yang kena bidikan wamil.
Hubungan sepak bola dan militer dianggap bak simbiosis Wajib Militer: Banyak Manfaatnya Kok!
Bayangkan, pada usia 16 tahun seharusnya dia sudah bergabung di Manchester United. Tapi apa daya, ayahnya justru memanggilnya pulang alasannya lebih menginginkan Tainio digembleng dulu lewat ketentaraan! Diantara negara-negara Skandinavia, Finlandia dan Norwegia memang yang paling ketat mewajibkan setiap lelakinya menjalani wajib militer.


Hubungan sepak bola dan militer dianggap bak simbiosis Wajib Militer: Banyak Manfaatnya Kok!
Tidak pandang bulu. Apakah ia artis, keturunan raja, atau pesohor olah raga. Pembalap top Formula 1 seperti Kimi Raikkonen dan Heikki Kovalainen tidak luput terkena asevelvollisuus alias wajib militer. Dua pesepak bola top yang juga pemain nasional Finlandia, Petri Pasanen (Ajax Amsterdam) dan Mikael Forssell (Chelsea) belum usang juga digembleng tentara dan harus mondok di barak berbulan-bulan.

Kebanyakan mereka beralasan lebih baik mengikuti selagi muda, badan masih bugar, ketimbang nanti gres ikut saat muka sudah peyot. Benar juga! Bakalan repot soalnya. Duh, jika begitu beruntungnya ya para pria muda di Indonesia.

(foto: deejay.it/sputniknews/itasanomat/twitter)

Sunday, September 5, 2004

Arsenal The Invincibles (4-Habis): Apa Sasaran Berikutnya?

Setelah melihat kiprahnya nan mengagumkan itu, the next question is... yakni tentang target utama Arsenal isu terkini ini. Untuk meraih kekuasaaan baru Eropa atau sekedar mempertahankan hegemoni domestik? Ke arah mana Arsene Wenger membidikkan meriam perangnya?

Setelah melihat kiprahnya nan mengagumkan itu Arsenal The Invincibles (4-habis): Apa Target Berikutnya?
Seperti biasa, sang moncong telah diarahkan ke empat penjuru mata angin: Liga Champion, English Premier League (EPL), Piala FA, dan Piala Liga. Hampir niscaya Wenger akan mengisi mesin perang dengan amunisi berbeda-beda. Meraup semuanya di tengah persaingan kian ketat mampu dibilang sesuatu yang musykil. Jangankan quadruple winners atau treble winners, mengulangi titel dobel seperti 1997/98 dan 2001/02 untuk animo ini saja dipastikan sulit.

Malah Arsenal sering sial. Seluruh gelar bisa luput di dikala-ketika tamat seperti di 1998/99, 1999/00, 2000/01 dan 2002/03. Musim lalu The Gunners masih beruntung. Dari tiga ajang yang sudah 2-3 langkah lagi menuju selesai, balasannya cuma juara Premiership yang diraih. Untuk Piala Liga misalnya, di arena yang kini berjulukan Carling Cup, Arsenal paling nothing to loose, tanpa beban. Juara syukur, gagal ya tidak apa-apa asal dampaknya faktual.

Bukan sebuah rahasia jika turnamen ini ialah lahan untuk mematangkan skuad keduanya. Di sini, bila mereka bersua tim besar lengan berkuasa berformasi inti, maka aksi menguras tenaga lawan saja bisa disebut sukses. Begitu juga di ajang tradisional Piala FA. Meski tetap ngotot karena punya rekor manis, 9 kali juara, namun karena soal prestisiusnya terperinci masih di bawah EPL dan Liga Champion.

Sebagian orang percaya bahwa juara Eropa-lah, dengan merebut titel Liga Champion tentunya, yang akan diuber The Gunners. Pasalnya seumur-umur Arsenal belum pernah mencicipinya. Soal ini, mampu jadi hal itu bukan obsesi Arsenal saja tetapi Londoners, masyarakat London. So, boleh diyakini bahwa mereka akan didukung penuh dominan penduduk. Dan itu seharusnya menambah spirit perjuangan. Amat ironis sebagai salah satu kota elite Britania bahkan Eropa, London justru belum pernah disinggahi trofi. Manchester, Nottingham, Birmingham dan Glasgow saja pernah.

Demi menghindari kesalahan serupa, Monsieur Wenger mulai bosan menjudikan kariernya. Timnya kini berada di pole position sebagai juara Eropa. Ia yakin kendala Arsenal untuk meraih mimpi Eropa tinggal mengatasi mental blok. Dan lelaki asal Strasbourg yang menerima gelar OBE (Order of British Empire) dari Ratu Elizabeth II pada 1993 itu sangat menyesal di isu terkini lalu Arsenal bukannya disingkirkan Madrid, Milan atau Juventus, tetapi Chelsea!

Pengakuan Ljungberg

Wenger juga terobsesi oleh Ajax. Karena pernah tiga kali menjuarai Liga Champion, De Amsterdammers tetap punya reputasi Eropa walau kekuatannya sekarang patut dipertanyakan. Kehebatan mereka justru muncul di pentas Eropa. Ini soal tradisi, dan Arsenal sama sekali belum masuk ke situ.

"Klub besar harus memenangkan sesuatu yang besar. Tentu saja saya berusaha meraihnya. Saya menginginkannya mirip yang mereka mau. Sejak di sini, aku merasa hal itu semakin akrab tiap tahun," kata si profesor yang dalam 7 tahun di Highbury memberi London Les Rouges enam titel (tiga kali juara liga dan tiga kali juara Piala FA) itu.

Secara langsung bahkan laki-laki kelahiran 22 September 1949 ini mengaku belum menjadi seorang manajer sejati bila belum mengusung dan mencium trofi Eropa. Itu menjadi tantangan terbesar dalam kariernya. Untuk itu, beliau siap menambah term kontraknya yang hingga Juni 2005, pada bulan ini.

Sebenarnya jika mau, ayah dari Leah - seorang putri hasil perkawinannya dengan Annie Brosterhous - itu mampu saja menerima rayuan Real Madrid yang memburunya sampai kini. Percayalah, tampaknya Le Boss gres mau menangani Los Galacticos sehabis membawa trofi Liga Champion ke London. Makara target utama Arsenal ekspresi dominan ini Liga Champion? Eit, tunggu dulu. Belum tentu! Pengakuan salah satu 'mesin perangnya' malah sebaliknya.

Dengan kata lain, kekuasaan di liga demi melanggengkan hegemoni domestik, yang gres direbut dari tangan Manchester United, masih menjadi prioritas. Prinsip ini ternyata menempel berpengaruh di benak para pemain. "Prioritas kami yaitu menguasai The Premiership, baru sesudah itu menjuarai Liga Champion. Ada hasrat mencapai yang terbaik di Eropa, tetapi sukses di Inggris tetap paling penting buat saya," kata Fredrik 'Freddie' Ljungberg.

Andai ukurannya waktu, maka Wenger butuh 5-6 trend lagi bersama Arsenal. Cukup dua titel lagi, maka The Gunners akan menyamai rekor The Red Devils yang 15 kali juara liga, atau 5-6 gelar untuk mengubur rekor 18 kali punya Liverpool. "Lagipula si bos pernah bilang ia ingin sekali Arsenal menguasai Inggris, dan jikalau kami mampu melakukannya, sukses Eropa cepat atau lambat akan datang," beber attacking-midfielder asal Swedia yang juga sempat dirayu Real Madrid.

Percaya mana, Wenger atau Ljungberg? Bisakah keduanya berjalan berendengan? Semuanya bergantung persediaan amunisi di gudang senjata Highbury. Selama ini bombardiran Arsenal di Inggris bikin takut semua klub, 24 gol dari tujuh petualangan termasuk kala menggebuk Manchester United 3-1 di Charity Shield. Tapi kenapa di awal pentas Eropa, mereka hanya menang 1-0 di Highbury atas PSV Eindhoven, itupun lewat gol bunuh diri?

Usai pertandingan, Monsieur Wenger mengaku timnya masih dihantui stress berat kurun digulung Internazionale 0-3 di partai perdana musim kemudian. Berikutnya, yang dinanti adalah ampuh tidaknya meriam-meriam Wenger menembaki Eropa. Jika Arsenal tersingkir sebelum waktunya, berarti planning B niscaya akan digenjot habis Le Boss. Dan itu menjadi kabar buruk bagi Chelsea, Manchester United, atau Liverpool.

Saturday, September 4, 2004

Arsenal The Invincibles (3): Silakan Hentikan Kami!

Sebulan setelah disisihkan Chelsea pada perempatfinal Liga Champion 2003/04, Arsenal meraih titel ke-13, kemudian Arsene Wenger bilang begini: "Kalau boleh menentukan menjadi juara Eropa atau juara liga dengan status immortality mirip ini, aku pilih yang terakhir. Soalnya hingga 50 tahun pun belum tentu ada yang mampu menyamai."

Sebulan setelah disisihkan Chelsea pada perempatfinal Liga Champion  Arsenal The Invincibles (3): Silakan Hentikan Kami!
Ada dua pernyataan implisit di sana. Dengan kata lain, juara Liga Champion masih mampu diraih besok, besok dan besok. Toh, lolos eksklusif ke ajang itu begitu mudah buat Arsenal yang di tangannya rutin masuk dua besar. Kedua, dia menantang siapa saja se-Inggris yang bisa mengalahkan rekornya! Yang terakhir ini jelas amat sulit, bahkan mustahil jikalau melihat peta kekuatan Premier League yang cenderung menggila.

Maka kompetisi unbeaten secara adikara cuma diikuti Arsenal sehingga saking terobsesinya, itulah mainan kelima yang diburu, dipertahankan, ditingkatkan entah hingga kapan. Hingga medio September silam, walau dibendung Bolton 2-2 (18/9), namun argometer unbeaten terus beranjak jadi 46 kali. "Saya mengajak siapa saja, silakan hentikan kami. Setidaknya itu akan menambah motivasi kami untuk bermain lebih manis," tantang Wenger suatu kali.

Jika Arsenal mampu melewati rekor psikologis, 50 kali tak terkalahkan, mungkin peluang menjiplak immortals makin besar. Dua animo tak terkalahkan! Kenapa 50? Pasalnya ketika itu Arsenal akan bertandang ke Old Trafford untuk bertempur melawan Manchester United (24/10). Tanpa mendahului kehendak Yang Maha Kuasa, duel away lawan Manchester City (25/9), dan dua home kontra Charlton Athletic (2/10) serta Aston Villa (16/10), mungkin tak seberat di Theatre of Dreams.

Itulah ujian terberat Wenger lantaran empat hari sebelumnya mereka habis bersua Panathinaikos di Athena pada matchday 3 Liga Champion. Selama dua musim, 2003/04 dan 2004/05, kubu Highbury dihujani lebat soal rekor. Yang pertama putusnya dua catatan Preston North End (1888-89) yang unbeaten di 22 partai sekaligus menjuarai Liga Inggris tanpa kalah. Berikutnya Leeds United (1973-74) dan Liverpool (1987-88) yang tak terkalahkan 29 pertandingan. Kemudian rekor 30 kali tak pernah kalah milik Burnley pada 1920-21.

Usai menekuk Leicester City 2-1 di akhir trend 2003/04, catatan resmi Arsenal adalah: 38 main-26 menang-12 seri-0 kalah, lebih mahir empat kemenangan dari dream-team-nya AC Milan 1991/92 milik Fabio Capello, yang 34-22-12-0.

"Arsene Wenger-lah satu-satunya orang yang pantas menerima ini dikarenakan telah membawa Arsenal masuk dalam buku sejarah. Arsenal bermain penuh gairah, menyerang sepanjang musim dan menyelesaikannya tanpa terkalahkan. Mungkin tak akan terulangi 100 tahun ke depan," terperinci panelis saat penyerahan Barclaycard Manager of the Year.

Rute fenomenal ternyata tiada henti. Di animo ini, tepatnya 22 Agustus kemarin giliran Middlesbrough disikat 5-3 sesudah sempat tertinggal 1-3. Rekor 42 kali invincible dari Nottingham Forest (1977-1979) pun disamai. Masih belum puas, selang dua hari berikutnya, giliran Blackburn Rovers digelontor 3-0 sehingga rekor baru lahir, 43 kali unbeaten! Mungkin ada benarnya kata Fredrik Ljungberg yang bilang bahwa Arsenal lebih memprioritaskan di Premier League.

Melihat korban-korban mesin perang Wenger, dimulai Everton 4-1, Middlesbrough 5-3, Blackburn 3-0, Norwich 4-1, Fulham 3-0, lalu Bolton 2-2, akankah sang rekor terhenti di Old Trafford. Atau sebaliknya Arsenal terus berkompetisi sendirian di Unbeaten League. Nantikan saja.

Arsenal The Invincibles (2): Legalisasi Brian Clough

Senin, 20 September 2004, Eropa dikejutkan dengan wafatnya legenda sepak bola Inggris Brian Clough (lahir 21 Maret 1935). Kabar duka cuma beberapa jam sebelum duel Manchester United vs Liverpool digelar di Old Trafford. Untuk itu, seluruh pemain pun mengenakan pita duka cita berwarna hitam, dan sebelum memulai permainan, sebanyak 67.857 yang menjejali Theatre of Dreams diminta mengheningkan cipta untuk menghormati si Genius of Football.
 Eropa dikejutkan dengan wafatnya legenda sepak bola Inggris Brian Clough  Arsenal The Invincibles (2): Pengakuan Brian Clough
Saat bersamaan, Arsene Wenger juga siap menyaksikan duel Derby of England tersebut lewat layar beling. Tiba-datang, ia kurang konsentrasi menyimak tabrak dua pesaing Arsenal itu, alasannya adalah yang dipikirkannya adalah Brian Clough. "Saya bergotong-royong tidak pernah menemui Brian Clough. Tetapi saya tahu beliau yakni pria sangat istimewa dengan metode sangat istimewa dalam menangani tim," saya Wenger lirih.

Bisa jadi, penyesalan Wenger lebih diakibatkan oleh terhapusnya nama Brian Clough sewaktu membawa Nottingham Forest mencatat rekor 42 kali tak terkalahkan. Di Highbury, tiga pekan sebelum kematiannya, The Master Manager menyaksikan dengan mata kepala sendiri, rekor baka ternyata fana. Arsenal menggebuk Blackburn Rovers 3-0, dan rekor 43 kali pun muncul sekaligus merelakan namanya dikubur oleh Wenger.

"Saya pikir mereka tak akan terkalahkan," demikian pengakuannya pada program Five Live Breakfast. "Tentu, alasannya Arsenal ditangani orang Prancis, Wenger, banyak orang Inggris yang tak suka pada orang Prancis, beliau sungguh-sungguh andal, manajer yang hebat".

 Eropa dikejutkan dengan wafatnya legenda sepak bola Inggris Brian Clough  Arsenal The Invincibles (2): Pengakuan Brian CloughClough mengakui amat kecewa rekornya yang sudah 25 tahun putus. Eks pemain legendaris Middlesbrough itu juga benci rekor Forest di abad 1970-an disetarakan Arsenal. "Saya harus akui, sebab banyak yang tak suka Arsenal, namun mereka brilyan!" ucapnya penuh tawa saat itu.

Uniknya dalam suatu kesempatan, di mata mendiang berjuluk Genghis Khan of the East Midlands itu bukan Wenger yang dipujinya sebagai manajer berkualitas, tapi Jose Mourinho! Memang banyak yang menyamakan dirinya dengan orang Portugal yang menangani Chelsea tersebut. Apalagi jikalau bukan soal disiplin, ambisi dan kemauan keras termasuk tak mau diatur pemain.

"Saya hampir mirip dengannya dikala muda," aku eks pemain yang mencetak 204 gol di 222 partai liga bersama The Boro antara 1955-61 itu mengenang era mudanya. Ah, sudahlah Brian. Sekarang selamat tidur panjang sang jenius...

Arsenal The Invincibles (1): Dongeng Ihwal Keabadian

Suatu kali Sir Bobby Robson diharuskan menjawab bagaimana prospek Arsenal melakoni musim 2003/04 tanpa terkalahkan. Ini sebuah pertanyaan ihwal kesempurnaan. "Tekanan, ketegangan, perlawanan dan kecepatan bermain. Itu yang harus dilalui pekan demi pekan untuk meraih animo yang sempurna. Lalu lihatlah wajah mereka setelah main, fantastik!" beber manajer kharismatik di English Premier League tersebut.

Suatu kali Sir Bobby Robson diharuskan menjawab bagaimana prospek Arsenal melakoni musim  Arsenal The Invincibles (1): Kisah Tentang Keabadian
Sir Bobby berusia 71 tahun dan sudah melatih setahun sesudah Inggris menjadi juara dunia 1966. Ia anggota skuad The Three Lions di Piala Dunia 1958. Satu-satu saksi hidup yang masih aktif yang melihat dari bersahabat kemunculan Pele. Bermain cuma untuk Fulham dan West Bromwich Albion. Membela negara 20 kali sebagai pemain dan dua kali sebagai pelatih. Di tangannya, secara teknis Inggris tak pernah kecewa tapi selalu dikecewakan nasib.

Di Piala Dunia 1986, skuad Bobby tersisih oleh gol 'Tangan Tuhan' Diego Maradona. Pada 1990, giliran Stuart Pearce dan Chris Waddle yang bikin nelangsa Bobby karena gagal dalam tabrak penalti melawan Jerman di semifinal. Makara tidak Arsene Wenger sendiri, Alex Ferguson, Claudio Ranieri bahkan siapun di tanah Britania mampu menyaingi kesahihan Sir Bobby, juga pengabdian, prestasi, pengalamannya melihat datangnya generasi per generasi pesepak bola.

Apakah Highbury itu sebuah pangkalan militer atau perusahaan, sehingga amat tampil spartan? Untuk meraih top of the world, gaya dan disiplin militer lebih sering dipakai para pengubah sejarah. Dan Wenger cenderung menyukai meski sulit melakukannya. Arsene yaitu Arsenal, Wenger adalah Gunner. Dan Arsenal adalah keinginan sejati laki-laki Strasbourg kelahiran 22 September 1949. Sejak menggantikan Bruce Rioch pada September 1996, sampai kini ia telah menyabet tiga gelar English Premiership dan tiga titel Piala FA.

Philippe Troussier
Suatu kali Sir Bobby Robson diharuskan menjawab bagaimana prospek Arsenal melakoni musim  Arsenal The Invincibles (1): Kisah Tentang Keabadian
Seperti juga dedengkot Newcastle United, Wenger juga suka melanglang buana demi karier. Juga sama-sama pernah bertitel the most successful foreign boss ever. Kaprikornus keduanya amat tahu kapan dan bagaimana timnya harus digarap.

Berstrategi selama 38 partai, sekitar 3.500 menit (58,33 jam/2,43 hari!), tanpa kalah, yaitu fakta yang unbelievable di masa Premier League modern yang dikenal keras dan ketat. Pokoknya tak sebanding dengan Preston North End di 1889! Ya, syarat utama 'immortality' telah dipenuhi Wenger.

"Lebih berharga dari Liga Champion!" ucapnya jujur usai mengandaskan Fulham 1-0 di pekan ke-37, awal Mei 2004, dan sampai 50 tahun pun orang masih membicarakannya. Urusan liga, Wenger menyamai catatan Fabio Capello dan Louis van Gaal. Di isu terkini 1991/92, AC Milan menciptakan rekor 22-12-0. Sedangkan Van Gaal 27-7-0.

Pada skala kecil, beliau malah dibilang lebih andal karena mereka main 34 partai. Impian Wenger masih berkelanjutan. Ia gres 40 kali mencatat rekor unbeaten. Jika 42, maka rekor Brian Clough disamai. Andai mampu melewati 52, giliran prestasi Van Gaal terbenam. Dan bila menembus angka 58, Capello-lah yang dia kalahkan.

Namun di Tanah Britania, Arsenal bukanlah yang pertama immortal. Sekitar 115 tahun yang lalu, Preston mencapai invincibles, menang 18 kali, seri 4 kali dan jadi kampiun tiga bulan lebih cepat. Plus juara Piala FA dengan mengalahkan Wolverhampton 4-0. Satu dekade berikutnya, Glasgow Rangers menjuarai Liga Skotlandia via rekor 100 persen murni, 18 kali menang semua!

Tapi rekor Arsenal tetap terbaik dari sisi ujian dan jumlah berkelahi. Wenger tahu pasti, tiga kemenangan beruntun di awal 2004/05 akan melewati Nottingham Forest 1977-79. Yang tak terpikirkan Wenger, mungkin, rekor dunia unbeaten 108 kali atas nama laki-laki asal Prancis lainnya, Philippe Troussier.

Selama lima tahun (1989-1994) plus 108 sabung ditangani Troussier klub jagoan Pantai Gading, ASEC Abidjan, bertahan dengan rekor supergila: 96-12-0! Adakah ambisi ke sana Professor Wenger? Mudah kok, tinggal tanyakan saja pada Habib Kolo Toure, apa belakang layar kehebatan Liga Pantai Gading?

Bahkan kalau Arsenal hingga lebih dari 50 kali tak terkalahkan di Premier League, itu pun belum separo pencapaian luar biasa ASEC yang selama lima tahun sulit dibekuk siapapun di Pantai Gading, baik di ajang kompetisi atau pun kejuaraan.

Pada dikala itu, ASEC diperkuat sejumlah pemain top Pantai Gading seperti Abdoulaye Traore, Alain Gouamane, Donald Sie dan Gadji Celi. Kombinasi sempurna antara Troussier dan bos ASEC, Roger Quegnin, diduga sebagai kunci kesuksesan luar biasa itu. Barangkali saking tidak ada perlawanan serta bosan tidak pernah kalah selama lima tahun, akibatnya Troussier ngacir untuk mencari tantangan gres ke Burkina Faso, Nigeria, Afrika Selatan, kemudian Jepang.

Suatu kali Sir Bobby Robson diharuskan menjawab bagaimana prospek Arsenal melakoni musim  Arsenal The Invincibles (1): Kisah Tentang Keabadian

Dominasi ASEC baru terhenti pada 19 Juni 1994 dikala dikalahkan SO Armee 1-2. Namun kekalahan itu tak pernah menghapus sukses 'edan' klub berkostum kuning tersebut dan melihat rekornya lainnya: 13 kali menjuarai Liga Pantai Gading dalam 15 tahun terakhir. Dunia, termasuk FIFA, akibatnya tidak kuasa untuk tidak mengakui rekor ASEC (lihat daftar di bawah).

"Aura ASEC waktu itu sungguh beda dengan klub lokal lainnya alasannya adalah kami beraroma internasional. Punya pelatih penuh mitos dan presiden yang kesohor. Semuanya dalam kondisi terbaik dan memuaskan. Mulai dari suporter sampai honor pemain, yang membuat penampilan kami tiada duanya," kenang Abdoulaye Traore.

Dia bercerita betapa guncangnya seluruh pemain, pengurus, serta suporter akibat satu kekalahan yang menodai kehebatan mereka. Di berkelahi berikutnya, ASEC mengamuk total dan membantai klub Man dengan skor 11-0! Traore sendiri sampai bisa melesakkan delapan gol. Sepanjang 108 tidak pernah kalah, ASEC meraih empat kali juara liga dan tiga kali titel kejuaraan lokal. Uniknya kedigdayaan ASEC di Pantai Gading tidak tertular di ajang regional.

Seperti halnya Arsenal yang cuma meraih sekali juara Piala UEFA dan sekali juara Piala Winner namun tidak mampu merengkuh Liga Champion atau Piala Dunia antarklub sepanjang hidupnya, ASEC pun baru sekali meraih juara Afrika pada 1998.

Raihan itu sempat menciptakan polemik gres yang mengubur kenangan indah. Dikatakan sepak bola Pantai Gading tidak bermutu, kompetisinya kurang teruji dan tidak bermutu. Uniknya di ekspresi dominan 2003/04 ini pun, rekor ASEC seperti Arsenal di Premier League: belum terkalahkan selama 26 berkelahi.

"Banyak yang menyampaikan begitu. Itulah yang bikin kami mampu menang terus. Tidak pernah dianggap ASEC sangat berpengaruh. Ini memang masalah kami, maka biarkanlah. Akan berbeda contohnya dengan Arsenal yang kalau hingga 50 kali tak terkalahkan maka dikatakan Arsenal terlalu besar lengan berkuasa," papar Mamadou Kone, bos dari kelompok suporter ASEC.

Kepada James Copnall, wartawan The Guardian yang bikin liputan khusus dengan menyambangi markas ASEC di Abidjan, ia mengulas beda 'peradaban' antara negaranya dan Inggris. "Di sini atmosfer di stadion juga fantastis, namun begitu tamat orang-orang tidak pernah bertanya, membahas, menganalisis, atau mengingat. Mereka cuma bertanya: 'menang berapa?'” tutur Kone yang juga seorang pengacara.

Selama tiga tahun pertamanya mendominasi, Troussier melatih ASEC dengan metode yang tidak pernah dirasakan klub itu sejak bangun pada 1948. Troussier hadir di ASEC pada 1990 untuk menggantikan instruktur asal Belgia, Phillipe Garot (1987-1989).

Bangunan yang dibentuk Garot sudah mumpuni bagi Troussier untuk menyempurnakan kekuatan ASEC. Tidak mirip di cuilan Afrika lainnya, di wilayah Barat mirip di Pantai Gading, pemain bola sering dianggap sebagai raja kecil atau selebriti, yang pantas bergemilang ketenaran dan kekayaan.

Selain gaji tetap yang terbilang besar, setiap kemenangan, bahkan torehan gol, di sejumlah laga akan menambah pundi-pundi uang mereka dengan bonus atau hadiah lainnya. "Gaji sudah setuju, tapi yang membuat kami selalu bermain gemilang yaitu bayangan bonus," aku Traore, yang hidupnya telah berubah menjadi selebriti atau idola setiap anak lelaki di seantero negeri meski sudah tak aktif lagi sebagai pemain.

Secara kebetulan bek Arsenal, Habib Kolo Toure, juga keluaran ASEC. Juga Yaya Toure, saudara tirinya. "Kolo dan aku memang fan Arsenal," kata Traore. "Kami di sini terus mengikuti sepak terjang Arsenal, kebanyakan alasannya Kolo," lanjut Traore. "Dan layaknya kebanyakan negeri berbahasa Prancis lainnya, kami juga mengidolai Thierry Henry, dan sepak terjang Arsene Wenger yang begitu kolosal."

Pada akibatnya prestasi tertinggi-lah yang memilah globalisasi sepak bola. Banyak yang mendapatkan, tapi sebagian lagi menyesalinya, termasuk Traore. "Seperti halnya Arsenal, satu-satunya penyesalan saya melihat ASEC tidak berjaya di kompetisi internasional," sergah Traore lagi. Wow...

10 Laga Kunci Gunners Meraih Immortal 2003/04

Suatu kali Sir Bobby Robson diharuskan menjawab bagaimana prospek Arsenal melakoni musim  Arsenal The Invincibles (1): Kisah Tentang Keabadian


Sudah diduga Arsenal bisa menjuarai EPL 2003/04 lebih cepat dari waktunya. Dan itu benar-benar terjadi justru di markas musuh bebuyutannya, Tottenham Hotspur, White Hart Lane, tepat di pekan ke-34. Tak ada hasil tanpa proses. Berikut 10 partai kunci paling sukses yang menciptakan The Gunners meraih mahkota ke-13.

21 September 2003 Pekan 6 - MANCHESTER UNITED 0-0 ARSENAL

Pertandingan dirasuki huru-hara pada hasilnya. Lima pemain Arsenal kena hukuman sesudah menganiaya si troublemaker, Ruud van Nistelrooy, yang tendangan penaltinya saat injury-time membentur mistar gawang Jens Lehmann. The Gunners dianggap menang alasannya meraih satu poin berharga.

26 September 2003 Pekan 7 - ARSENAL 3-2 NEWCASTLE UNITED (1-0 Thierry Henry 18, 1-1 Laurent Robert, 2-1 Gilberto Silva, 2-2 Olivier Bernard, 3-2 Thierry Henry 79pen).

Kepercayaan diri merebak setelah menahan Manchester United. Kekalahan 0-3 dari Internazionale di Highbury (17/9) mulai terlupakan. The Magpies melakukan perlawanan alot. Tapi hands-ball Jermaine Jenas yang dilihat wasit Mike Riley berujung eksekusi sepakan penalti.

4 Oktober 2003 Pekan 8 - LIVERPOOL 1-2 ARSENAL (0-1 Harry Kewell 14, 1-1 Sami Hyypia 31bd, 1-2 Robert Pires 68).

Ini duel big-match beruntun keempat. Baru 14 menit, Harry Kewell membuat Anfield bergemuruh. Arsenal mulai tanpa diperkuat Patrick Vieira, Fredrik Ljungberg dan Dennis Bergkamp yang kesemuanya cedera. Gol indah Robert Pires menuntaskan perlawanan Liverpool.

18 Oktober 2003 Pekan 9 - ARSENAL 2-1 CHELSEA (1-0 Edu 4, 1-1 Hernan Crespo 8, 2-1 Thierry Henry 75).

Gol cepat Edu seperti Arsenal bakal melumat Chelsea. Tapi selang empat menit, Hernan Crespo menyamakannya. Lalu sebuah kesalahan fatal yang dibuat Carlo Cudicini, bola terlepas, dikala berusaha menangkap umpan Robert Pires dari sayap kanan, langsung dimanfaatkan Thierry Henry.

8 November 2003 Pekan 12 - ARSENAL 2-1 TOTTENHAM (0-1 Darren Anderton 5, 1-1 Robert Pires 69, 2-1 Fredrik Ljungberg 79).

Setelah selamat dari empat pekan yang mematikan, Arsenal menemui musuh besarnya. Gol tamu sejak menit kelima begitu awet sampai tiga perempat waktu pertandingan. Robert Pires memecah kebuntuan abad Thierry Henry ditempel mati. Lalu gol Ljungberg menamatkan Spurs.

21 Februari 2004 Pekan 26 - CHELSEA 1-2 ARSENAL (1-0 Eidur Gudjohnsen 1, 1-1 Patrick Vieira 15, 1-2 Edu 21).

Duel langsung seru dan ketat beberapa detik dimulai. Bahkan gol tercepat musim ini dibentuk pada detik ke-27 tatkala para pemain Arsenal belum menyentuh bola! Namun akidah diri meningkat, terutama setelah Vieira membalas. Lalu gol Edu menambah derita tuan rumah.

28 Februari 2004 Pekan 27 - ARSENAL 2-1 CHARLTON (1-0 Robert Pires 2, 2-0 Thierry Henry 4, 2-1 Claus Jensen 59).

Ini bentuk faktual sebuah keberuntungan. Mungkin pelajaran termahal Arsenal. Bayangkan dalam waktu empat menit, duo Henry-Pires mengubah skor 2-0. Apa yang terjadi setelah itu amat mengejutkan. Chalrton menguasai tubruk, Claus Jensen mencetak gol, dan tuan rumah beruntung tidak ditahan seri.

28 Maret 2004 Pekan 30 - ARSENAL 1-1 MANCHESTER UNITED (1-0 Thierry Henry 50, 1-1 Louis Saha 86).

Arsenal terlihat begitu takut menghadapi semangat Setan Merah. Unggul semenjak menit 50, sesudah itu mereka menemui kesukaran menambah gol. Sebaliknya usai gol akibat, tamu malah menguasai permainan. Kembali, Arsenal tidak tersungkur di tangan musuh abadinya ini.

9 April 2004 Pekan 31 - ARSENAL 4-2 LIVERPOOL (0-1 Sami Hyypia 5, 1-1 Thierry Henry 31, 1-2 Michael Owen 42, 2-2 Robert Pires 49, 2-3 Thierry Henry 50, 2-4 Thierry Henry 78).

Ini pentas terberat bagi pasukan Arsene Wenger usai dibunuh Chelsea di pentas Liga Champion. Tanda-tanda bakal kalah pertama kali terlihat. Dua kali Arsenal tertinggal. Tapi apa yang terjadi sehabis itu? Henry sangat luar biasa. Dan di pekan inilah, hampir niscaya gelar diraih.

25 April 2004 Pekan 34 - TOTTENHAM 2-2 ARSENAL (0-1 Patrick Vieira 3, 0-2 Robert Pires 35, 1-2 Jamie Redknapp 62, 2-2 Robbie Keane 94pen).

Laga yang memastikan titel juara. Arsenal mengulangi memori 1971, memastikan juara di White Hart Lane. Partai penuh konflik dan tuan rumah ingin mempermalukan Arsenal. Sayang, The Gunners sudah percaya diri. Pesta sederhana pun digelar di sana, mulai dari lapangan sampai dressing-room.

Rekor Global Tak Terkalahkan Di Kompetisi

Laga Klub                 Negara          Rentang        108  ASEC Abidjan         (Pantai Gading) 1989 - 1994    104  Steaua Bucuresti     (Rumania)       1986 – 1989    85   Esperance            (Tunisia)       1997 - 2001    62   Celtic               (Skotlandia)    1915 - 1917    60   Union Saint-Gilloise (Belgia)        1932 - 1935    58   AC Milan             (Italia)        1991 - 1993    58   Skonto Riga          (Latvia)        1993 - 1996    56   SL Benfica           (Portugal)      1977 - 1979    56   Penarol              (Uruguay)       1966 - 1969    55   Dalian Wanda         (Cina)          1995 - 1997    55   Empire Gray Farm     (Antigua)       1997 - 2000    55   Shakhtar Donetsk     (Ukraina)       2000 - 2002    54   CE Principat         (Andorra)       1997 - 1999    53   FC Porto             (Portugal)      1994 - 1996    53   Sileks Kratovo       (Masedonia)     1995 - 1997    52   Ajax Amsterdam       (Belanda)       1994 - 1996    51   Sparta Praha         (Czech)         1920 - 1923**  51   Barry Town FC        (Wales)         1997 - 1998    51   FK Crvena Zvezda     (Serbia)        1999 - 2001    49   Levadia Maardu       (Estonia)       1999 - 2001    48   Norma Tallinn        (Estonia)       1991 - 1994    48   Besiktas             (Turki)         1991 - 1992    48   Kareda Siauliai      (Lithuania)     1997 - 1999    47   Dinamo Bucuresti     (Rumania)       1991 - 1992    47   FK Obilic Beograd    (Serbia)        1997 - 1999    47   Skonto Riga          (Latvia)        1996 - 1998    46   Dinamo Tirana        (Albania)       1955 - 1956    46   Flora Tallinn        (Estonia)       1994 - 1996    46   Maccabi Haifa        (Israel)        1993 - 1994    45   Al-Ahly              (Mesir)         1998 - 1999    45   Partizan Beograd     (Serbia)        1996 - 1997    44   Palestino            (Cili)          1977 - 1978    42   Nottingham Forest    (Inggris)       1977 - 1978    41   Pyunik Yerevan       (Armenia)       1995 - 1997    41   Wiener Sport-Club    (Austria)       1958 - 1960    40*  Arsenal              (Inggris)       2003 -         40*  Hearts of Oak        (Ghana)         2002 –         40   Boca Juniors         (Argentina)     1998 - 1999    40   Dunaferr FC          (Hongaria)      1999 - 2000    40   Fiorentina           (Italia)        1955 - 1956    39   Vardar Skopje        (Masedonia)     1994 - 1996    39   Racing               (Argentina)     1965 - 1966    38   Shirak Gyumri        (Armenia)       1994 - 1995    38   Anorthosis           (Siprus)        1999 - 2000    38   Celtic               (Skotlandia)    2003 - 2004    38   Real Sociedad        (Spanyol)       1979 - 1980    37*  Pyunik Yerevan       (Armenia)       2002 -         37   Celtic               (Skotlandia)    1995 - 1996    37   Flora Tallinn        (Estonia)       2002 - 2004    37   Perugia              (Italia)        1978 - 1979    37   Sheriff Tiraspol     (Moldova)       2001 - 2002    37   Widzew Lodz          (Polandia)      1995 - 1996    36   Galatasaray          (Turki)         1985 - 1986    36*  Real Estel           (Nikaragua)     2003 -         36   Dinamo Tbilisi       (Georgia)       1996 - 1997    36   Hamburger SV         (Jerman)        1982 - 1983    36   Universitario        (Peru)          1974 - 1975    35   KIM/Dvina Vitebsk    (Belarusia)     1994 - 1995    35   Feijenoord           (Belanda)       1969 - 1970    35   PSV Eindhoven        (Belanda)       1977 - 1978    35   PSV Eindhoven        (Belanda)       1985 - 1986    35   PSV Eindhoven        (Belanda)       2000 - 2001    34   APOEL Nikosia        (Siprus)        1947 - 1950    34   Nacional             (Uruguay)       1915 - 1918    34   Vardar Skopje        (Masedonia)     1993 - 1994    34   Leeds United         (Inggris)       1968 - 1969    33   Dynamo Kyiv          (Ukraina)       1999 - 2000    33   Legia Warszawa       (Polandia)      2001 - 2002    33   Panathinaikos        (Yunani)        1963 - 1965    33   Panathinaiko         (Yunani)        1994 - 1995    33   Pirouzi              (Iran)          1999 - 2000    33   Universidad de Chile (Cili)          1999 - 1999    32   SK Tirana            (Albania)       1936 - 1937    32   Alga-RIIF Bishkek    (Kyrgyzstan)    1993 - 1993    32   Defensor Sporting    (Uruguay)       2000 - 2001    32   Dynamo Kyiv          (Ukraina)       2001 - 2002    32   Nantes               (Prancis)       1994 - 1995    32   Sparta Praha         (Czech)         1996 - 1997    32   SC Villa             (Uganda)        2002 - 2003    29   Millonarios          (Kolombia)      1999 – 1999    
 
(sumber: RSSSF) catatan: * masih berjalan ** semua menang (51-0-0)