Saturday, September 4, 2004

Arsenal The Invincibles (1): Dongeng Ihwal Keabadian

Suatu kali Sir Bobby Robson diharuskan menjawab bagaimana prospek Arsenal melakoni musim 2003/04 tanpa terkalahkan. Ini sebuah pertanyaan ihwal kesempurnaan. "Tekanan, ketegangan, perlawanan dan kecepatan bermain. Itu yang harus dilalui pekan demi pekan untuk meraih animo yang sempurna. Lalu lihatlah wajah mereka setelah main, fantastik!" beber manajer kharismatik di English Premier League tersebut.

Suatu kali Sir Bobby Robson diharuskan menjawab bagaimana prospek Arsenal melakoni musim  Arsenal The Invincibles (1): Kisah Tentang Keabadian
Sir Bobby berusia 71 tahun dan sudah melatih setahun sesudah Inggris menjadi juara dunia 1966. Ia anggota skuad The Three Lions di Piala Dunia 1958. Satu-satu saksi hidup yang masih aktif yang melihat dari bersahabat kemunculan Pele. Bermain cuma untuk Fulham dan West Bromwich Albion. Membela negara 20 kali sebagai pemain dan dua kali sebagai pelatih. Di tangannya, secara teknis Inggris tak pernah kecewa tapi selalu dikecewakan nasib.

Di Piala Dunia 1986, skuad Bobby tersisih oleh gol 'Tangan Tuhan' Diego Maradona. Pada 1990, giliran Stuart Pearce dan Chris Waddle yang bikin nelangsa Bobby karena gagal dalam tabrak penalti melawan Jerman di semifinal. Makara tidak Arsene Wenger sendiri, Alex Ferguson, Claudio Ranieri bahkan siapun di tanah Britania mampu menyaingi kesahihan Sir Bobby, juga pengabdian, prestasi, pengalamannya melihat datangnya generasi per generasi pesepak bola.

Apakah Highbury itu sebuah pangkalan militer atau perusahaan, sehingga amat tampil spartan? Untuk meraih top of the world, gaya dan disiplin militer lebih sering dipakai para pengubah sejarah. Dan Wenger cenderung menyukai meski sulit melakukannya. Arsene yaitu Arsenal, Wenger adalah Gunner. Dan Arsenal adalah keinginan sejati laki-laki Strasbourg kelahiran 22 September 1949. Sejak menggantikan Bruce Rioch pada September 1996, sampai kini ia telah menyabet tiga gelar English Premiership dan tiga titel Piala FA.

Philippe Troussier
Suatu kali Sir Bobby Robson diharuskan menjawab bagaimana prospek Arsenal melakoni musim  Arsenal The Invincibles (1): Kisah Tentang Keabadian
Seperti juga dedengkot Newcastle United, Wenger juga suka melanglang buana demi karier. Juga sama-sama pernah bertitel the most successful foreign boss ever. Kaprikornus keduanya amat tahu kapan dan bagaimana timnya harus digarap.

Berstrategi selama 38 partai, sekitar 3.500 menit (58,33 jam/2,43 hari!), tanpa kalah, yaitu fakta yang unbelievable di masa Premier League modern yang dikenal keras dan ketat. Pokoknya tak sebanding dengan Preston North End di 1889! Ya, syarat utama 'immortality' telah dipenuhi Wenger.

"Lebih berharga dari Liga Champion!" ucapnya jujur usai mengandaskan Fulham 1-0 di pekan ke-37, awal Mei 2004, dan sampai 50 tahun pun orang masih membicarakannya. Urusan liga, Wenger menyamai catatan Fabio Capello dan Louis van Gaal. Di isu terkini 1991/92, AC Milan menciptakan rekor 22-12-0. Sedangkan Van Gaal 27-7-0.

Pada skala kecil, beliau malah dibilang lebih andal karena mereka main 34 partai. Impian Wenger masih berkelanjutan. Ia gres 40 kali mencatat rekor unbeaten. Jika 42, maka rekor Brian Clough disamai. Andai mampu melewati 52, giliran prestasi Van Gaal terbenam. Dan bila menembus angka 58, Capello-lah yang dia kalahkan.

Namun di Tanah Britania, Arsenal bukanlah yang pertama immortal. Sekitar 115 tahun yang lalu, Preston mencapai invincibles, menang 18 kali, seri 4 kali dan jadi kampiun tiga bulan lebih cepat. Plus juara Piala FA dengan mengalahkan Wolverhampton 4-0. Satu dekade berikutnya, Glasgow Rangers menjuarai Liga Skotlandia via rekor 100 persen murni, 18 kali menang semua!

Tapi rekor Arsenal tetap terbaik dari sisi ujian dan jumlah berkelahi. Wenger tahu pasti, tiga kemenangan beruntun di awal 2004/05 akan melewati Nottingham Forest 1977-79. Yang tak terpikirkan Wenger, mungkin, rekor dunia unbeaten 108 kali atas nama laki-laki asal Prancis lainnya, Philippe Troussier.

Selama lima tahun (1989-1994) plus 108 sabung ditangani Troussier klub jagoan Pantai Gading, ASEC Abidjan, bertahan dengan rekor supergila: 96-12-0! Adakah ambisi ke sana Professor Wenger? Mudah kok, tinggal tanyakan saja pada Habib Kolo Toure, apa belakang layar kehebatan Liga Pantai Gading?

Bahkan kalau Arsenal hingga lebih dari 50 kali tak terkalahkan di Premier League, itu pun belum separo pencapaian luar biasa ASEC yang selama lima tahun sulit dibekuk siapapun di Pantai Gading, baik di ajang kompetisi atau pun kejuaraan.

Pada dikala itu, ASEC diperkuat sejumlah pemain top Pantai Gading seperti Abdoulaye Traore, Alain Gouamane, Donald Sie dan Gadji Celi. Kombinasi sempurna antara Troussier dan bos ASEC, Roger Quegnin, diduga sebagai kunci kesuksesan luar biasa itu. Barangkali saking tidak ada perlawanan serta bosan tidak pernah kalah selama lima tahun, akibatnya Troussier ngacir untuk mencari tantangan gres ke Burkina Faso, Nigeria, Afrika Selatan, kemudian Jepang.

Suatu kali Sir Bobby Robson diharuskan menjawab bagaimana prospek Arsenal melakoni musim  Arsenal The Invincibles (1): Kisah Tentang Keabadian

Dominasi ASEC baru terhenti pada 19 Juni 1994 dikala dikalahkan SO Armee 1-2. Namun kekalahan itu tak pernah menghapus sukses 'edan' klub berkostum kuning tersebut dan melihat rekornya lainnya: 13 kali menjuarai Liga Pantai Gading dalam 15 tahun terakhir. Dunia, termasuk FIFA, akibatnya tidak kuasa untuk tidak mengakui rekor ASEC (lihat daftar di bawah).

"Aura ASEC waktu itu sungguh beda dengan klub lokal lainnya alasannya adalah kami beraroma internasional. Punya pelatih penuh mitos dan presiden yang kesohor. Semuanya dalam kondisi terbaik dan memuaskan. Mulai dari suporter sampai honor pemain, yang membuat penampilan kami tiada duanya," kenang Abdoulaye Traore.

Dia bercerita betapa guncangnya seluruh pemain, pengurus, serta suporter akibat satu kekalahan yang menodai kehebatan mereka. Di berkelahi berikutnya, ASEC mengamuk total dan membantai klub Man dengan skor 11-0! Traore sendiri sampai bisa melesakkan delapan gol. Sepanjang 108 tidak pernah kalah, ASEC meraih empat kali juara liga dan tiga kali titel kejuaraan lokal. Uniknya kedigdayaan ASEC di Pantai Gading tidak tertular di ajang regional.

Seperti halnya Arsenal yang cuma meraih sekali juara Piala UEFA dan sekali juara Piala Winner namun tidak mampu merengkuh Liga Champion atau Piala Dunia antarklub sepanjang hidupnya, ASEC pun baru sekali meraih juara Afrika pada 1998.

Raihan itu sempat menciptakan polemik gres yang mengubur kenangan indah. Dikatakan sepak bola Pantai Gading tidak bermutu, kompetisinya kurang teruji dan tidak bermutu. Uniknya di ekspresi dominan 2003/04 ini pun, rekor ASEC seperti Arsenal di Premier League: belum terkalahkan selama 26 berkelahi.

"Banyak yang menyampaikan begitu. Itulah yang bikin kami mampu menang terus. Tidak pernah dianggap ASEC sangat berpengaruh. Ini memang masalah kami, maka biarkanlah. Akan berbeda contohnya dengan Arsenal yang kalau hingga 50 kali tak terkalahkan maka dikatakan Arsenal terlalu besar lengan berkuasa," papar Mamadou Kone, bos dari kelompok suporter ASEC.

Kepada James Copnall, wartawan The Guardian yang bikin liputan khusus dengan menyambangi markas ASEC di Abidjan, ia mengulas beda 'peradaban' antara negaranya dan Inggris. "Di sini atmosfer di stadion juga fantastis, namun begitu tamat orang-orang tidak pernah bertanya, membahas, menganalisis, atau mengingat. Mereka cuma bertanya: 'menang berapa?'” tutur Kone yang juga seorang pengacara.

Selama tiga tahun pertamanya mendominasi, Troussier melatih ASEC dengan metode yang tidak pernah dirasakan klub itu sejak bangun pada 1948. Troussier hadir di ASEC pada 1990 untuk menggantikan instruktur asal Belgia, Phillipe Garot (1987-1989).

Bangunan yang dibentuk Garot sudah mumpuni bagi Troussier untuk menyempurnakan kekuatan ASEC. Tidak mirip di cuilan Afrika lainnya, di wilayah Barat mirip di Pantai Gading, pemain bola sering dianggap sebagai raja kecil atau selebriti, yang pantas bergemilang ketenaran dan kekayaan.

Selain gaji tetap yang terbilang besar, setiap kemenangan, bahkan torehan gol, di sejumlah laga akan menambah pundi-pundi uang mereka dengan bonus atau hadiah lainnya. "Gaji sudah setuju, tapi yang membuat kami selalu bermain gemilang yaitu bayangan bonus," aku Traore, yang hidupnya telah berubah menjadi selebriti atau idola setiap anak lelaki di seantero negeri meski sudah tak aktif lagi sebagai pemain.

Secara kebetulan bek Arsenal, Habib Kolo Toure, juga keluaran ASEC. Juga Yaya Toure, saudara tirinya. "Kolo dan aku memang fan Arsenal," kata Traore. "Kami di sini terus mengikuti sepak terjang Arsenal, kebanyakan alasannya Kolo," lanjut Traore. "Dan layaknya kebanyakan negeri berbahasa Prancis lainnya, kami juga mengidolai Thierry Henry, dan sepak terjang Arsene Wenger yang begitu kolosal."

Pada akibatnya prestasi tertinggi-lah yang memilah globalisasi sepak bola. Banyak yang mendapatkan, tapi sebagian lagi menyesalinya, termasuk Traore. "Seperti halnya Arsenal, satu-satunya penyesalan saya melihat ASEC tidak berjaya di kompetisi internasional," sergah Traore lagi. Wow...

10 Laga Kunci Gunners Meraih Immortal 2003/04

Suatu kali Sir Bobby Robson diharuskan menjawab bagaimana prospek Arsenal melakoni musim  Arsenal The Invincibles (1): Kisah Tentang Keabadian


Sudah diduga Arsenal bisa menjuarai EPL 2003/04 lebih cepat dari waktunya. Dan itu benar-benar terjadi justru di markas musuh bebuyutannya, Tottenham Hotspur, White Hart Lane, tepat di pekan ke-34. Tak ada hasil tanpa proses. Berikut 10 partai kunci paling sukses yang menciptakan The Gunners meraih mahkota ke-13.

21 September 2003 Pekan 6 - MANCHESTER UNITED 0-0 ARSENAL

Pertandingan dirasuki huru-hara pada hasilnya. Lima pemain Arsenal kena hukuman sesudah menganiaya si troublemaker, Ruud van Nistelrooy, yang tendangan penaltinya saat injury-time membentur mistar gawang Jens Lehmann. The Gunners dianggap menang alasannya meraih satu poin berharga.

26 September 2003 Pekan 7 - ARSENAL 3-2 NEWCASTLE UNITED (1-0 Thierry Henry 18, 1-1 Laurent Robert, 2-1 Gilberto Silva, 2-2 Olivier Bernard, 3-2 Thierry Henry 79pen).

Kepercayaan diri merebak setelah menahan Manchester United. Kekalahan 0-3 dari Internazionale di Highbury (17/9) mulai terlupakan. The Magpies melakukan perlawanan alot. Tapi hands-ball Jermaine Jenas yang dilihat wasit Mike Riley berujung eksekusi sepakan penalti.

4 Oktober 2003 Pekan 8 - LIVERPOOL 1-2 ARSENAL (0-1 Harry Kewell 14, 1-1 Sami Hyypia 31bd, 1-2 Robert Pires 68).

Ini duel big-match beruntun keempat. Baru 14 menit, Harry Kewell membuat Anfield bergemuruh. Arsenal mulai tanpa diperkuat Patrick Vieira, Fredrik Ljungberg dan Dennis Bergkamp yang kesemuanya cedera. Gol indah Robert Pires menuntaskan perlawanan Liverpool.

18 Oktober 2003 Pekan 9 - ARSENAL 2-1 CHELSEA (1-0 Edu 4, 1-1 Hernan Crespo 8, 2-1 Thierry Henry 75).

Gol cepat Edu seperti Arsenal bakal melumat Chelsea. Tapi selang empat menit, Hernan Crespo menyamakannya. Lalu sebuah kesalahan fatal yang dibuat Carlo Cudicini, bola terlepas, dikala berusaha menangkap umpan Robert Pires dari sayap kanan, langsung dimanfaatkan Thierry Henry.

8 November 2003 Pekan 12 - ARSENAL 2-1 TOTTENHAM (0-1 Darren Anderton 5, 1-1 Robert Pires 69, 2-1 Fredrik Ljungberg 79).

Setelah selamat dari empat pekan yang mematikan, Arsenal menemui musuh besarnya. Gol tamu sejak menit kelima begitu awet sampai tiga perempat waktu pertandingan. Robert Pires memecah kebuntuan abad Thierry Henry ditempel mati. Lalu gol Ljungberg menamatkan Spurs.

21 Februari 2004 Pekan 26 - CHELSEA 1-2 ARSENAL (1-0 Eidur Gudjohnsen 1, 1-1 Patrick Vieira 15, 1-2 Edu 21).

Duel langsung seru dan ketat beberapa detik dimulai. Bahkan gol tercepat musim ini dibentuk pada detik ke-27 tatkala para pemain Arsenal belum menyentuh bola! Namun akidah diri meningkat, terutama setelah Vieira membalas. Lalu gol Edu menambah derita tuan rumah.

28 Februari 2004 Pekan 27 - ARSENAL 2-1 CHARLTON (1-0 Robert Pires 2, 2-0 Thierry Henry 4, 2-1 Claus Jensen 59).

Ini bentuk faktual sebuah keberuntungan. Mungkin pelajaran termahal Arsenal. Bayangkan dalam waktu empat menit, duo Henry-Pires mengubah skor 2-0. Apa yang terjadi setelah itu amat mengejutkan. Chalrton menguasai tubruk, Claus Jensen mencetak gol, dan tuan rumah beruntung tidak ditahan seri.

28 Maret 2004 Pekan 30 - ARSENAL 1-1 MANCHESTER UNITED (1-0 Thierry Henry 50, 1-1 Louis Saha 86).

Arsenal terlihat begitu takut menghadapi semangat Setan Merah. Unggul semenjak menit 50, sesudah itu mereka menemui kesukaran menambah gol. Sebaliknya usai gol akibat, tamu malah menguasai permainan. Kembali, Arsenal tidak tersungkur di tangan musuh abadinya ini.

9 April 2004 Pekan 31 - ARSENAL 4-2 LIVERPOOL (0-1 Sami Hyypia 5, 1-1 Thierry Henry 31, 1-2 Michael Owen 42, 2-2 Robert Pires 49, 2-3 Thierry Henry 50, 2-4 Thierry Henry 78).

Ini pentas terberat bagi pasukan Arsene Wenger usai dibunuh Chelsea di pentas Liga Champion. Tanda-tanda bakal kalah pertama kali terlihat. Dua kali Arsenal tertinggal. Tapi apa yang terjadi sehabis itu? Henry sangat luar biasa. Dan di pekan inilah, hampir niscaya gelar diraih.

25 April 2004 Pekan 34 - TOTTENHAM 2-2 ARSENAL (0-1 Patrick Vieira 3, 0-2 Robert Pires 35, 1-2 Jamie Redknapp 62, 2-2 Robbie Keane 94pen).

Laga yang memastikan titel juara. Arsenal mengulangi memori 1971, memastikan juara di White Hart Lane. Partai penuh konflik dan tuan rumah ingin mempermalukan Arsenal. Sayang, The Gunners sudah percaya diri. Pesta sederhana pun digelar di sana, mulai dari lapangan sampai dressing-room.

Rekor Global Tak Terkalahkan Di Kompetisi

Laga Klub                 Negara          Rentang        108  ASEC Abidjan         (Pantai Gading) 1989 - 1994    104  Steaua Bucuresti     (Rumania)       1986 – 1989    85   Esperance            (Tunisia)       1997 - 2001    62   Celtic               (Skotlandia)    1915 - 1917    60   Union Saint-Gilloise (Belgia)        1932 - 1935    58   AC Milan             (Italia)        1991 - 1993    58   Skonto Riga          (Latvia)        1993 - 1996    56   SL Benfica           (Portugal)      1977 - 1979    56   Penarol              (Uruguay)       1966 - 1969    55   Dalian Wanda         (Cina)          1995 - 1997    55   Empire Gray Farm     (Antigua)       1997 - 2000    55   Shakhtar Donetsk     (Ukraina)       2000 - 2002    54   CE Principat         (Andorra)       1997 - 1999    53   FC Porto             (Portugal)      1994 - 1996    53   Sileks Kratovo       (Masedonia)     1995 - 1997    52   Ajax Amsterdam       (Belanda)       1994 - 1996    51   Sparta Praha         (Czech)         1920 - 1923**  51   Barry Town FC        (Wales)         1997 - 1998    51   FK Crvena Zvezda     (Serbia)        1999 - 2001    49   Levadia Maardu       (Estonia)       1999 - 2001    48   Norma Tallinn        (Estonia)       1991 - 1994    48   Besiktas             (Turki)         1991 - 1992    48   Kareda Siauliai      (Lithuania)     1997 - 1999    47   Dinamo Bucuresti     (Rumania)       1991 - 1992    47   FK Obilic Beograd    (Serbia)        1997 - 1999    47   Skonto Riga          (Latvia)        1996 - 1998    46   Dinamo Tirana        (Albania)       1955 - 1956    46   Flora Tallinn        (Estonia)       1994 - 1996    46   Maccabi Haifa        (Israel)        1993 - 1994    45   Al-Ahly              (Mesir)         1998 - 1999    45   Partizan Beograd     (Serbia)        1996 - 1997    44   Palestino            (Cili)          1977 - 1978    42   Nottingham Forest    (Inggris)       1977 - 1978    41   Pyunik Yerevan       (Armenia)       1995 - 1997    41   Wiener Sport-Club    (Austria)       1958 - 1960    40*  Arsenal              (Inggris)       2003 -         40*  Hearts of Oak        (Ghana)         2002 –         40   Boca Juniors         (Argentina)     1998 - 1999    40   Dunaferr FC          (Hongaria)      1999 - 2000    40   Fiorentina           (Italia)        1955 - 1956    39   Vardar Skopje        (Masedonia)     1994 - 1996    39   Racing               (Argentina)     1965 - 1966    38   Shirak Gyumri        (Armenia)       1994 - 1995    38   Anorthosis           (Siprus)        1999 - 2000    38   Celtic               (Skotlandia)    2003 - 2004    38   Real Sociedad        (Spanyol)       1979 - 1980    37*  Pyunik Yerevan       (Armenia)       2002 -         37   Celtic               (Skotlandia)    1995 - 1996    37   Flora Tallinn        (Estonia)       2002 - 2004    37   Perugia              (Italia)        1978 - 1979    37   Sheriff Tiraspol     (Moldova)       2001 - 2002    37   Widzew Lodz          (Polandia)      1995 - 1996    36   Galatasaray          (Turki)         1985 - 1986    36*  Real Estel           (Nikaragua)     2003 -         36   Dinamo Tbilisi       (Georgia)       1996 - 1997    36   Hamburger SV         (Jerman)        1982 - 1983    36   Universitario        (Peru)          1974 - 1975    35   KIM/Dvina Vitebsk    (Belarusia)     1994 - 1995    35   Feijenoord           (Belanda)       1969 - 1970    35   PSV Eindhoven        (Belanda)       1977 - 1978    35   PSV Eindhoven        (Belanda)       1985 - 1986    35   PSV Eindhoven        (Belanda)       2000 - 2001    34   APOEL Nikosia        (Siprus)        1947 - 1950    34   Nacional             (Uruguay)       1915 - 1918    34   Vardar Skopje        (Masedonia)     1993 - 1994    34   Leeds United         (Inggris)       1968 - 1969    33   Dynamo Kyiv          (Ukraina)       1999 - 2000    33   Legia Warszawa       (Polandia)      2001 - 2002    33   Panathinaikos        (Yunani)        1963 - 1965    33   Panathinaiko         (Yunani)        1994 - 1995    33   Pirouzi              (Iran)          1999 - 2000    33   Universidad de Chile (Cili)          1999 - 1999    32   SK Tirana            (Albania)       1936 - 1937    32   Alga-RIIF Bishkek    (Kyrgyzstan)    1993 - 1993    32   Defensor Sporting    (Uruguay)       2000 - 2001    32   Dynamo Kyiv          (Ukraina)       2001 - 2002    32   Nantes               (Prancis)       1994 - 1995    32   Sparta Praha         (Czech)         1996 - 1997    32   SC Villa             (Uganda)        2002 - 2003    29   Millonarios          (Kolombia)      1999 – 1999    
 
(sumber: RSSSF) catatan: * masih berjalan ** semua menang (51-0-0)
 

0 comments:

Post a Comment