Monday, December 22, 2014

Lionel Messi (3 - Habis): Belum Teruji Di Premier League

Selain titel Piala Dunia, faktor lain yang mencurigai kadar kelegendaan Lionel Messi tiada lain soal kiprah satu-satunya di Barcelona dan hanya bermain di La Liga. Beda dengan Diego Maradona yang selain merumput di tanah Spanyol juga bermain di Serie A dan Liga Argentina, tidak demikian dengan Messi. Berbeda dengan Cristiano Ronaldo yang pernah tampil di Premier League Inggris dan Primeira Liga Portugal. Buat sebagian pihak, hal ini ternyata sangat signifikan menjadi satu hipotesis.
 faktor lain yang meragukan kadar kelegendaan Lionel Messi tiada lain soal kiprah satu Lionel Messi (3 - Habis): Belum Teruji di Premier League
Akankah Lionel Messi seumur hidupnya hanya bermain di La Liga?
Bahkan Messi itu belum pernah merumput di Liga Apertura atau Clausura di negerinya sendiri! Lantas bagaimana jikalau Messi bertemu klub papan bawah Premier League atau kasta lebih rendah lagi yang dikenal punya bek-bek bengis dan kejam tiada ampun? Membayangkan Messi beraksi di depan Stoke City atau Millwall di Piala FA bakal menjadi keinginan tersendiri buat khalayak dunia. Di langgar resmi, selama ini Barcelona hanya bertanding dengan klub-klub papan atas di ajang Liga Champion. Arsenal, Chelsea, Liverpool, Manchester City, dan Manchester United.

Begitu pula andai Messi main di Italia yang punya barisan pertahanan super ketat. Apakah beliau sanggup melewatinya dan tetap menjadi raja gol seperti yang disandangnya di Spanyol dan Eropa? Sepak bola olah raga unik. Kadang-kadang tubruk terberat bukan dikala meladeni klub-klub elite, tapi justru di depan klub-klub kecil berteknik lemah yang sangat mengandalkan kekuatan fisik. Lepas dari segala argumentasi, benar juga kalau disebut Messi belum teruji terutama di Inggris dan Italia.

Paul Hayward, redaktur olah raga The Telegraph bahkan menyebut Liga Spanyol tidak mempunyai kekuatan paripurna dan pertahanan sempurna untuk menghentikan sepak terjang penyerang. Faktor inilah kenapa Messi, termasuk Cristiano Ronaldo, terus merajalela di Spanyol. Ronaldo melaksanakan banyak tipuan untuk mengelabui bek-bek Premier League sewaktu membela Manchester United. Dia juga beberapa kali terkena kartu merah akibat emosi yang bablas setelah habis akal.

Tensi Ronaldo kini jauh lebih kalem di La Liga. Messi malah belum pernah mencicipi provokasi pemain dan tekanan penonton khas Inggris atau Italia. Secara masif, dia tak pernah dikerjai bek keras bin kerok macam Ryan Shawcross atau Giorgio Chiellini. Berbeda dengan La Liga, Premier League dan Serie A punya kesamaan esensial di mana sepak bola hasil jadi tujuan utama. "Untuk menghormati ciri khas sebagai hiburan, La Liga berubah menjadi menjadi permainan basket bagi kedua superstar-nya," tulisnya.

Kelemahan klub-klub Spanyol yaitu counter-balancing force, kekuatan menahan serangan balik yang menciptakan Messi dan Ronaldo sangat merajalela, duopoli yang sulit dilarang serta nyaris untouchables. Saat itu baik Messi maupun Ronaldo bak banteng mengamuk. Jika keduanya sudah satu melawan satu dengan bek, maka 90 persen menghasilkan gol. Bayangkan dalam sepekan di pekan kedua Desember, dua megabintang itu mencatat rekor-rekor yang bikin mata orang mendelik.

Sepak Bola Ding-Dong

 faktor lain yang meragukan kadar kelegendaan Lionel Messi tiada lain soal kiprah satu Lionel Messi (3 - Habis): Belum Teruji di Premier League
Faktanya, di Inggris Lionel Messi hanya bisa bikin satu gol.
Usai mencetak hattrick ke gawang Celta Vigo, Ronaldo mengemas rekor barunya: 23 kali mencetak tiga gol atau lebih yang menumbangkan Alfredo Di Stefano dan Telmo Zarraonandia Montoya (22 kali). Tak usang kemudian, Messi juga menumbangkan rekor total gol Telmo Zarra (251). Tiga golnya ke gawang Espanyol melambungkan rekor baru dengan 253 gol. Sistem permainan di La Liga terang-jelas menyuburkan kedua bintang saling memperbarui rekor-rekor sensasional.

Messi dan Ronaldo memasuki zaman keemasan. Keterampilan yang memukau, aplikasi permainan yang di atas rata-rata, kharismatik, atletis; merupakan hiasan asli publik layaknya matador usai menusuk-nusuk punggung banteng kemudian mengeksekusinya sampai tewas. Penonton pun bersorak kegirangan "ole! ole! ole!". Sungguh pemandangan yang ironis mengingat di abad sepak bola modern, dominasi seharusnya sulit mendapat daerah.

Mencetak gol selalu ditunggu-tunggu dalam sepak bola. Namun terlalu mudah mencetak gol melahirkan banyak pertanyaan. Apakah keduanya terlalu dihormati atau dilindungi? Bagaimana La Liga jika mereka usang cedera barengan? Ada apa dengan sistem permainan? Apa sebab mereka itu pemain Real Madrid dan Barcelona? Seberapa jauh kepentingan para sponsor, pengiklan, bahkan pemegang hak siar atas terciptanya sensasi Messi dan Ronaldo setiap pekan?

Lupakan praduga liar seperti itu. Sistem permainan sepertinya paling disorot. Andai pun bukan Messi atau Ronaldo, maka Karim Benzema, Gareth Bale, Isco, James Rodriguez, Neymar Da Silva atau Luis Suarez bakal bertindak sebagai pengganti mereka secara otomatis. Perlu diingat, lewat talenta dan keterampilannya, seorang Messi mampu bikin gol dari setengah lusin sudut tanpa perlawanan. Di Inggris Messi hanya bisa bikin satu gol. Ketidak-seimbangan permainan di La Liga pun semakin jelas.

Di Premier League, Messi mampu sangat menderita, terutama menghadapi bek-bek Stoke City, West Ham, atau Southampton. Ronaldo, Thierry Henry, Ruud van Nistelrooij hingga Luis Suarez pun merasakannya. Mereka pernah 'dizalimi' bek-bek Premier League. Perbedaan rasa permainan, ditambah dengan kehebatan talenta kadangkala membuat laga-laga di La Liga mirip sepak bola ding-dong.

Boleh disebut semua ini dikarenakan oleh sistem. Gara-gara sistem seperti ini pula lahir anggapan stereotif bahwa bek-bek di Spanyol berkelas rata-rata. Kehebatan pemain butuh kekuatan besar lawan biar terlihat semakin brilyan. Sayang La Liga tidak menyediakan. Inikah yang menjadikan Messi dan Ronaldo menerima nirwana reputasinya?

(foto: isu-mali/soccermaylife)

Sunday, December 21, 2014

Lionel Messi (2): Diimpikan Korea Utara

Ada sebuah cerita dari Korea Utara belum usang ini. Kisah wacana harapan anak-anak negeri itu di kurun depan. Apakah mereka berhasrat menjadi tentara dan siap berperang dengan Korea Selatan? Tidak, belum waktunya. Apakah pada bermimpi pergi ke Eropa untuk menyaksikan pribadi aksi para bintang? Tidak, justru sebaliknya.
Ada sebuah cerita dari Korea Utara belum lama ini Lionel Messi (2): Diimpikan Korea Utara
Fenomena kepopuleran Lionel Messi di Korea Utara.
Menurut seorang pejabat tinggi asosiasi sepak bola Korea Utara, belum dewasa mereka ternyata amat keranjingan dengan Lionel Messi. Singkat kata, sang pejabat itu berniat mengundang bintang Argentina dan Barca itu ke negerinya sesudah mendengar permintaan bawah umur mereka. Ucapan ini mengakibatkan spekulasi terselubung.

Beberapa media massa di Barat menduganya bukan dari impian para bocah, namun bekerjsama kemauan sang pemimpin; Kim Jong-un. Sudah jadi buah bibir di seantero negeri bahwa Kim Jong-un sangat menggemari sepak bola mirip ayahnya, Kim Jong-il dan kakeknya, Kim Il-sung, sang yang kuasa negeri pintu besi.

Ada sebuah cerita dari Korea Utara belum lama ini Lionel Messi (2): Diimpikan Korea Utara
Apakah Lionel Messi juga mengidolai Kim Jong-un, setidaknya gayanya?
Di balik sifat introvert-nya diktator berusia 31 tahun itu amat kondang sering membuat sensasi. Selain aneh bola, putra bungsu mendiang Kim Jong-il itu juga penggemar bola basket. Februari 2013, tanpa diduga Jong-un mengundang bintang basket AS, Dennis Rodman dan rombongan Harlem Globetrotters ke negerinya untuk bereksibisi. Di lalu hari, Jong-un malah berteman dengan Rodman. Kedatangan Messi agaknya menjadi tujuan berikutnya untuk menebar kegemparan.

"Saya ingin undang Messi alasannya adalah belum dewasa kami mencintainya," sebut Han Un-gyong, satu-satunya perempuan se-Korea Utara yang menjadi Exco di AFC, konfederasi sepak bola Asia. Menurut Un-gyong, bawah umur Korea Utara segala umur dan jenis kelamin, selalu menyebut nama Messi saat ditanyakan siapa pemain idola mereka. "Mereka menyayangi alasannya adalah Messi orang yang sangat jujur dan ikhlas ikhlas. Dia menyayangi belum dewasa," tambahnya. Anak-anak yang dimaksud Un-gyong adalah murid di Sekolah Sepak Bola Internasional di PyongYang yang didirikan Kim Jong-un. Popularitas Messi menembus batas terdalam ke negeri paling tertutup sedunia itu. Tidak saja pemimpinnya, tetapi juga semua anak-anaknya mengidolai Messi. Mereka membaca apapun tentangnya, menontonnya via TV dan internet. Apakah nama Messi akan melegenda baka di Korea Utara? Waktulah yang memilih. 

(foto: mid-day/scmp/indiatimes/ibtimes)

Lionel Messi (1): Raja Tanpa Mahkota

Ia merupakan sesuatu di pikiran orang yang tahu sepak bola dan menggilainya; yang juga tidak tahu sepak bola bahkan membencinya; wacana bagaimana seharusnya sepak bola itu dimainkan, bagaimana pesepak bola yang seharusnya. Dia ialah perwujudan dan impian sepak bola itu sendiri, bahkan sebagai simbol, hakikat, atau tujuan permainan.

Ia merupakan sesuatu di pikiran orang yang tahu sepak bola dan menggilainya Lionel Messi (1): Raja Tanpa Mahkota
Dalam lingkup sepak bola, dijuluki manusia setengah yang kuasa.
Inilah cerita wacana seorang satria gol, seorang raja sepak bola. Kita kehabisan kata untuk memuji, membayangkan, atau menggambarkan siapa Lionel Andres Messi Cuccittini itu, kata Gerard Pique. Pujian nan apresiatif, cenderung superlatif. Namun Anda memang akan dicerca dunia andai berani melawan arus.

Membabi buta memujanya? Ya atau tidak bukan masalah. Lagi pula mengapa tidak kalau memang harus? Ada fakta, ada barang buktinya. Pangkal segala si empunya kisah bertumpu pada insan setengah ilahi yang tingginya hanya 169 cm. Seusai mencatat tiga gol ke gawang Espanyol dalam derbi Catalunya, Leo Messi menambah koleksi 21 kali hattrick-nya di Barcelona, begitu fenomenal melihat rangkaian gol-gol kemenangan tuan rumah 5-1.

Golnya ke-400...401...402 lahir semudah membalikkan telapak tangan! Yang perlu diperhatikan, hal ini pun masih akan berlanjut dan berlanjut. Di usia yang masih 27, anak bungsu dari pasangan Jorge Horacio Messi dan Celia Maria Cuccittini itu niscaya terus menambah perbendaharaan golnya entah di angka berapa, syukur-syukur bisa empat digit mirip Pele atau Romario.

Dalam dua tahun terakhir, rekor langsung Messi semakin syur. Pada 2012 beliau menguasai pentas Liga Champion, mulai dari pemegang rekor hattrick terbanyak, beruntun mencetak gol di empat berkelahi sampai bikin lima gol sekali main. Puncaknya di tahun itu Messi menyamai rekor Jose Altafini (AC Milan) sebagai pencetak gol terbanyak Liga Champion (14 gol) yang bertahan sejak 1962/63, serta menggapai pencetak gol terbanyak sepanjang sejarah di Eropa dengan raihan 73 gol semusim dari aneka macam sumber!

Masih kurang? Betul, di saat yang sama status el-pichichi dengan 50 golnya di La Liga semakin membuat orang menggaruk-garuk kepala. Tahun berikutnya, gelar demi gelar masih membasahi reputasinya. Pada Februari 2013, si kaki kidal kelahiran 24 Juni 1987 menggenapkan rekor 300 golnya di Barcelona. Selang sebulan, di 21 partai terus menerus bikin gol di La Liga menuai rekor.

Maret 2014, King Leo ditulis sejarah menjadi pemain yang paling banyak buat trigol di pentas El Clasico, langgar sepak bola reguler paling wahid di dunia. Pada Oktober dia resmi melesakkan 250 gol-nya di La Liga. Sebulan lalu, hattrick ke gawang Sevilla mendongkrak angka 253 gol yang mengundang dentuman sejarah karena menjadi pembuat gol paling banyak di bumi Spanyol.

Gara-gara itu Messi mengubur rekor Telmo Zarraonandia Montoya, striker Athletic Bilbao 1940-55, yang mengoleksi 251 gol. Di ujung November 2014, giliran rekor pencetak gol terbanyak sepanjang zaman di Liga Champion (74 gol) yang disabetnya. Gol, gol, dan gol identik dengan Messi. Dialah jagoan gol terbaik dikala ini.

Ia merupakan sesuatu di pikiran orang yang tahu sepak bola dan menggilainya Lionel Messi (1): Raja Tanpa Mahkota
Luar biasa andal di klub, belum jago di tim nasional.
Dari sisi prestasi juga berada di atas rata-rata pesepak bola, Messi mengantar Barca enam kali juara La Liga, tiga kali Liga Champion, dua kali juara dunia klub, dua kali Piala Super Eropa, dua kali Copa Del Rey, enam kali Supercopas De Espana, Total 21 gelar bersama BlaugranaDi tim nasional, laki-laki Gemini ini menciptakan Argentina menjuarai Piala Dunia ingusan 2005 dan emas Olimpiade 2008 Beijing. Sejauh ini kontribusinya untuk bangsa dan negara hanya sebatas itu.

Tiga Tahun Lagi

Lainnya? Paling banter pernah jadi runner-up Copa America 2007 dan finalis Piala Dunia 2014. Ini penyebab kadar kelegandaannya masih di bawah Diego Maradona setidaknya menurut separo dunia, tapi mutlak di Argentina. Torehan prestasi Messi di klub dan negara amat timpang. Agaknya ia cuma mampu berkarya untuk Barcelona yang dibelanya semenjak 13 tahun.

Tidak apa-apa, bukankah Pele juga begitu, seumur hidupnya hanya main di Santos kemudian ke Cosmos New York dikala uzur? Tapi, sekali lagi, Pele memberi tiga kali Piala Dunia untuk Brasil. Hmm, sudah terperinci di mana terletak 'malu' Messi. Mesti diingat di dunia ini banyak superbintang bahkan legenda yang erat dikenal di gendang indera pendengaran kita tapi kurang sejati, terasa kurang berjiwa alasannya trophyless di Piala Dunia.

Eric Cantona, Ryan Giggs, Andriy Shevchenko, bahkan Johan Cruijff atau David Beckham. Kalau ditarik ulur ke belakang ada Alfredo Di Stefano, Ferenc Puskas, Just Fontaine, Raymond Kopa, dan seterusnya. Abadikah nama-nama mereka? Ya tetap kekal. Namun Pele, Franz Beckenbauer, Maradona, Zinedine Zidane, Ronaldo Nazario, Sir Geoff Hurst sampai Fabio Cannavaro jelas berada di planet berbeda.

Terus terperinci folder Messi seharusnya ada di sini, bersama mereka. Bahkan satu daerah masih 'kosong' disediakan hanya untuk Messi, alasannya dialah yang paling pantas. Kenyataannya lain. Sejarah akan pertanda, apakah kelak Messi hanya berstatus sebagai pendekar bukan legendJika sekarang tahun 1950-1960-an, maka dari Eropa kita akan mengenal Alfredo Di Stefano, Eusebio Ferreira, Raymond Kopa, Stanley Matthews, Bobby Moore, Bobby Charlton dan masih banyak lagi sebagai bintang dunia. 

Ia merupakan sesuatu di pikiran orang yang tahu sepak bola dan menggilainya Lionel Messi (1): Raja Tanpa MahkotaSementara di Amerika Latin muncul Pele, Didi, Garrincha hingga Vava. Namun begitu dipilah jadi legenda sejati, maka seorang juara dunia akan lebih harum. Bobby Moore, Pele, Didi, Vava, Garrincha. Prestasi puncak pesepak bola adalah juara dunia, titel World champion di World Cup! Jika Anda kapten tim yang memenangi World Cup, pasti titel Pemain Terbaik Dunia di tangan Anda. "Kala Anda menjadi juara dunia, otomatis Anda jadi legenda. Di depan orang-orang di seluruh dunia, Anda berbeda. Wow, kami telah berbuat sesuatu: menjadi juara dunia. Kami diarak dua juta orang dikala menuju Colloseum. Kami seperti di cerita Maximus Decimus. Sesudahnya aku merasa tak mirip pemian biasa," kata Fabio Cannavaro - kapten Italia di Piala Dunia 2006.

"Lalu ketika aku memenangkan titel Pemain Terbaik Dunia, tak satupun orang yang protes," lanjut si anak Napoli bernama Muro di Berlino (Tembok Berlin). Inilah pencapaian Cannavaro, yang sayangnya belum bisa dirasakan Messi. Dibanding kemampuan dan kelihaian Messi, maaf, siapalah Cannavaro? Tapi, itulah, fakta yaitu fakta. Barangkali kini ini status Messi seperti seorang raja yang belum boleh duduk di singgasana kebesaran, atau dilarang memakai mahkota. Jika kesempatan selalu jadi harapan, maka satu-satunya jalan meraihnya ada pada Piala Dunia 2018 di Rusia. Saat itu Lionel Messi sempurna 31 tahun, usia yang belum bau tanah-tua amat buat ukuran megabintang.

Messi ialah satu-satunya pesepakbola sejagat yang meraih FIFA/Ballon d'Or sebanyak empat kali. Wajar. Tiada yang bantah jikalau ia megabintang kini ini. Lionel Messi yaitu kapten tim nasional, mirip Bobby Moore, Franz Beckenbauer, Maradona, atau Cannavaro. Bahkan Messi berpotensi lebih besar dari Pele yang tak pernah jadi kapten nasional.

Sayangnya, bak sayur tanpa garam, pencapaian Messi masih status quo. Keajaiban Messi hanya berdampak bagi Barcelona atau daerah Eropa. Bukan kepada Argentina atau lingkup dunia. Ingat, prestasi tertinggi pesepak bola ialah juara dunia. Meski makin sempit, masih ada waktu buat Messi untuk melengkapi statusnya sebagai legenda sejati sepak bola. Tunggu tiga tahun lagi... di Rusia, tidak mampu tidak.

(foto: pinterest/mirror/time/walesonline)

Monday, December 15, 2014

Liga Indonesia 2015: Bagaimana Menciptakan Jadwal Kompetisi Yang Baik Dan Benar?

Di Inggris, tidak akan pernah ada ceritanya Arsenal dan Tottenham, Liverpool dan Everton, atau Manchester United dan Manchester City menjadi tuan rumah di pekan yang sama. Itu ialah enam klub dari tiga kota besar di Inggris yang punya basis massa terkuat di mana gesekan pendukungnya amat sensitif dan berisiko tinggi.
 tidak akan pernah ada ceritanya Arsenal dan Tottenham Liga Indonesia 2015: Bagaimana Membuat Jadwal Kompetisi Yang Baik dan Benar?
Semuanya telah diatur dengan rapi oleh operator liga, The Premier League. Padahal tuntutan khalayak media massa, televisi, pemasang iklan, sampai klub-klub, agenda tersebut harus secepat mungkin biar mereka bisa mengatur kegiatan bisnisnya ke depan. Bahkan mereka terbiasa menyusun agenda sah sebelum hasil playoff di divisi tertentu selesai.

Harus diakui, dalam mengkompilasi finalisasi agenda pertandingan, sang operator jadwal terpaksa menggunakan beberapa persyaratan khusus (golden rules) antara lain: setiap klub tidak boleh main tiga kali beruntun di kandang atau tandang, setiap lima partai harus berisi tiga berkelahi sangkar dan dua tubruk tandang; atau bisa juga sebaliknya. Tujuannya agar pendapatan reguler klub-klub dari tiket masuk bisa dipastikan sehingga menjamin cash-flow dari sisi finansial mereka. Juga menolong lapangan dan rumput mereka agar tidak cepat rusak, serta membantu para suporter tidak terlalu sering berpergian.

Aturan lebih spesifik lagi diberlakukan untuk langgar-adu derbi. Klub macam Arsenal dan Tottenham, atau Everton dan Liverpool - di mana stadion mereka hanya berjarak sekitar 4-5 km - dan juga beberapa klub lainnya, bisa melakukan deal saling pengertian, misalnya siapa dulu yang akan menjadi tuan rumah, menyangkut dengan kepentingan lingkungan sekitar.

Liga Indonesia
 tidak akan pernah ada ceritanya Arsenal dan Tottenham Liga Indonesia 2015: Bagaimana Membuat Jadwal Kompetisi Yang Baik dan Benar?
Belakangan di Indonesia kesadaran betapa ruwetnya bikin agenda mulai dipahami. Pekerjaan membuat acara kompetisi sepak bola dapat diibaratkan mengelola restoran. Mengetahui animo para tetamu yang tak kunjung henti, telpon yang terus berdering, atau tumpukan daftar pesanan makin meninggi, maka sang koki sudah pasti akan menyuruh aneka juru masaknya untuk menyiapkan banyak sekali hidangan gres.

Jangan sampai tamu menunggu lama! Begitu pun tugas fixture-maker itu. Mereka tahu, urusan jadwal melebar ke mana-mana, berdampak dahsyat dan signifikan. Beragam kepentingan bercokol di dalamnya. bukan saja buat klub namun juga televisi, agensi pemasang iklan, pemerintah tempat, kepolisian, seluruh vendor klub, perusahaan aparel, media-media, jurnalis, pemilik klub, manajer, para pemain, penonton, sampai pedagang kuliner-minuman. Pendek kata, kita semua!

Yang terjadi di Indonesia jangan ditanya lagi. Sebagai pengelola kompetisi yang tertinggi di Tanah Air, pelayanan PT Liga Indonesia masih sangat mengecewakan banyak pihak. Di musim 2014, perkara paling menonjol yang berkenaan dengan jadwal yakni penundaan tabrak secara tiba-tiba, bahkan yang sekelas big-match sekalipun. Masih ingat penundan Persija vs Persib gara-gara pemilihan legislatif, April 2014?

Mulai dari pemain, instruktur, wasit, sponsor, pemasang iklan, stasiun TV, hingga penonton atau pendukung klub semua dirugikan. Milyaran uang melayang percuma, dan ini tidak sekali-duakali terjadi, namun berkali-kali. Jika tidak ditunda, pergeseran jam kick-off juga mampu muncul secara tiba-datang. Bayangkan jikalau jadwalnya molor, atau parahnya lagi salah hitung sat membuatnya sehingga di tengah jalan kompetisi jadi berserakan tidak karuan. Banyak partai tunda. Banyak pemain cedera. Banyak kerusuhan antar suporter. Persiapan timnas amburadul. 
 tidak akan pernah ada ceritanya Arsenal dan Tottenham Liga Indonesia 2015: Bagaimana Membuat Jadwal Kompetisi Yang Baik dan Benar?
Ujung-ujungnya, ini yang parah, pengeluaran maupun pendapatan klub juga bisa kolaps. Padahal kasus ini tidak bakal terjadi apabila PT. Liga Indonesia punya persiapan prima saat menciptakan acara liga dengan penuh perhitungan, ketelitian, kesabaran. Selain itu dalam menyusun jadwal, seseorang atau tim tidak saja butuh memahami sepak bola nasional, tapi juga kedalaman, pengetahuan serta wawasan luas sepak bola global dan regional.

AFC selalu punya kalender resmi, begitu juga FIFA. Ada waktunya laga itu jadi panggungnya AFC, misalnya Liga Champion Asia atau Piala AFC. FIFA pun telah menginstruksikan pemain tim nasional di seluruh dunia dalam waktu tertentu di tiga-empat bulan (Maret, Juni, September, November), harus kopi darat berlatih dan menggelar laganya.

Di Indonesia, variabel untuk menciptakan jadwal sangat kompleks. Selain hari libur nasional, yang paling spesial yakni bulan pahala (Ramadhan), serta waktu-waktu khusus di kawasan semisal festival, HUT daerah, acara kesenian dan masih banyak lagi. Melihat kasus yang terjadi selama 2014, boleh jadi PTLI mengabaikan keterkaitan satu sama lainnya. Padahal melihat isi kalender di demam isu 2015 jauh lebih kompleks lagi.

Membuat acara liga tidak sembarangan sebab sebisa mungkin harus berpikir komprehensif. Mau tidak mau, PTLI harus berbenah biar tidak mengecewakan banyak pihak lagi. Sukses tidaknya Liga Super Indonesia 2015, sebagai kala baru kompetisi profesional di Indonesia, bisa dilihat dari kredibilitas dalam menyusun jadwal kompetisinya.

(foto: paddypower/electronicpricex.blogspot/klubpersipura.blogspot)

Thursday, December 4, 2014

Moralitas Macan Kemayoran

"Saya lahir di sepak bola. Ayah saya pesepak bola yang sangat anggun, seperti kebanyakan orang Italia yang selalu garang pada permainan cerdas ini. Sepak bola mengajarkan kita cara hidup bersama, cara mengembangkan bila anda lebih baik dari orang lain. Sepak bola yaitu pendidikan luar biasa seumur hidup." (Michel Platini).
 Ayah saya pesepak bola yang sangat bagus Moralitas Macan Kemayoran
Tidak selamanya sepak bola itu harus selalu menjadi sebuah permainan, tontonan, atau bahkan ajang bisnis. Banyak hal dan kegiatan lain untuk menawarkan betapa bisa mulianya sepak bola dari sisi lain, terutama untuk kegiatan sosial yang rata-rata belum banyak digali lebih dalam oleh kebanyakan klub sepak bola terutama di Indonesia. Mulailah menjadi pionirnya.

Suatu malam di musim masbodoh yang menusuk, di Hotel Claridges, London, digelar satu pesta yang jarang terjadi terutama untuk mengetahui tujuannya dan siapa pencetusnya. Sebuah acara penggalangan dana bagi anak-anak yatim piatu yang melibatkan SOS Children - forum amal terbesar di dunia yang khusus mengurusi anak-anak miskin dan serba-kekurangan.

Keunikan mulai terasa kala di beberapa sudut hotel five stars bergaya art deco itu. Banyak logo sponsor dan juga emblem Arsenal. Arsenal? Ya, Arsenal - salah satu klub top di ibukota. Kesan makin tampak lagi sebab latar belakang backdrobe-nya di panggung bertuliskan The Arsenal SOS Children's Villages Charity Ball.

Klub berjuluk The Gunners itu memang lazim terlibat dalam aktivitas sosial atau amal, terutama sehabis pindah ke Stadion Emirates pada 2006. Mereka sering berkunjung ke rumah sakit, menyantuni penyandang cacat, panti jompo, dan aneka macam acara charity lain. Namun khusus pada tanggal 5 Desember 2010 itu sedikit berbeda kalau Anda tahu siapa kreatornya.

Sepintas acara ini lebih bersahabat kepada glamor alasannya adalah pemain yang hadir mengenakan black tie. Hajatan sosial ini seperti pesta WAG's (istri atau pasangan pesepak bola) atau fashion shows. Beberapa selebritis lokal hadir. Ada pagelaran fesyen, musik yang dipandu DJ Pete Tong, lagu dari The Noisettes, dan lelucon Jack Whitehall serta acara lelang oleh presenter James Corden.

Hajatan itu dipelopori oleh ABC Club, yang didirikan Bouchra Elbali. Nama ABC diambil dari inisial Aimee, Bouchra, Carla. Siapa mereka, ini yang seru. Aimee van Ommen (24) adalah kekasih Thomas Vermaelen. Carla Dona Garcia (24) pacarnya Cesc Fabregas. Sedangkan Bouchra Elbali (27) ialah istri Robin van Persie.

Seperti kerjasama ketiga pemain itu di lapangan, begitu juga ternyata para pasangannya, kompak lahir batin di luar lapangan. Lebih dari itu, mereka ternyata no ordinary people karena out for everything they can get to help the world's poor. Sikap mereka amat mulia sebab peduli dengan kemiskinan belum dewasa dan dunia yatim piatu terutama di Afrika.

"Kesenangan dikala membeli tas mahal hanya beberapa detik saja, tapi dikala memberi sebagian yang didapat untuk mereka yang tidak beruntung mampu selamanya," tutur Bouchra, muslimah Belanda berdarah Maroko yang juga sarjana akuntansi dan komunikasi. Inspirasi munculnya ABC Club dan malam amal itu datang dari keluarga Bouchra. 

Sementara Aimee bersyukur bisa terlibat di SOS Children dan merasa beruntung diajak Bouchra. Sikap sederhana terpancar di wajah wanita Belgia ini. "Perasaan terbaik seseorang yaitu ketika beliau memberi, dan itu sangat penting ketika kita dilimpahi kelebihan," ucap anak dokter spesialis jantung tersebut.

Paparan Carla ihwal kepedulian terhadap sesama lebih dalam dan ilmiah. Maklumlah beliau sarjana psikologi. "Menolong sesama yakni dampak nyata dari sepak bola. Jika Cesc bisa melakukannya, kenapa aku tidak? Kita harus melaksanakan sesuatu. Tadinya ilham aku melelang barang-barang kami, tapi Bouchra punya wangsit yang lebih ahli," ungkap karyawati pemasaran ini.

Peduli Persija

 Ayah saya pesepak bola yang sangat bagus Moralitas Macan KemayoranItu di London, ibukota Inggris, di mana ada banyak klub top selain Arsenal seperti Chelsea, Tottenham Hotspur, West Ham United, Queens Park Rangers dan Crystal Palace. Bagaimana di ibukota Indonesia tercinta? Bayangkan kalau Persija Jakarta melakukan hal yang sama. Sebagai satu-satunya klub legendaris kebanggaan warga ibukota, dampaknya niscaya jauh lebih nendang lagi.

Ide mampu dari siapa saja yang mengaku sebagai pemangku kepentingan Macan Kemayoran. Pengurus, manajemen, instruktur, pemain, sampai Jakmania-nya. Banyak sponsor yang niscaya mau berhubungan. Ada banyak acara sosial yang bisa dibantu, mulai dari anak latih, bea siswa bagi yang tidak bisa, sampai mengunjungi sekolah-sekolah, rumah sakit atau rumah ibadah.

Dengan reputasi menjulang sebagai klub ibukota yang disegani, niscaya banyak pihak yang ingin membantu Persija. Dengan dogma diri yang besar lengan berkuasa, melalui gerakan #Gue Peduli Persija harus cerdas mengelola kepentingan bisnis dan sosialnya. Penggalangan dana publik ditujukan untuk kedua aspek itu. Jika dilakukan dengan sempurna, hampir niscaya imbas signifikan akan terasa.

Setiap 10 persen saja dari pertolongan setiap warga Jakarta misalnya seribu perak setiap pekan, sudah diniatkan sejak awal untuk berbagai program sosial dan program charity. Begitu juga beberapa persen dari laba pemasukan tiket, iklan, hak siar, sponsorship, marketing, ada baiknya bisa dirasakan kembali oleh orang-orang atau golongan yang tidak mampu.

Tidak perlu melek-melek mencontoh keyakinan diri Arsenal dikala menggelar hajatan sosial, namun berbekal reputasi dan dapat dipercaya yang menggunung di Tanah Air, Persija niscaya mampu mendapatkan tujuannya. Semakin banyak punya pemain berstatus bintang, kontribusi juga semakin semakin besar yang berarti besar pula kesempatan untuk mewujudkannya.

Memasuki 2015, kemandirian menjadi kata kunci Persija. Mereka tidak harus melupakan membangun kualitas sumber daya-nya. Tidak ada anak-anak ibukota, bahkan di negeri ini yang tidak mau bermain untuk Persija. Di dalam bukunya yang berjudul Fever Pitch, Nick Hornby mengemukakan sepak bola merupakan metafora kehidupan, karena hidup selalu punya tujuan.

Mulai 2015 Persija mencanangkan tahun prestasi dan berdikari dengan mengutamakan isu moralitas. Perjalanan panjang selalu dimulai dari langkah pertama, dan melalui gerakan #Gue Peduli Persija, bisa meraih sukses hingga semua stakeholder merasakan yang pernah dikatakan Albert Camus: "Apa pun yang aku ketahui soal moralitas, aku berutang pada sepak bola."

(foto: persija.co.id)