Tuesday, February 3, 2004

Cerita Aib Nigeria Di Kamar 343

Banyak kejutan terjadi di Piala Afrika 2004. Untuk pertama kalinya, Tunisia meraih titel juara. Lalu, ada berbagai pemecatan instruktur dan pemain sebelum dan selama turnamen, vandalisme, sampai perampokan. Tapi yang terheboh, sudah pasti, skandal atau beberapa insiden yang menerpa Super Eagles alias tim nasional Nigeria.

 ada berbagai pemecatan pelatih dan pemain sebelum dan selama turnamen Kisah Aib Nigeria di Kamar 343

Seperti sudah garis tangan, bukan sepak bola Afrika jikalau tidak ada kehebohan. Bahkan di luar logika sekalipun. Di benua yang lafalnya berasal dari pengecap orang Arab, Ifrikiya, itu sering banyak kelucuan, terkadang dongeng angker.

Unsur klenik, memakai dukun atau santet biar tim lawan jadi lemas bermain atau ngaco, masih mentradisi di milenium gres ini. Bahkan hal itu masih muncul di Tunisia, negeri yang bekerjsama religius, di mana seharusnya segala kelakuan bejat haram terjadi.

Edisi kontroversial diawali dikala Ephraim Masabha, pelatih Bafana-Bafana -  tim nasional Afrika Selatan - dipecat SAFA (“PSSI” Afsel) lantaran terlalu ngotot menarik bintang Afrika Selatan yang bertebaran di Eropa. Lalu, setelah bermain di perempatfinal, dan kalah, datang-datang El-Hadji Diouf (Senegal) menantang seluruh isi stadion sambil berkecak pinggang. Lho? Dengan lantang, pemain Liverpool itu berani memaki-maki tim tuan rumah Tunisia. Sontak, CAF (Konfederasi Sepak Bola Afrika), atas rekomendasi FIFA, menghukum penyerang paling nyeleneh itu.

Bukan apa-apa, masalahnya Presiden Tunisia, juga petinggi CAF dan FIFA, masih belum angkat pantat dari stadion! Masih di tengah perhelatan ajang berusia 47 tahun, pintu kamar mandi sebuah hotel jebol berat akibat didobrak oleh pria asal Guinea bernama Bobo Balde. Apakah bek Glasgow Celtic ini sangat kebelet mau kencing? Sama sekali bukan! Tak tahunya dia melampiaskan kemarahan, berang dong, seusai timnya kalah dari Mali. Dampaknya, Balde pun merogoh koceknya sebesar 500 dolar untuk bayar denda.

Tapi episode yang paling bikin Anda melamun terjadi pada tim nasional Nigeria. Yang pertama barangkali Anda tidak perlu sampai mengelus dada. Ceritanya begini. Pulang tanding lawan Zimbabwe, yang mereka remukkan 5-3, biji mata lima punggawa tim Super-Eagles membulat begitu hingga kamar hotel.

Tawa ha-ha he-he dan guyonan Geremi Njitap, Idriss Kameni, Mohammed Idrissou, dan Daniel Ngom Kome, langsung stop karena melihat bekas pintu didobrak dan kamar mereka awut-awutan. Setelah dihitung tekun bareng-bareng sambil harap-harap cemas, total 66 ribu pound uang mereka dirampok dari safe deposit box yang dijebol paksa ala Balde. Ekstra apes untuk Geremi, si gelandang kekar Chelsea. Jam Rolex-nya seharga 20 ribu pound, sekitar Rp 300 juta, secara tidak resmi telah pindah tangan.

Nah telenovela Nigeria yang kedua badung membuat Anda mengucek-ucek mata, jadi berdoa atau malah mengutuk. Pasalnya ini amat geger. Kisah bermula saat tiga pemain yang cari makan di Eropa, Aiyegbeni Yakubu (Portsmouth), Celestine Babayaro (Chelsea), dan Victor Agali (Schalke), pulang bareng seusai tubruk. Menurut sebuah insider, mereka terpaksa tidak pulang bareng dengan tim alasannya adalah habis dimaki-maki oleh pelatih nasional dengan dakwaan tidak disiplin. Maklum, saat itu Nigeria secara mengejutkan kalah dari Maroko.

Skandal Bejat

Berdasarkan inside stories dan investigasi lengkap dari Vanguard, koran olah raga terbesar di Lagos, dongeng Aiyegbeni, Babayaro, dan Agali jadi menggegerkan khalayak ramai. Kenapa? Rupanya mereka ketangkep berair di sebuah kamar, berpesta seks!

“Mereka bukan saja melanggar disiplin tim, bejat, tapi sudah bikin aib negara! Pemerintah harusnya ikut menghukum mereka. Tapi biarlah, sisanya Tuhan yang akan menghukum mereka. Garba Lawal dan Ifeanyi Ekwueme akan menggantikan posisi para pembejat itu,” kata Dr. Rafiu Ladipo, pemimpin kontingen suporter Nigeria.

Para petinggi Nigerian Football Association (NFA) dan Kementerian Olah Raga Nigeria eksklusif menilik kejadian 27 Januari nan memalukan itu di kota Monastir. Saksi telah didapat, yakni seorang ofisial tim dan sekuriti hotel. Ketiga pemain berkilah itu sebagai urusan pribadi, namun NFA tetap bereaksi keras.

“Saya sangat shock. Ini tindakan indisipliner terparah, tidak patriotik, dan kami sulit mengampuninya. Anggota Dewan NFA telah bertemu dan setuju untuk memulangkannya. Tindakan mereka itu bisa menulari pemain lain,” gerutu Presiden NFA, Haji Ibrahim Galadima.

Kejadian bermula periode ketiga pesepak bola ini keluyuran malam seusai kalah di partai awal penyisihan grup. Mungkin sebagai pelampiasan kecewa akhir dimaki-maki oleh manajer tim serta ketua rombongan, mereka - Yakubu, Babayaro, dan Agali – malah menjudikan reputasi dirinya dan juga negaranya. Awalnya, sekuriti hotel mencurigai ketiganya lantaran bermain ‘kucing-kucingan’ dengan tiga perempuan bule tidak dikenal.

“Saya terus memonitor pergerakan ketiga wanita itu sejak memesan kamar di lantai tiga. Beberapa pemain juga diawasi sesuai dengan ajakan ofisial tim. Melihat ada yang menyelinap masuk ke kamar wanita itu, saya laporkan langsung ke ofisial tim,” tutur sekuriti hotel tersebut.

Seluruh tim Nigeria tinggal di lantai empat Kuriat Palace, hotel berbintang lima. Berniat nyelonong ke lantai lain kemudian ‘ketanggor’ tentu saja mencurigakan. Mereka tetap melakukannya. Yang terjadi kemudian bikin verbal orang menganga. Atas tunjangan petugas hotel, para ofisial membuka membisu-membisu pintu kamar dengan kunci cadangan.

“Apa yang kami saksikan ketika itu mungkin menciptakan anda tak percaya. Kami menemukan mereka tengah bergumul berpasang-pasangan. Gilanya, meski sudah melihat kami, mereka tak menghentikan aksinya!” ujar seorang ofisial masih tak percaya melihat adegan luar biasa tersebut. Barangkali ya memang tanggung.

Tak disebutkan bagaimana cara menyetop orgy kolosal di kamar 343 itu. Tapi sesudah simpulan, cuma kaum wanita yang diinterogasi sekuriti hotel. Dari verbal ketiga cewek bule tersebut – dua dari Inggris dan satu Jerman – keluar pengesahan bahwa mereka sengaja diinapkan oleh Agali cs. Nigeria pun geger. Laporan Vanguard dan harian This Day membuat pro-kontra dan polemik bermunculan di masyarakat.

Nigeria bak ditabok telak. Aib hina ini awalnya tak terendus eksklusif media lokal dan abnormal. Menteri Olah Raga Kolonel Musa Muhammed, marah semurka-murkanya dan bilang bangsa terhinakan. Meski akhirnya meraih juara ketiga, prestasi Super-Eagles menjadi tidak berarti. Banyak masyarakat yakin skandal di Kamar 343 itu telah menguras mentalitas serta stamina skuad nasional Nigeria. Ketiga pemain internasional Super-Eagles tersebut tentu wajib dan harus segera meminta maaf pada NFA. Namun itu hanya dilakukan Babayaro. 

Sementara dua lainnya tidak mau. Yakubu buru-buru kabur ke Portsmouth dengan sakit hati alasannya adalah merasa peristiwa itu dibesar-besarkan. Reaksi paling keras tiba dari Victor Agali. “Kenapa harus minta maaf? Hal itu akan menawarkan bahwa kami salah. Saya berani jamin bahwa kami tak melaksanakan apa pun. Saya akan menuntut NFA dan Menteri Olah Raga kalau perkawinan kami terganggu,” kilah striker kelahiran 27 Juni 1979 yang mengaku tak dicurigai istrinya.

Gilanya lagi, penyerang FC Schalke itu malah menyerang ke sana ke mari, termasuk ke instruktur Nigeria, Christian Chukwu, yang dinilainya tidak cakap dan kurang pandai.  “Ah, mereka itu cuma ingin menyelamatkan jabatannya saja setelah kekalahan pertama. Saya juga kaget. Saat menangani berita ini gaya Pak Menteri seperti tentara. Beliau tidak memberi kami waktu untuk membela diri,” lanjut Agali, yang lupa bahwa sang menteri memang tentara!

Kutukan Langsung

Tahukah Anda apa yang terjadi pada Agali kemudian? Setibanya di Jerman, dia di-PHK klubnya karena malu dengan kelakuan tidak terpujinya! Oleh manajer Schalke, Rudi Assauer, lelaki setinggi 193 cm itu disarankan bergabung ke klub Swiss, FC Basel. Agali mesti membayar dosa dan kesalahannya secara langsung. Reaksi Agali? Kali ini pemain yang gabung sejak 2001 itu tidak bernafsu kecuali pasrah. 

“Saya kecewa sekali. Ini datang-tiba sekali,” keluh Agali pada Kicker. “Sebelum winter break, saya enggan pergi dengan free-transfer, mereka ingin memperpanjang kontrak. Schalke ambil laba dikala saya pergi ke Tunisia. Padahal aku yang terbanyak mencetak gol di Schalke dua tahun terakhir,” omel Agali.

Kutukan Yakubu lain lagi. Manajer Porthsmouth, Harry Redknapp, seolah tidak mau tahu dengan skandal seks yang dianggapnya sebagai duduk perkara pribadi. Dia justru merasa bahagia begitu striker berusia 22 tahun itu diusir Super-Eagles karena tenaganya dibutuhkan klubnya. Bahkan Redknapp menyuruhnya buru-buru terbang ke Portsmouth untuk menghadapi Wolverhampton Wanderers di tabrak Premier League, beberapa hari kedepan.

Namun, seperti Agali, kali ini Yakubu pun mesti membayar dosa dan kesalahannya. Saking terburu-burunya ke pertandingan Sabtu (31/1), penyerang klub Pompey berleher beton itu menuruh sopirnya untuk ngebut, mengendarai mobil dengan kecepatan tidak masuk akal di jalanan umum.

Sontak mereka dikejar patroli jalan raya. Di lampu merah, mobil Yakubu distop polisi, dan beliau ditilang sebab melanggar batas kecepatan. Untung, pak polisi mengenali wajah Yakubu yang tidak mengecewakan ngetop lantaran jadi pemain Portsmouth. Setelah catat sana-sini, dia dilepas beberapa menit lalu. Walhasil, dia telat 19 menit sesudah waktu kick-off. Itu yang membuatnya baru dimainkan Redknapp di babak kedua. 

Mendengar informasi ini, tabloid The Sun sontak mengirim wartawannya untuk mengonfirmasi info tersebut, kemudian bertemu dengan inspektur polisi John Happel. “Betul, anak buah aku menilangnya alasannya beliau (Yakubu) memaksa sopirnya mengebut untuk mengejar waktu kick-off. Itu alasan mereka. Kami harus semakin tegas dengan kebut-kebutan alasannya adalah belum lama ini ada anggota Parlemen Inggris mengalami kecelakaan di kota ini,” beber Inspektur Happel. Ah, seandainya Pak Polisi tahu alasan dari alasan tilang itu niscaya melongo juga.

(foto: nigerianeye/dailymail/solofutbol/naijaloaded)

Saat Sepp Blatter Membela Afrika

Menjelang undian kualifikasi grup Piala Dunia 2006, Desember 2003 silam di Frankfurt, pria berkuasa yang menguasai bahasa Inggris, Spanyol, Prancis, Italia, plus Jerman ini datang-tiba mengecam perilaku “orang-orang Eropa” pada orang-orang Afrika di depan elite UEFA. Waw, ada apa dan mengapa beliau hingga nekat bertindak begitu?

Menjelang undian kualifikasi grup Piala Dunia  Ketika Sepp Blatter Membela Afrika
Konkretnya, Sepp Blatter geram dengan kelakuan klub top Eropa yang mencomot bakat-bakat Afrika secara serampangan. “Saya lihat ada yang tidak sehat, jika tak pantas disebut kekejian, saat klub kaya mengirim pencari bakat untuk cari pemain di Afrika, Amerika Selatan, dan Asia dengan cara memberi keinginan. Setelah dilatih serius, mereka memainkan (politik) uang dikala pemain tadi tertimpa kesulitan,” terperinci Blatter berapi-api.

Yang paling banyak jadi korban, siapa lagi jikalau bukan Benua Hitam. Tak terhitung berapa belum dewasa Afrika yang dieksploitasi besar-besaran oleh agen-distributor yang berstatus unscrupulous, tak bermoral. Dalam kolomnya di The Financial Times, laki-laki kelahiran 10 Maret 1936 ini berani menyebut frasa Football Slavery alias perbudakan sepak bola (oleh Eropa)!

Buat negara-negara dunia ketiga, Blatter adalah hero mereka. Dia punya moto “Football for All, All for Football”. Visinya yaitu tiada hari tanpa modernisasi sepak bola, dan tentu saja keadilan untuk semua insan. Kapasitas jabatannya melebihi seorang pemimpin negara mana pun sebab sebagai capo di cappi tutti (bos dari segala bos), ia ialah presiden dari 204 negara sejagat. Makara kekuatan dan kekuasaan untuk mempengaruhi atau mengubah keadaan amat mumpuni. Ironisnya, realitanya tidak begitu.

Menjelang undian kualifikasi grup Piala Dunia  Ketika Sepp Blatter Membela Afrika

Joseph “Sepp” Blatter (68) mengaku saban hari selalu menemukan permasalahan di sepak bola yang juga menjadi misinya. Dan orang Swiss ini tampak pro anti-kemapanan. Perkembangan sepak bola di Monserrat atau Ethiopia, wasit yang curang, klub yang tak membayar gaji pemainnya, transfer terselubung, perkara doping Rio Ferdinand, hingga perkara akhir hayat pesepak bola. Karena harus terus berada di tengah-tengah, bila ombak ada di kiri dia harus membanting kapal (FIFA) ke kanan dan sebaliknya, balasannya Blatter rentan dimusuhi segala pihak mulai orang per orang, instruktur, bos klub, perusahaan, bahkan negara!

Bahkan dengan UEFA, dia tidak akur. Blatter sering bersilat lidah dengan Presiden Lennart Johansson. Maklum, konotasi UEFA yaitu profesional, kapitalis, uang alias cari untung. Sementara itu, FIFA condong amatir, penyamarataan, mengarah ke sosialisme. Itulah yang membuat Blatter - suksesor Dr. Joao Havelange semenjak 8 Juni 1998 - lebih terkenal di kalangan proletar ketimbang borjuis.

“Istilah perbudakan sepak bola yaitu gambaran seorang pemain bola yang di akhir karier jatuh miskin dan tak punya cukup uang untuk membiayai kehidupannya yang jauh dari Tanah Air-nya,” papar eks pesepak bola Liga Amatir Swiss di abad 1948-71 itu. Blatter menuduh klub kaya Eropa telah memperkosa hak-hak sosial dan ekonomi para pemain Afrika dengan berbungkus membangun dunia untuk talenta dan hiburan atau industri. Jika terlalu berorientasi market, kehormatan, dan integritas berada di ujung tanduk.

Munculnya tarik-ulur antara klub Eropa dan negara-negara Afrika menjelang Piala Afrika 2004 menandakan teori Blatter benar. Tunisia harus berterima kasih pada bos besar FIFA ini yang mengancam akan menghukum klub-klub Inggris kalau tak melepas pemain Afrika untuk membela negaranya. “Kelakuan klub-klub kaya Eropa itu seperti neokolonialis, penjajahan gres, yang merampok warisan dan budaya munculnya pemain-pemain ahli di bagian dunia. Jika tak waspada, sepak bola akan menjadi sebuah permainan ketamakan. Saya akan lawan itu sekuat tenaga,” komitmen Blatter.

Identitas Eropa

Andaikata Anda yaitu bagian dari sebuah klub yang begitu digdaya, maka Anda tentu saja gembira dan puas. Perasaan lain akan muncul jikalau anda berada di pihak yang disetir uang. Ingat perkara Kaka, yang dilarang dijamah tim nasional Brasil oleh AC Milan? Pekerjaan rumah Blatter tampaknya masih menumpuk.

Memang sudah seharusnya Eropa, dan juga sebagian Amerika Latin, tak boleh menyepelekan Afrika. Banyak fakta tersaji bahwa kehebatan beberapa negara di dua kontinen itu didongkrak oleh putra-putra Afrika. Siapa yang paling berpengaruh mengakibatkan Prancis juara dunia pertama kalinya pada 1998? Zinedine Zidane ‘kan? Dari mana beliau? Aljazair, negara di Afrika Utara.

Lalu masih ingatkah anda akan gol emas Basile Boli, yang mengantar Olympique Marseille sebagai klub pertama Prancis yang menjuarai Liga Champion edisi perdana pada 1992/93? Boli yakni bek kenamaan Les Bleus asal Pantai Gading. Siapa yang melesatkan reputasi Benfica, bahkan tim nasional Portugal di kurun 1960-an? Jelas Eusebio Ferreira. Legenda hidup Portugis ini diadopsi eksklusif dari tanah leluhurnya, Mosambik, yang berada di sentra Benua Hitam.

Di pentas Liga Champion 1961/62, dua gol terakhir Eusebio menamatkan perlawanan klub 'bule' Real Madrid 5-3 di Amsterdam, 2 Mei 1962. Di Piala Dunia 1966, Portugal mencatat prestasi sempurna dalam penyisihan grup. Hongaria disikat 3-1, Bulgaria 3-0, dan Brasil 3-1! Lalu dia bikin empat gol beruntun dan menang 5-3 atas Korea Utara. Akhirnya, satu gol Eusebio ke gawang Lev Yashin (Uni Soviet) di selesai tiga-empat memberi titel terbaik Portugal sampai sekarang.

Kalau mau jujur, kehebatan Brasil sampai sekarang juga berkat Afrika. Sebagai jajahannya, Portugal mendatangkan budak-budak dari koloninya di Afrika mirip Mozambik atau Angola. Dari moyang mereka, lahirlah Pele, Leonidas, Garrincha, dan seterusnya. Di periode modern, pemain ber-DNA Afrika makin bertebaran. Marcel Desailly contohnya yang asli orang Ghana. Tapi, dialah pemegang cap terbanyak Les Bleus, 112 kali (terakhir 18/2 vs Belgia), ketimbang putra orisinil Prancis yang juga menjadi kapten, Didier Deschamps (103).

Banyak alasan mereka hingga menukar kewarganegaraan. Ada yang dibajak mirip Eusebio Ferreira dulu hingga yang termuda, Freddy Adu, anak Ghana berumur 14 tahun yang digaet Amerika Serikat. Tapi, dalih terbanyak ialah profesionalitas dan gengsi, yang ujung-ujungnya soal persamaan hak. Jika ingin maju, ingin lebih sukses, ingin punya kesempatan dan hak apa saja, bermainlah dan jadilah warga Eropa!

Menjelang undian kualifikasi grup Piala Dunia  Ketika Sepp Blatter Membela AfrikaTapi tak semua anak Afrika bersikap sama. Frederic Kanoute memulangkan paspor Prancis dan mendapatkan Mali sebagai negara yang harus diabdinya. Luar biasa. Tapi di masa depan, cerita Kanoute hanya jadi kisah langka.

Yang ada malah kebalikannya. Di kemudian hari bakal semakin banyak belum dewasa Afrika akan dipaksa, atau terpaksa, harus ber-KTP Eropa. Menyanyikan lagu kebangsaan negeri gres, mengenakan simbol yang tidak cocok di seragam hingga berlagak-lagu ala bule. Untuk keberlangsungan hidup atau memuja passion, mereka akan begitu. Menjual identitas lama demi identitas baru. Apa mau dikata, bukankah mereka lebih meyakini aturan ‘terkuat’ di bumi, hak asasi manusia?

EROPANISASI AFRIKA

ALJAZAIR: Zinedine Zidane (Prancis); AFRIKA SELATAN Sean Dundee (Jerman); SENEGAL Patrick Vieira (Prancis), Ibrahim Ba (Prancis), David Bellion (Prancis); KONGO Claude Makelele (Prancis), Peguy Luyindula (Prancis), Blaise N'Kufo (Swiss), Emile Mpenza (Belgia), Mbo Mpenza (Belgia), Kiki Musampa (Belanda), Ali Maboula Lukunku (Prancis), Gaby Mudingayi (Belgia), Patrick Dimbala (Belgia), Vincent Kompany (Belgia); GHANA Freddy Adu (AS), Gerald Asamoah (Jerman), Marcel Desailly (Prancis), George Boateng (Belanda), Eric Ofori Okyere (Belgia), Daniel Ofori Okyere (Belgia); NIGERIA Emmanuel Olisadebe (Polandia), Okonkwo Digger Ifeani (Malta), Shola Ameobi (Inggris), Ugo Chukwu Ehiogu (Inggris), Ade Akinbiyi (Inggris), George Ndah (Inggris); PANTAI GADING Olivier Kapo (Prancis), Djibril Cisse (Prancis); KAMERUN Jean Alain Boumsong (Prancis), Charles Itanje (Prancis), Bruno N'Gotty (Prancis), Pascal Nouma (Prancis); TUNISIA Sabri Lamouchi (Prancis); MESIR Rami Shabaan (Swedia); SIERRA LEONE Carlton Cole (Inggris); SOMALIA Fabio Liverani (Italia); ETHIOPIA Youssouf Hersi (Belanda); ZAMBIA Robert Earnshaw (Wales); MOZAMBIK Abel Xavier (Portugal); MAROKO Yassine Benajiba (Belgia); GAMBIA John Alieu Carew (Norwegia).

(foto: swiss.gosip/news.yahoo/sofoot)