Tuesday, November 27, 2001

Kalahkan Australia 3-0, Uruguay Raih Tiket Terakhir Ke Korea-Jepang 2002

Darah dan air mata hasilnya mewarnai langkah sensasional Uruguay ke Piala Dunia 2002. Perjuangan melelahkan, menegangkan, dan memakan urat syaraf itu hasilnya berakhir. Juara dunia 1930 dan 1950 ini memenuhi janjinya untuk lolos ke Korea-Jepang.

Darah dan air mata akhirnya mewarnai langkah sensasional Uruguay ke Piala Dunia  Kalahkan Australia 3-0, Uruguay Raih Tiket Terakhir Ke Korea-Jepang 2002
Tak syak lagi, hari Minggu (25/ 11) waktu setempat yaitu hari terbaik di tahun ini bagi rakyat Uruguay. Dari presiden hingga rakyat jelata pasti merasa bergembira. Baru pada perhelatan terakhir, partai ke-778 babak kualifikasi Piala Dunia 2002, mereka bisa bernapas lega.

Janji Alvaro Recoba, yang terlihat sangat meremehkan Australia, rupanya benar-benar dipenuhinya. Dia ialah bintang lapangan, pahlawan nasional Uruguay ketika itu selain substitute Richard Morales dan bomber klub Malaga (Spanyol), Dario Silva. Dua assist pemain FC Internazionale Milano ini telah merontokkan ketakutan seluruh negeri akhir kekalahan 0-1 pada adu pertama di Melbourne. "Kami akan mengalahkan Australia di Montevideo," ucap Recoba usai kekalahan pertemuan pertama yang sekarang terbukti.

Baru 14 menit. Centenario terasa pecah oleh pekikan sekitar 68.000 penonton saat umpan Gianni Guigou, bek yang bermain di AS Roma, dimanfaatkan Dario Silva. Meski sudah unggul, terlihat banyak ketegangan yang melanda pasukan Victor Pua ini. Beberapa kesalahan tak perlu nyaris dimanfaatkan para pemain Aussie.

Akibat gencarnya tekanan lawan lewat bola-bola atas menuju Mark Viduka, kepala bek Uruguay Mario Regueiro sampai mengocorkan darah balasan benturan dengan bomber bertubuh besar itu. Duel memang berlangsung keras sehingga wasit Ali Bujsaim (UEA) mengeluarkan tujuh kartu kuning, 6 di antaranya buat tuan rumah yang meladeni permainan fisik belum dewasa Australia.

Mengingat skor 1-0 belum aman, di babak kedua titah Pua untuk memaksimalkan serangan sayap membuahkan hasil. Keputusannya memasukan Morales, dengan menarik Federico Magallanes, ternyata sempurna. Hebatnya, dua gol Morales di menit ke-70 dan 90 ialah berkat penetrasi yang dilakukan Recoba.

Bagi Australia, ini merupakan kegagalan keempat, tiga diantaranya beruntun setelah tahun 1997 (1-1 dan 2-2 vs Iran), 1994 (0-0 dan 1-1 vs Argentina), serta 1986 (0-0 dan 1-1 vs Skotlandia). Pelecehan yang diderita para pemain Socceroos ketika tiba pertama kali di bandara serta diremehkan Recoba cs. seolah semakin menyakitkan dengan hasil ini.


Menit Per Menit

00' Kick-off oleh Kewell-Viduka
01' Australia pribadi menyerang, tendangan Viduka melebar
03' Sepak pojok Uruguay, tendangan Recoba dihalau Vidmar
05' Umpan sundulan Moore ke Kewell, tapi diamankan Rodriguez
06' Umpan silang Dario Silva dari kiri, diamankan Murphy
08' Tendangan Recoba dari jarak 30 meter: melebar
11' Umpan jarak jauh Santos tak bisa digapai Magallanes
14' Umpan menusuk Guigous ke Dario Silva di kiri: dengan sekali liukkan, beliau menembak menyilang ke gawang Schwarzer: Gol! 1-0
16' Recoba dilanggar di sayap kiri; tendangan bebasnya dari jarak 40 meter melayang di atas gawang
22' Tendangan bebas Kewell: bola melayang tipis di atas mistar
24' Aksi individu Regueiro: bola melewatl kiper, namun Murphy menyelamatkan di bawah gawang
31' Kartu kuning bagi Muscat, alasannya adalah melanggar Regueiro
33' Tendangan bebas, umpannya ke Dario Silva diantisipasi Murphy
35' Clash antara Kewell dan Montero. Tendangan bebas untuk Australia: sepakan Kewell membentur mistar
37' Magallanes putar posisi dengan Dario Silva: dari sayap kiri ke kanan
38' Kartu kuning buat Regueiro akibat protes
41' Muscat melanggar Regueiro: wasit tidak meniup peluit
42' Dan kin, Recoba melaju melewati Moore: umpannya ke Dario Silva di depan gawang diamankan Vidmar
43' Kepala Regueiro mengeluarkan darah dan digotong ke pinggir lapangan
44' Sundulan Kewell dimanfaatkan Skoko, namun terkena badan Montero
46' Sundulan Moore meleset, bola ditendang Magallanes lalu diblok Schwarzer
47' Tendangan spekulasi Kewell ditangkap Carini tanpa kesulitan
46' Wasit Ali Bujsaim meniup panjang peluitnya, simpulan babak pertama
49' Muscat menyikut Dario Silva: wasit tak melihat
50' Murphy mencuri bola dari Magallanes, umpannya ke Viduka dihentikan Montero
57' Tendangan jarak jauh Viduka diblok Carini
64' Cross Skoko disambut Viduka oieh sundulan, bola tipis di atas mistar
65' Morales masuk menggantikan Magallanes
70' Tendangan bebas Recoba disambut sundulan Morales: Gol! 2-0
73' Agostino masuk: Muscat keluar
74' Sorondo masuk: Regueiro keluar
79' Tendangan penjuru Emerton disundul Kewell, ditip Carini
82' Kartu kuning untuk Dario Silva
83' Aloisi masuk: Murphy keluar
87' Peluang Kewell, umpan dari Agostino diamankan Carini
88' Umpan Kewell; rekannya tak ada yang menyambut
90' Penetrasi Recoba ke kotak penalti, disambut sontekan Morales. Gol! 3-0
92' Pemain-pemain Uruguay dilanda kegembiraan. Morales terlihat menangis
94' Permainan masih berjalan, namun kedua tim tampaknya sudah menurunkan tempo
96' Wasit Ali Bujsaim meniup peluit tamat. Uruguay lolos ke Korea-Jepang 2002!

Data Fakta


URUGUAY vs AUSTRALIA 3-0

Waktu: Minggu 25 November 2001
Tempat: Estadio Centenario, Montevideo
Penonton: 68.000
Wasit: Ali Bujsaim (UEA)
Gol: Dario Silva 14, Richard Morales 70, 90
Kartu Kuning: Mario Regueiro 39, Pablo Garcia 67, Richard Morales 71. Gonzalo Santos 81, Dario Silva 83, Fabian Carini 90; Kevin Muscat 32.
Uruguay (3-4-1-2): 1-Fabian Carini; 2-Washington Tais, 3-Alejandro Lembo, 4-Paolo Montero; 6-Dario Rodriguez, 7-Gianni Guigou, S-Pablo Garcia, 9-Dario Silva (14-Gonzalo Sorondo 78); 11-Federico Magallanes (18-Richard Morales 65); 15-Mario Regueiro (8-Gonzalo Santos 75), 20-Alvaro Recoba. Pelatih: Victor Pua.
Australia (4-4-2): 1-Mark Schwarzer; 2-Kevin Muscat (10-Paul Agostino 73), 3-Craig Moore, 14-Shaun Murphy (21-John Aloisi 87), 5-Tony Vidmar; 7-Brett Emerton, 4-Paul Okon, 8-Josip Skoko, 11-Stan Lazaridis; 9-Mark Viduka, 10-Harry Kewel. Pelatih: Frank Farina.

(foto: efectofutbol.net/reuters)

Friday, November 9, 2001

Luiz Nazario De Lima Ronaldo: Kehebatannya Terganjal Gaya Hidup

Meminjam istilah dari teori evolusi Charles Darwin, ternyata rantai yang terputus (missing link) juga berlaku di blantika sepak bola modern. Selama hampir dua dekade (1958-1970) dunia menikmati atraksi seorang Dos Nascimento de Araujo alias Pele. Hanya vakum selama satu dekade, kemudian muncul seseorang yang ditakdirkan Tuhan sebagai penghibur dunia melalui kemilau dan keindahan olah kakinya. Tak syak lagi, dialah Diego Maradona (1979-1994).  

Meminjam istilah dari teori evolusi Charles Darwin Luiz Nazario De Lima Ronaldo: Kehebatannya Terganjal Gaya HidupKekhawatiran penikmat sepak bola menunggu usang lahirnya sang penerus, sempat sirna begitu nongol lagi seorang putra dari tanah Amazone yang lahir di Bento Ribeiro 22 September 1976. Namanya sesuai akte kelahiran: Luiz Nazario de Lima, yang beken dikenal dengan Ronaldo. Dunia lantas memvonis inilah sang putra mahkota, missing link yang telah lama dinantikan-tunggu di sepak bola! 

Rakyat Indonesia beruntung, alasannya adalah jadi masyarakat pertama di dunia yang melihat aksinya sebelum dia berkiprah di PSV Eindhoven selama dua musim. Viva futebol, penerus Pele dan Maradona telah lahir! Setelah transfernya dari Cruzeiro ke PSV Eindhoven di awal animo 1994/95 berjalan mulus. Saat itulah belalakan mata mulai terus menerpa dirinya. 

Bermain di Belanda, di bawah bimbingan instruktur gaek yang disebut sebagai kakeknya, Bobby Robson, pemain yang memulai debut di Selecao pada 4 Mei 1994 (vs Islandia) ini menemukan kurun-era pembentukan dirinya. "Bak menggosok intan berlumpur. Harus hati-hati, kalau salah justru merusaknya," tutur orang Eropa pertama penggembleng Ronaldo yang sekarang melatih Newcastle United itu.

Seperti orang dusun masuk kota, begitu menggambarkan kiprah awal Si Fenomena di Liga Belanda. Hanya sekali mangkir selama semusim, itupun alasannya adalah kena flu, Ronaldo membuat decak kagum seluruh negeri Belanda. Ia menjaringkan 30 gol dari 33 laga. Di isu terkini berikut, cerita sensasionalnya mulai meredup seiring dengan cedera dan perilaku-perilaku kampungan, yang aslinya, mulai keluar. Manajemen PSV mulai kelimpungan, apalagi setelah Robson pergi digaet Barcelona.

Kontras, cuma 13 kali main, meski ketajaman tetap yahud dengan 12 golnya, instruktur baru PSV yang populer streng, Dick Advocaat kentara sekali tidak menyukai perilaku liarnya. Sebagai bintang, tindakan Ronaldo, jelas, agak diberi keleluasaan; seperti halnya dia memacari Erica Arnesen, putri manajer tim PSV yang asal Denmark, Frank Arnesen. Namun bila sudah melanggar budbahasa profesional, misalnya telat datang ketika latihan, bekas pelatih Belanda di Piala Dunia 1994 itu sangat tidak mentolerirnya.

Gaya Hidupnya

Meminjam istilah dari teori evolusi Charles Darwin Luiz Nazario De Lima Ronaldo: Kehebatannya Terganjal Gaya HidupHubungan Ronaldo dan Advocaat memang cuma berlangsung di atas lapangan. Ancaman laten inilah yang membuat kekerabatan antar mereka usang-usang mengalami friksi tajam. Komunikasi semakin terbatas. Hal tersebut mungkin juga alasannya adalah hingga saat itu Ronaldo tak bisa ngomong Belanda atau Inggris. Selalu ada orang ketiga yang menjadi perantara dalam komunikasi, Nilton File Petrone, yang pernah menangani Romario Faria. Puncak kesabaran PSV pada Ronaldo terjadi pada isu terkini 1995/96 tatkala klub milik perusahaan listrik Philips ini kehilangan gelar sebagai juara Eredivisie.

Menurut beberapa sumber di tim berkaos strip merah tersebut, salah satu kelemahan Ronaldo adalah tidak ada perjuangan untuk meningkatkan intelektualnya. Katakanlah membaca, berguru serius bahasa asing atau. Ironisnya itu justru berkebalikan dengan sejumlah pemain pribumi PSV macam Philip Cocu, Boudewijn Zenden, Stan Valckx atau Arthur Numan yang terlihat kutu buku. "Ia lebih menyukai gaya hidup yang memanjakan diri," sebut seorang legiun PSV yang juga pemain nasional Belanda kala itu, tanpa mau memerincinya lebih jauh.

Padahal banyak yang telah didapatkan Ronaldo di PSV dan kompetisi Eredivisie. Dari segi mental, beliau mencicipi pergaulan internasional, tempaan diri dengan disiplin tinggi, profesionalisme. Lalu dari segi fisik, selain badannya jadi gempal, tentunya berkat asupan gizi dan fitness teratur khas klub Eropa, tinggi Ronaldo juga mengalami kenaikan luar biasa. Waktu tiba, tingginya 179 cm dan berat 75 kg, kemudian selang setahun telah menjadi 183 cm dan 80 kg. Yang pasti lagi, duitnya juga banyak!

Meminjam istilah dari teori evolusi Charles Darwin Luiz Nazario De Lima Ronaldo: Kehebatannya Terganjal Gaya Hidup
Meski demikian, hebatnya, pihak PSV bisa menutupi negativitas Ronaldo sehingga harga jualnya ke Barcelona justru melambung jauh dibanding ketika menciduknya dari Cruzeiro. Si gigi kelinci ini dibandrol 20 juta dolar AS demi mengimbangi hasrat Josep Luiz Nunez, yang muncul berkat gosokan pelatih El Barca; Bobby Robson! Sentuhan Midas kembali dibentuk sang opa, yang punya ajudan jenius dari Portugal bernama Jose Mourinho, serta lewat jasa Ronaldo, Barcelona diantarnya menjuarai La Liga ke-14 kalinya di trend 1996/97.  

Meminjam istilah dari teori evolusi Charles Darwin Luiz Nazario De Lima Ronaldo: Kehebatannya Terganjal Gaya HidupWalau cuma semusim di Barcelona, dampak Ronaldo sangat mumpuni di masyarakat Spanyol. Gol gilanya melawan Compostella, dari garis tengah ia melewati seluruh pemain lawan, sontak mencuatkan hegemoni Ronaldomania. Sekali tampil di La Liga, 37 kali main dengan tabungan 34 gol, Ronaldo langsung menyabet gelar El Pichichi alias Raja Gol! Namun akibat nafsu duniawinya, membuat Ronaldo terserabut dari Barcelona. Bermula dari ingin gajinya dinaikkan menjadi 4 miliar pesetas atau sekitar 27 juta dolar AS setahun, dan ini diprotes administrasi klub, Ronaldo merasa bahwa gelar juara La Liga, lalu Piala Winner Eropa cukup pantas buat kompensasi yang telah dikontribusikan untuk Barca. 

Protes Baggio

Polemik terus terjadi hingga tiba usulan menggiurkan dari FC Internazionale Milano, yang risikonya mengubah segalanya. Dengan angka tertera 27 juta dolar AS, Barcelona oke menjual maestronya itu daripada melarat untuk membayar honor tahunannya. Di Inter inilah, keluarga Ronaldo mendapat kenikmatan duniawinya. Itu dikarenakan semua klausul dari ekstra kontraknya hampir disetujui taipan minyak Massimo Moratti, capo di cappi tutti (bos dari segala bos) klub berjuluk Nerazzurri tersebut. 

Rumah luks, kendaraan beroda empat mewah, uang berlimpah menciptakan Ronaldo mampu menyeimbangkan kepintarannya bermain bola dengan kini, bermain angka-angka, alias memutar uang! Saham Pirelli dibelinya dan cewek bulenya, Susana Werner, diberikan rumah mode untuk kesibukannya di Italia.

Bagaimana perannya di lapangan hijau? Ronaldo tak lupa sama akarnya. Ia memperlihatkan yang terbaik untuk Inter. Aksinya selalu ditunggu khalayak Interisti, terutama di San Siro yang selalu hampir full-house jikalau Inter mendapatkan tamu-tamu Serie A-nya. Mulai dari Luigi Simoni, Luciano Castellini, Roy Hodgson hingga Mircea Lucescu dan Marcello Lippi kemudian kesannya Marco Tardelli, seakan tak ada allenatore yang mampu menyentuhnya. Kecuali Roberto Baggio. Protagonis numero uno Italia itu paling kritis terhadap Ronaldo. Persaingan pribadi? Mungkin saja.

Fakta bahwa Ronaldo banyak yang membela adalah soal nomor punggung. Ketika baru masuk beliau memang menggunakan nomor 10. Nomor 9 masih milik Ivan Zamorano. Tatkala Roberto Baggio bergabung lalu meminta nomor 10, serta merta Ronaldo sukses bisa 'merampas' nomor milik Zamorano. Yang belakangan ini bahu-membahu murka, namun akalnya masih ada di mana dia akibatnya memakai nomor 18 meski ditulisnya 1+8 yang berarti 9. Sepintas, ia tidak rela nomornya dirampas.

"Biarkan, dia masih muda dan ingat, beliau aset kita yang paling berharga sekarang ini. Bukan saja di atas lapangan, tapi juga pengaruh ke luar," demikian ucapan Moratti yang seolah menuntaskan semua polemik. Akhirnya sejarah memang menerangkan, justru Baggio yang terlempar dari Inter. Juga Youri Djorkaeff. Banyak yang bilang, dikala itulah puncak kejayaan Ronaldo.

Meminjam istilah dari teori evolusi Charles Darwin Luiz Nazario De Lima Ronaldo: Kehebatannya Terganjal Gaya HidupUsai ekspresi dominan 1997/98, di mana Inter kalah bersaing dengan Juventus di final-akhir kompetisi, Ronaldo terlihat kecewa. Hal ini masih terbawa dikala membela Brasil di Piala Dunia 1998. Tekanan psikis jadi penyerang terbaik dunia tapi sibuk secara pribadi, jadwal latihan, jadwal tanding yang padat serta melakoni hobi-hobinya, menciptakan beliau tak siap mengarungi France '98. Puncaknya malah terjadi jelang final melawan Prancis. Tiba-tiba saja dia terkena serangan penyakit misterius. Ada yang bilang sindroma epilepsi, ada yang mengatakan dia keracunan kuliner (karena masih hobi makan yummy). 

Banyak pula yang menerka beliau terkena stres dan depresi berat akhir tekanan hidup yummy. Ini cukup mengherankan mengingat dia sebelumnya tak pernah mengalaminya. Garis keturunan, jikalau bisa dibilang, mungkin ada mengingat ayahnya dulu pecandu berat alkohol. Tapi Ronaldo tak suka minuman keras. Ia cuma penggemar hidup lezat. Seperti halnya pemain-pemain dari Amerika Latin atau negara-negara dunia ketiga, perilaku profesional sebagai pesepak bola memang mudah terserabut.

Dari hari ke hari, tubuhnya semakin tambun dan pinggulnya semakin lebar dan berlemak. Ketika dipaksakan, dia memang masih mampu bergerak cepat, namun otot-otot kakinya tak berpengaruh menahan beban tubuhnya. Ia jadi sering cedera. Final Piala UEFA 1997/98 yaitu ketika terakhir kali orang menyaksikan kehebatannya. Di tamat ia membawa Inter memukul Lazio 3-0 di Parc Des Princess, Paris.

Di ekspresi dominan 1998/99, kans Ronaldo, yang ketika itu sudah menjadi kapten gres Inter menggeser Javier Zanetti, turun ke lapangan cuma berkisar 50:50. Kalau tak cedera, alasan lainnya adalah perlu istirahat (sindrom Piala Dunia masih menghantuinya). Padahal urusan pribadinya, semisal percintaannya dengan Susana si model iklan, banyak menyita waktu dan acara profesionalnya.

Penampilan cuma 19 kali di lapangan, alasannya faktor pembelaan tadi, menunjukan bahwa sinar sang bintang mulai tak terperinci lagi. Pembelaan untuk Ronaldo datang lagi, begitu Inter membeli Christian Vieri. Padahal produktivitas gol Ronaldo tetap saja tajam, 14 gol. Dan dia pun memberi bantuan terciptanya gelar juara bagi Brasil di Copa America 1999.

Lebih Dewasa

Waktu terus berjalan. Di demam isu 1999/2000, alasannya adalah masih adanya Ronaldo, Inter tetap masuk bursa scudetto. Apalagi instruktur Inter saat itu ialah Marcello Lippi, salah satu allenatore terbaik di Italia. Namun aneka aktivitas yang menyita waktu dan enerjinya tetap dilakoninya. Ia terbang dari Milano ke Kosovo untuk acara amal kemudian lanjut ke Rio De Janeiro pergi pulang belasan kali demi mengunjungi usahanya di Brasil.

Meminjam istilah dari teori evolusi Charles Darwin Luiz Nazario De Lima Ronaldo: Kehebatannya Terganjal Gaya HidupBermula dari keluhan di sekitar engkelnya, pada November 1999, cederanya kian usang kian serius. Waktu melawan Lecce, ia sampai dua kali menghentikan bola yang dikuasainya. Lutut kanan serta ototnya mulai koyak-koyak. Tak lama lalu dia terbang ke Paris menemui Profesor Saillant. Vonis sang dokter hebat tulang ternama itu memberi angka 4 bulan untuk istirahat.
Kesempatan ini dipakai Ronaldo untuk mengawini Milene, cewek barunya yang telah hamil itu. Pada 6 April 2000, Ronald, putranya itu lahir. Lalu di 12 April 2000, terjadilah insiden yang tak terlupakan sepanjang abad buat Ronaldo termasuk seluruh pemirsa sepak bola. Di selesai pertama Coppa Italia melawan Lazio, sehabis Profesor Saillant memberi rekomendasinya, Ronaldo dimainkan Lippi sesudah menarik keluar Adrian Mutu. 

Di bawah kegemukan tubuhnya, dia mulai berlari, berlari dan terus bergerak. Ia sengaja diposisikan sebagai gelandang. Seisi Olimpico memberi aplaus dan anehnya, banyak pemain Lazio yang enggan meng-counter-nya, hingga kesannya dia limbung sendiri, terjatuh dan menggelepar-gelepar sembari menjerit-jerit kesakitan. Terlihat tempurung lutut kanannya menonjol dan nyaris copot. Astaga! Hebohnya, ini terjadi pada putra mahkota sepak bola.

Sebelum tragedi itu muncul, sebuah sepakan dari belakang yang dilakukan Fernando Couto mengenai kaki Ronaldo. Setelah 6 menit, mirip biasanya ia selalu punya peluang untuk membobol gawang lawan, pada dirinya Ronaldo seperti mendengar bisikan "Terus Ronaldo! Terus Ronaldo, kamu mampu!", dan seluruh bek serta kiper Lazio mulai ngeri hingga akhirnya peristiwa itu terjadi.

Istirahat panjang kembali dilakoni Ronaldo. Apa saja yang dilakukannya? "Merenungi perjalanan hidup saya. Sepak bola itu bisa menjadi cerita indah jika kita ikut bermain di dalamnya. Saya ingin anak saya melihat ayahnya bermain bola, bukan dari cerita-dongeng, tapi pribadi," ucap lelaki plontos ini.

Selama setahun Ronaldo tak pernah menggunakan kaos biru-Hitam dan nomor 9 miliknya. Ia hanya cuma berlatih dan berlatih. Namun di bawah instruktur gres Hector Raul Cuper, sinar redup itu sepertinya mulai tersingkap. Ia dimainkan lagi ketika Inter tampil di Piala UEFA. Lalu, bukannya kebetulan, ketika beliau turun bermain lagi melawan Lecce di Serie A, 4 November 2001, meski hanya 13 menit.

Harapan melihat Ronaldo tampil utuh mirip sedia era, memang masih menunggu waktu lama. Tapi paling tidak, penampilannya sudah mampu dinikmati tak lama lagi. Masuknya Inter di jajaran atas Serie A trend 2001/02, telah menyemangati dirinya untuk menawarkan sumbangsihnya: agresi-aksi menawan dan gol-gol spektakulernya. Ya, dibutuhkan sekian waktu untuk menandakan bahwa dia memang pantas disebut sebagai penerus Maradona dan Pele.


SERBANEKA RONALDO

→ Jika Pele dan Diego Maradona dengan nomor 10, beliau mengidentikan dirinya dengan nomor 9 

→ Merupakan penyerang paling sensasional ketika ini di dunia, baik dari segi teknikal maupun fisikal. Secara atletis, beliau juga punya kecepatan luar biasa dalam menggiring dan mengolah bola serta membuat gol. Jika dalam kondisi top, tak seorang pun yang bisa menghentikannya. 

→ Tinggal di Milano, berkediaman bersahabat Stadion San Siro, bersama istrinya Milene dan putra semata wayangnya, Ronald, serta sang ibu, Sonia. 

→ Panggilan Ronaldo pertama kali diberikan oleh adik terkecilnya, Nelinho. Ketika masih bocah ia sering dipanggil "Dadado..Dadado" yang akibatnya berubah menjadi menjadi Ronaldo. 

→ Pemain yang paling diidolakannya berasal dari Brasil juga, adalah Arthur Antunes Coimbra alias Zico, yang pernah merumput di Serie A bersama Udinese. 

→ Seperti juga Gabriel Omar Batistuta, salah satu hobinya menonton dan berkecimpung dalam Formula 1. Ia berafiliasi baik dengan pembalap top Ferrari, juara dunia Michael Schumacher. 

→ Pada tahun 1990, beliau pernah dicampakkan Flamengo, ketika menjalani tes pertama kali masuk ke klub sepakbola. Persoalannya sepele dan bukan persoalan teknis; Ronaldo tetap ngotot tinggal di Bento Ribeiro yang jikalau ingin latihan harus menggunakan bus pulang pergi setiap hari ke Rio de Janeiro; sementara klub top Brasil itu tak memberi ongkos transportasi. 

→ Ketika main di Sao Cristovao, seorang pemandu bakat Cruzeiro menyaksikannya dan berkomentar "Benar usianya 16 tahun? Kok, beliau tidak mau menendang bola?" 

→ Banyak yang bilang, dia mirip titisannya Jairzinho; yang lebih banyak menggiring bola ketimbang menendangnya 

→ Waktu bawah umur tubuhnya tinggi dan begitu kurus; bukan alasannya adalah kurang makan 

→ Makanan favoritnya nasi dan ikan, dan juga kentang goreng 

→ Sikap utamanya hening, sopan dan respek terhadap orang. Terlalu pendiam untuk orang yang gres dikenalnya. Tapi kalau di rumah beliau bahagia bergurau, bercanda dengan ucapan dan wajahnya yang dibikin lucu. 

→ Sepanjang kariernya sampai kini, dia meraih 5 prestasi puncak; Juara Piala Brasil 1993, Juara Dunia 1994, Juara Liga Belanda 1995/96, Juara Belanda 1995/1996, Juara Piala Winner 1996/97, Juara Spanyol 1996/97, Juara Piala UEFA 1997/98, Juara Piala Amerika 1999. 

→ Juga masuk nominasi sebagai Pemain Terbaik Dunia 1996, 1997 dan 1998, namun yang baru dimenangkannya ialah Golden Ball 1997. 

→ Di Piala Dunia 1998, dia memenangkan gelar hiburan; penyerang terbaik selama kejuaraan 

→ Sepanjang 6 musimnya di Liga Eropa, dia telah mencetak 118 gol dalam 114 pertandingan, dengan rata-rata 4 gol setiap 5 pertandingan, yang menjadikannya salah satu penyerang terbaik sepanjang kala

DATA DIRI

Nama Lengkap: Luiz Nazario De Lima Ronaldo
Lahir: Bento Ribeiro, 22 September 1976
Tinggi: 183 cm
Berat: 82 kg
Posisi: Penyerang
Negara: Brasil
Ayah: Nelio Nazario de Lima
Ibu: Sonia dos Santos Barata

(foto: interfc/barcafan/sportnaluzi/youtube/dailymotion)

Monday, November 5, 2001

Chievo Punya Ambisi Unik

Bisa jadi ini sebuah anti-teori terkini dalam sejarah Serie A di abad milenium gres. Mau dibilang cuma kebetulan, terserah. Mau dianggap beruntung juga no problemo. Nyatanya tanpa tradisi dan khayalan, Chievo terus meluncur dan mantap menggenggam capolista, pimpinan klasemen, selama tiga pekan terakhir!
teori terkini dalam sejarah Serie A di era milenium baru Chievo Punya Ambisi Unik
Kegembiraan tiga pekan dibentuk oleh Chievo.
Berlaga di sangkar sendiri, Stadio Mario Antonio Bentegodi di kota Verona, Scudetti Serie B 2000/01 itu sukses melindas Perugia 2-0 lewat gol penalti playmaker Eugenio Corini (27) dan sundulan sweeper Lorenzo D'Anna (77). Bentrok kedua tim dilaporkan berjalan sengit, keras menjurus brutal, dipenuhi protes dan hujan kartu. 

Tak heran jika arbitri Stefano Braschi dipaksa kerja keras termasuk sering tubruk urat leher dengan pemain kedua tim. Jalannya pertandingan datang-datang jadi keras cenderung main kayu memasuki menit ke-15 dikala Marco Di Loretto menghantam sayap kanan Chievo, Eriberto Da Silva. Oleh wasit terbaik Serie A Italia tersebut, bek Perugia itu kontan diganjar kartu kuning.

Setelah itu, dalam era waktu 15 menit ke depan, Braschi lagi-lagi merogoh kantongnya untuk memvonis D'Anna dan Simone Perrotta serta Salvatore Monaco (Perugia) dengan kartu kuning, serta espulsi buat gelandang Perugia asal Argentina, Claudio Martin Paris, sebab menghajar dari belakang Federico Cossato di dalam kotak penalti. Suasana kian panas usai penalti Corini sukses menembus gawang Andrea Mazzantini.

Di menit ke-36 dan 38, Braschi kembali menghukum dua pemain tamu Davide Baiocco (kartu kuning) dan Monaco (kartu merah). Urusan kelihatannya bakal runyam sebab kedua pelatih mulai berteriak protes dari pinggir lapangan. Pelatih Perugia Serse Cosmi, yang dikenal sangat temperamental, langsung mencak-mencak melihat kartu merah untuk Monaco.

"Sulit mempercayai dua vonis Braschi dalam waktu berdekatan," ucap Cosmi, yang oleh beberapa wartawan lokal diacungi jempol alasannya adalah taktiknya sukses membendung lawan walau timnya bersisa 9 pemain. "Anda 'kan mampu lihat, Cossato tak berpeluang mencetak gol. Makara tak ada alasan Braschi memberi kartu merah Paris," tambahnya dalam jumpa pers usai pertandingan.

Ambisi Bertahan

Keputusan Braschi atau pendapat Cosmi justru dibenarkan oleh gelandang Chievo, Christian Manfredini. "Saya pikir Braschi tidak perlu memberi penalti serta mengusir Paris atau mengeluarkan Monaco," sebut Manfredini apa adanya. Sayang, tidak ada komentar dari Braschi alasannya adalah memang wasit tidak diwajibkan menghadiri jumpa pers. Keunggulan kubu tuan rumah dipertegas ketika mereka menambah golnya di 10 menit terakhir.

Assist Manfredini dari sayap kiri disambut pas oleh sundulan D'Anna yang maju ke depan. Skor 2-0 tak berubah hingga 3 menit tambahan waktu di tamat babak kedua. Hasil itu disambut sukacita oleh allenatore Chievo, Luigi Del Neri. "Dengan sembilan pemain, Perugia justru bermain anggun. Kami jadi terlihat ndeso dan merasa dipermainkan. Tapi hasil ini secara objektif makin menyelamatkan kami dari zona degradasi. Itu yang terpenting," papar Del Neri rada hiperbola usai pertandingan.

Memang, meski faktanya memimpin klasemen sementara Serie A ekspresi dominan 2001-02, namun semenjak semula Del Neri selalu menyampaikan bahwa sasaran Chievo animo ini cuma bertahan di Serie A alias jangan hingga kena degradasi ke Serie B. Ajaibnya, hal itu terus diamini oleh para pemainnya, termasuk bos Chievo. Luigi Campedelli, serta tifosi setia mereka.

Secara psikologis hal ini sangat positif. Gialloblu selalu bermain lepas tanpa beban atau tekanan. Bagaimana pekan ke depan? Setelah 11 pekan, ketangguhan Chievo sekarang tinggal diuji oleh tiga favorit Serie A animo ini, AC Milan (tandang) pada pekan ke-12, Inter (kandang, 16/12) dan Roma (tandang, 23/12). Milan, yang di dua duelnya ke depan akan main di San Siro, sukses membekuk tuan rumah Parma melalui gol emas Filippo Inzaghi. Demikian pula Roma yang menang 3-1 atas tuan rumah Bologna di Renato Dall'Ara.

"Obsesi kami tetap bertahan di Serie A, meski kesempatan untuk bersaing tetap terbuka. Namun. yang lebih aku pikirkan ialah bagaimana bermain menyerang dan menyerang. Ini terlihat lebih realistis buat kami, terserah orang menganggap kami apa," ungkap Eriberto, gelandang asal Brasil yang pernah membela Bologna seolah menyepakati ucapan pelatihnya.

(foto: gazzetta)

Eugenio Corini: Tokoh Kunci Chievo

Meroketnya Chievo telah mencengangkan banyak pihak. Semua orang bertanya-tanya, kenapa mereka bisa menciptakan kejutan dengan sempat menggenggam capolista selama 4 pekan? Apa rahasianya? Yang pertama, tentu saja kehebatan taktik il tecnico Luigi Del Neri.

Orang yang tengah dipikir-pikir Juventus untuk digaet menggantikan Marcello Lippi ini ternyata sosok instruktur yang perfetto, tepat. Ia piawai memompa motivasi timnya, bahkan dengan bahan ala kadarnya dalam naungan sebuah klub tanpa kisah, tanpa tradisi! Yang kedua? Nah, ini dia.

Meroketnya Chievo telah mencengangkan banyak pihak Eugenio Corini: Tokoh Kunci ChievoUntuk melakukan ilham-idenya, Del Neri tentu perlu kepanjangan-tangannya di lapangan. Ia tak salah pilih menunjuk Eugenio Corini sebagai il capitano, sang komandan lapangan merangkap tokoh fantasista klub yang bangun pada 1929 di animo ini. Inilah sebetulnya kunci sukses Chievo. Sosok Corini patut dicermati. Buat pencinta Serie A yang masih sampaumur, wajar bertanya-tanya siapakah beliau sesungguhnya? Putra kawasan asli Brescia ini bukan barang gres di Lega Calcio. Kiprahnya terbilang agak veteran. Sayangnya, kemunculan pertamanya pada waktu itu sungguh tidak tepat karena Serie A lagi booming tokoh-tokoh brilyan satu posisi dengannya. Corini mencuat pertama kali tatkala bergabung dengan Juventus di awal 90-an. 

Namanya sempat gencar dikipas pers Italia sebagai Stella Aumentante alias bintang kala depan. Meski di sana masih bercokol Roberto Baggio, Thomas Haessler, atau Giancarlo Marocchi, ia langsung merebut perhatian umat. Di Juve, Corini cukup diandalkan pelatih Luigi 'Gigi' Maifredi sebagai cadangan Baggio atau Haessler. 

Sayangnya kesempatan itu tidak berlangsung usang. Ia keburu dijual ke Sampdoria sehabis para talent-scouting Juventus menemukan dua Stella Aumentante lain yang tengah berkeliaran di Serie B bersama Padova, Alessio Tacchinardi dan Alessandro Del Piero!

Kerasnya persaingan bakat-bakat muda dan para protagonista di tubuh Si Nyonya Besar membuat sosok Corini tersingkir, tanpa mendapat kesempatan berlebih. Namun berkat bakat dan kemampuan yang menyatu dengan jiwanya, menjadikan dogma diri Corini memang luar biasa. Celakanya, di kawasan baru ujian hidupnya kembali datang.

Di Sampdoria kiprahnya terang keteteran dengan Roberto Mancini. Begitu juga waktu bergabung di Napoli. Di sini nama Gianfranco Zola - yang dijuluki Marazola dan digadang-gadang sebagai maestro baru pengganti Diego Maradona - sedang harum merekah. Akibatnya Corini hanya mendapat kesempatan 17 kali main membela Napoli.

Akhirnya beliau pulang kampung lagi ke kampung halamannya. Namun gres semusim membela Brescia lagi, Piacenza terpincut dengannya. Di sini dia juga hanya kuat semusim karena tugas yang dilakoninya tak sesuai dengan kemampuan dan huruf dirinya. Di Piacenza-lah Corini mencatatkan rekor disiplin terburuk dengan 8 kartu kuning dan sekali kartu merah. Semua itu akhir tugas yang harus dilakoninya: sebagai gelandang bertahan.

Angin Kedua

Tawakal dengan cobaan hidupnya, perjalanan karier Corini mulai bersinar lagi tatkala direkrut Verona. Dia begitu puas menikmati permainannya. Dia seperti mendapat angin kedua. Buktinya dia betah hingga tiga ekspresi dominan sampai 1998/99. "Verona yakni tempat di mana aku merasa hidup kembali. Saya pikir aku telah mengambil keputusan tepat mau pindah ke sini," kenang si spesialis penalti dan bola-bola mati ini.

Ya di citta delta Romeo e Giuletta storia, kota asal cerita dongeng romantika Romeo dan Juliet inilah pangkal awal kebangkitan kariernya. Walau sempat membuat menciptakan murka tifosi Verona karena ia pindah ke Chievo, klub tetangga sebelah yang selalu rawan konflik, namun berkat kematangan hidupnya beliau hening dalam mengambil keputusan berikut.

Alasan kepindahan ke Chievo, klub yang waktu itu baru saja promosi, sangat terperinci: Corini mulai 'disingkirkan' di musim terakhirnya bersama klub yang meraih scudetto pada 1984/85 itu. "Dalam sepak bola, aku memahami arti kerja keras. Saya telah melewati era-periode sulit dan sekarang mencicipi kepuasan," tutur Corini, sesudah mapan bersama Chievo.

Meroketnya Chievo telah mencengangkan banyak pihak Eugenio Corini: Tokoh Kunci Chievo"Target kami cuma ingin bertahan di Serie A. Tak masuk nalar bila Chievo berambisi sama dengan Milan atau Juventus," sambungnya. Saat pindah ke Chievo, klub bernama Mussi Volanti alias Keledai Terbang, Corini berumur 29 tahun, usia yang cukup matang buat seorang pria. Satu hal yang amat menunjang atau membangkitkan kembali perannya tiada lain berkat ciamiknya mercato yang dilakukan Chievo. Untuk itu beliau angkat topi buat Luigi Campedelli, sang pemilik klub. Tanpa terasa, datang-tiba Corini sudah empat tahun bersama Chievo.

Dia sangat diandalkan pelatih Luigi Del Neri, dan juga pemilik klub, beliau lebih banyak untuk dijadikan patron atau model buat rekan-rekannya yang kebanyakan masih punya jam terbang minim. Saking masih 'kampungannya' para pemain Chievo berlaga di Serie A, konon lutut beberapa dari mereka sudah bergetar melihat kemegahan Stadion San Siro menjelang duelnya melawan AC Milan, Ahad (2/12) ini.

"Mereka nervous sebab semenjak awal aku katakan itulah kawasan sesungguhnya ujian kalian," sebut Campedelli, bos Chievo yang bersosok mirip Bill Gates, mahajutawan pemilik Microsoft. Ah, untungnya ada Corini. Mau tak mau, di ketika mirip inilah peran dan peran Corini sangat dibutuhkan.

Fakta tak terbantahkan, hingga menjelang setengah putaran kompetisi, geliat Gialloblu banyak melahirkan decak kagum masyarakat dan pers karena permainan menawan dan posisi di tangga klasemen. Sulit untuk tidak mengatakan bahwa Eugenio Corini ialah jenderal lini tengah yang menjadi tokoh sukses Chievo sejauh ini.


DATA DIRI
Lahir: Bagnolo Mella (Brescia), 30 Juli 1970
Warganegara: Italia
Tinggi/Berat: 173 cm/73 kg
Debut Seria A: 21 Oktober 1990; Juventus vs Lazio 0-0
Posisi: Gelandang
Nomor Punggung: 5
Kontrak: Juni 2002

DATA KARIER
Musim
Klub
Serie
Main/Gol
Menit
KK/KM
2001/02
Chievo
A
11/4
1.055
2/0
2000/01
Chievo
B
36/7
3.357
6/0
1999/00
Chievo
B
31/6
2.846
7/0
1998/99
Chievo
B
7/0
593
2/0
1998/99
Verona
B
2/0
143
0/0
1997/98
Verona
B
35/3
3.172
7/0
1996/97
Verona
A
1/1
680
0/0
1995/96
Piacenza
A
32/1
2.702
8/1
1994/95
Brescia
B
24/2
1.735
7/1
1994/95
Napoli
A
3/0
57
0/0
1993/94
Napoli
A
14/0
1.040
3/1
1992/93
Sampdoria
A
24/4
2.005
0/0
1991/92
Juventus
A
22/1
770
2/0
1990/91
Juventus
A
25/1
1.651
5/0
1989/90
Brescia
B
34/9
0
0/0
1988/89
Brescia
B
29/0
0
0/0
1987/88
Brescia
B
14/0
0
0/0
1986/87
Brescia
B
0/0
0
0/0

(foto: stpauls/thebigsoccer)