Sunday, November 20, 2005

Kim Il-Sung: Dear Leader, Great Leader

ENTAH kenapa datang-tiba aku tertarik membaca informasi soal rencana keberangkatan Megawati Soekarnoputri ke Korea Utara awal Oktober silam. Sebagai perantara yang dipercaya soal planning reunifikasi Korea, dengan senang hati Ketua Umum PDI-P yang juga mantan Presiden Indonesia kelima itu memenuhi seruan pemimpin besar Republik Rakyat Demokratik Korea, Kim Jong-il, seperti halnya seorang kakak yang dimintai tolong adiknya.
tiba saya tertarik membaca berita soal rencana keberangkatan Megawati Soekarnoputri ke Kor Kim Il-sung: Dear Leader, Great Leader
Soekarno memberi anggrek asal Makassar kepada Kim Il-sung.
Sesudah tak lagi bertitel RI-1, Mega malah terlihat lincah sebab dalam setahun ini saja beliau telah dua kali tiba ke Pyongyang, semenjak pada April 2005. Siapa yang beliau temui itulah yang menciptakan aku tertarik, sosok misterius yang berjuluk The Dear Leader. Pertemuan tersebut selalu bernilai historis karena mewarisi persahabatan kedua ayah mereka, Soekarno dan Kim Il-sung.

Ada sepenggal dongeng bagaimana akrabnya dua tokoh termahsyur Asia di masa 1950 sampai 1960-an itu. Dalam suatu kunjungan kenegaraan ke Indonesia pada 13 April 1965, Bung Karno mengajak jalan-jalan tamunya di Kebun Raya Bogor. Tiba-datang Kim Il-sung tertarik pada deretan bunga anggrek asal Makassar yang tengah mekar.

Melihat itu, sontak Bung Karno menghadiahi anggrek berjenis CL Brandt itu pada Kim, seraya memberi nama Kimilsungia karena anggrek hasil penyilangan tersebut masih tanpa nama. Tentu saja hal ini diterima dengan senang hati oleh Kim, hitung-hitung sebagai kado ulang tahunnya yang ke-53, dua hari lalu.

Kelak, lewat diplomasi bunga tadi, Indonesia dianggap sebagai satu-satunya sobat bersahabat Korut. Hingga kini, untuk mengenangnya, di Pyongyang setiap bulan April diadakan sebuah bazar bunga dengan maskotnya, Kimilsungia, yang balasannya ditabalkan menjadi bunga nasional negeri tersebut.

Makara kita orang Indonesia, tenanglah, bila berada di Korea Utara. Insya Allah seharusnya kondusif. Karena apa? Karena sejarah. Karena Bug Karno. Rupanya aku masih terobsesi dengan Korea Utara. Padahal waktu kecil, saya benci sekali dengan negara ini. Sampai kini tertanam di lubuk hati saya sebab Korea Utara-lah yang menggagalkan kesebelasan Indonesia lolos ke Olimpiade 1976 di Montreal, Kanada.

Korut membuat aku menangis tendangan Anjas Asmara melenceng keluar ketika tos-tosan. Indonesia kalah 4-5, dan sejarah 20 tahun kemudian mirip terulang kembali tatkala langkah PSSI dijegal Uni Soviet pada Olimpiade Melbourne 1956. Sejak itulah yang namanya Korut selalu menyita perhatian saya, lebih dari sepak bolanya saja.

INGAT Korut ingat barisan rakyat yang kurus-kurus, termasuk para tentaranya. Juga barisan orang berbaju belacu berwarna sama di pasar-pasar, atau gerombolan wanita di depan pintu mertua sambil mengucek-ngucek rambut sambil mencari kutu seolah menikmati keprihatinan hidup. Jika sudah hingga masanya, maka setiap perjaka Korut yang sehat lahir batin diharuskan ikut wajib militer.

Hiburan satu-satunya rakyat Korut ialah jaringan Pyongyang Television yang dimonopoli mutlak dan cuma siaran selama enam jam, dari jam 17.00 sampai 23.00. Di negara Stanilist ini, saluran untuk TV satelit dan internet yakni terlarang. Semua informasi dari luar negeri disensor habis dan harus diolah lagi oleh Pyongyang Television.

Walau tingkat ekonominya tak seberapa, hidup penuh kesederhanaan, namun jangan sangsikan nasionalisme mereka. Bermodal rasa kebanggaan dan kebangsaan yang kelewat tinggi itu, Korut mampu meningkatkan ilmu teknologinya yang membuat paranoid George W. Bush sehingga mencapnya sebagai bab dari Axis of Evil.

Kenapa si koboi Texas itu takut? Jawaban bikin bulu romanya merinding, karena mereka punya nuklir! Katanya, bila Kim Jong-il sampai ngamuk, maka nuklir Korut berjulukan Taepo Dong mampu mendarat di California. Itulah yang membuat AS lebih ngeper dengan Korut ketimbang Rusia, Iran, Pakistan, atau India.

Bagi aku, selain Albania, Angola, Lesotho, Mongolia atau Togo misalnya, Korut juga sebuah negara misterius. Tempat di mana sepertinya tak pernah ada perubahan, tak tersentuh modernisasi dan terkesan angker. Kondisi mereka begitu-begitu saja, dari dulu hingga kini. Uniknya, Angola dan Togo akan mendapat perhatian luas dunia pada 2006 berkat prestasi fenomenalnya: lolos ke Piala Dunia!

Dan bicara World Cup nyambung juga ke Korut. Sebelum Korea Selatan membuat sejarah besar pada 2002 dengan suksesnya ke semifinal, Korut duluan bikin separo isi dunia melongo dikala kejuaraan digelar di Inggris pada 1966. Bahkan apa yang diperlihatkan Korea Kapitalis, tiga tahun silam itu, masih belum bisa mengalahkan peran Korea Sosialis pada 1966, meski ujung prestasinya hanya hingga perempatfinal.

ENTAH karena makan apa sebelum tampil, tiba-tiba saja Pak Doo-ik, Pak Seung-jin, atau Rim Jung-son bermain kolam kemasukan setan yang harus membuat tim Italia terpaksa main kayu untuk menghentikannya. Dan kita semua tahu, tim berlabel Gli Azzurri itupun terperdaya. Tak pelak lagi, inilah salah satu The Biggest Sensation and The Greatest Shock in World Cup History paling ternama.

Bagi Italia, malunya nggak ketulungan. Dua kali juara dunia itu dikalahkan oleh negara antah berantah, yang dikala mendarat di St. George Airport membuat orang-orang Inggris berjejalan untuk melihat kedatangan makhluk-makhluk, mirip komentar BBC, so little known they might be flying in from outer space.

Italia benar-benar merasa tertampar. Gianni Rivera dan Giacomo Bulgarelli, dua bintang Azzurri, nyaris berkeputusan pensiun dini dari lapangan hijau. Di negaranya sendiri, dampaknya lebih dari yang dibayangkan. Kekalahan ini membuat rakyat Italia malas bekerja, uring-uringan, nggak nafsu makan, sensitif berat, frustrasi dan tidak sedikit yang jadi berperangai aneh bin ngaco.

Puncaknya, saat tiba di Bandara Genova, masyarakat Italia menghujani pasukan Azzurri dengan sambitan tomat dan telur wangi! "Enyahlah para pengkhianat bangsa!" teriak para demonstran. "Inilah lembaran sejarah paling gelap sepak bola Italia sepanjang kala," tulis koran Il Tiempo di halaman depan keesokan harinya.

Korut memang gagal ke semifinal karena kalah 3-5 dari Portugal, meski sempat unggul 3-0. Hanya berkat kehebatan Eusebio Ferreira, yang melesakkan empat gol, langkah tim yang oleh pers Inggris dijuluki Red Mosquitos itu terhenti. Namun demikian prestasi itu sontak menaikkan gengsi Korut, dan tentunya, The Great Leader Kim Il-sung di mata dunia.

Kim merasa petunjuk biar timnya bermain dengan semangat Chonlima telah berhasil. Chonlima yakni mitos klasik bangsa Korea yang berwujud pada seekor kuda yang cepat dan kuat. Membaca cerita betapa kerasnya pelatihan menjadi pemain nasional di Korut dikala itu, cukup membuat aku menggigil. Para pemain di-skrining ketat. Yang tak hapal lagu kebangsaan, alamat celaka tiga belas karena bisa-bisa disetrum. Bayangkan, disetrum! Janji setia harus dihapali tiap malam sebelum tidur sampai mata mereka lamuran.

Sang pendiri bangsa itu memang sempat murka pada timnya, tapi bukan karena kalah, tapi lebih kepada 'kelakuan kapitalis' yang dibentuk Doo-ik dan mitra-kawan sehabis menang atas Italia. Dalam novel The Last Gulag karya Pierre Rigoulot disebutkan para pemain Korut menghabiskan malam kemenangan dengan berpesta, minum-minum dan ditemani sejumlah perempuan. Saking senangnya, pencetak gol bersejarah Pak Doo-ik dan kiper Pak Seung-jin, dua jagoan Korut, menyantap dengan rakus sejumlah serangga!

Pimpinan yang jauh dengan anak buahnya tak lain seperti panglima tanpa tentara. Begitulah yang diyakini Kim. Sebelum berangkat ke Inggris, ia berkata, "Eropa dan Amerika Selatan telah mendominasi sepak bola dunia. Sebagai wakil dari ras kulit berwarna, kita, bangsa Asia dan juga Afrika, aku ingin kalian memenangkan satu atau dua pertandingan di Inggris. Saya sudah senang jikalau itu tercapai."

Ternyata sampai kapanpun juga sepak bola masih layak pakai sebagai alat perjuangan bangsa. Untuk mengangkat harkat bangsa di mata dunia dan mewujudkan kesatuan nasional. Meskipun berakar sama, namun ternyata buahnya beda. Semangat, apalagi prestasi sepak bola bangsa Indonesia telah berubah drastis, sementara bangsa Korea kian fantastis

(foto:historia.id)

Thursday, November 17, 2005

Konspirasi Nerazzurri & Zapatista: Bermotif Minyak Bumi?

Bumi Italia sempat bergetar pada medio 2005, dikala klub borjuis FC Internazionale Milano melaksanakan deal sosial-politik dengan Zapatista, gerakan perlawanan paling ditakuti di Meksiko. Apa yang dicari Massimo Moratti? Kenapa Javier Zanetti terlibat jauh pada urusan ini?
 saat klub borjuis FC Internazionale Milano melakukan  Konspirasi Nerazzurri & Zapatista: Bermotif Minyak Bumi?
Inter-Zapatista. Uang 5.000 dollar AS, ambulans, dan kostum orisinil milik Zanetti.
Futbol, bagi orang-orang Amerika Latin, yakni politico. Batas keduanya samar-samar. Selama tujuh turunan mereka dijejali stigma dan keyakinan ini didasari dogma, melalui fakta, dan memakai realitas bahwa dari sepak bola suatu pemerintahan bisa jatuh dan sebuah rezim bisa pula langgeng.

Sedikit contoh, rezim Jorge Videla terselamatkan dari amuk massa usai Argentina jadi juara dunia 1978. Di Brasil, pada 2002 pemerintahan Fernando Cardoso sempat digoyang karena sang presiden dianggap tak mampu menekan instruktur Luis Felipe Scolari untuk memanggil bintang gaek kesayangan rakyat, Romario Faria, menjelang Piala Dunia 2002.

Lalu dikala seorang jenius berjulukan Marinus Jacobus Hendricus Michels memakai prinsip itu secara simpel ke dalam strategi totaal voetbal, risikonya juga ada. Ajax dan De Oranje dengan mutlak menguasai daratan Eropa di kala 70-an. Ia dianggap jenderal beneran sesudah mengucap 'sepak bola yaitu perang!'

Di Inggris, ibu sepak bola modern, sampai kini falsafah supermanajer Liverpool, Bill Shankly, masih banyak dianut. "Football is more important than life and death to you and, I said, listen, it's more important than that!" katanya pada program talk show Live from Two di Granada Television, 1981.

Setelah dilanda tekanan selama 90 menit lebih, emosi Sir Alex Ferguson langsung tumpah dengan berkata, 'Football, bloody hell!' Ia marah tapi bangga melihat gol Teddy Sheringham dan Ole-Gunnar Solskjaer baru tiba di menit ke-91 dan 93 pada Battle of Camp Nou, Mei 1999 kontra Bayern Muenchen.

Jauh sebelumnya, Inggris pernah kena imbas dahsyat politisasi sepak bola. Lima hari usai Inggris tersingkir di Piala Dunia Meksiko, kekuasaan PM Harold Wilson roboh. Rakyat tak mengampuni mengingat sebagai juara bertahan Inggris kalah 2-3 dari Jerman, si musuh besar, pada perempatfinal di Estadio Guanajato, Leon, 14 Juni 1970.

Bisa jadi, bersandar dari gumpalan sejarah tadi, seorang Javier Zanetti mencoba merajut mimpi besar di kurun depan: jadi politikus. Karena ia salah satu orang berpengaruh di klub, il capitano Inter, ia rada leluasa menggapai obsesinya. Tak ada yang tahu bahwa lelaki berzodiak Leo kelahiran 10 Agustus 1973 ini seorang yang berjiwa revolusioner.

Emosi Zanetti terganggu sehabis markas Zapatista diserbu tentara Meksiko, April silam, lewat pertempuran sengit yang memakan banyak korban. Bayangkan, tanpa sungkan beliau mengupas bencana itu pada beberapa rekan senegaranya di kamar ganti Stadion Giuseppe Meazza.

Kiprah Moratti
 saat klub borjuis FC Internazionale Milano melakukan  Konspirasi Nerazzurri & Zapatista: Bermotif Minyak Bumi?
Javier Zanetti dan istri mengedepankan sosio-kultur.
Selang beberapa hari, laki-laki bernama El Pupi ini menyuruh istrinya, Paula, mengirim wesel sebesar US$2.500 untuk membantu rehabilitasi Villa Zinacantan yang hancur lebur. Zanetti juga minta santunan sopan santun pada Esteban Cambiasso, Kily Gonzalez, dan Julio Cruz, yang sepaham dengannya.

"Kami percaya pada dunia yang lebih baik, yang tak tersentuh globalisasi, yang kaya akan perbedaan budaya dan budbahasa-istiadat semua orang. Itulah mengapa kami mendukung anda yang terus berjuang mempertahankan akar budaya dan idealisme," begitu isi pernyataan yang juga dipaketkan.

Kasak-kusuk empat Argentina ternyata diendus Bruno Bartolazzi, seorang petinggi Inter. Bila orang ini tahu, berarti keputusan si bos besar tinggal menunggu waktu. Benar saja. Usai isu terkini 2004/05, Moratti memanggil Zanetti untuk menyampaikan hasratnya. Yang terjadi lalu, biasa terjadi. Ide dari anak buah, namun reputasi milik si bos.

Juni 2005, rombongan Bartolazzi dan Zanetti yang ditemani istri masing-masing bertolak ke Meksiko. Dalam sebuah seremoni kecil di Caracol de Oventic, Inter dan Zapatista memulai kerja samanya. Selain uang 5.000 dollar AS, sebuah ambulans, dan kostum asli milik Zanetti bernomor 4, kubu Nerazzurri juga membawa plakat yang ditandatangani Moratti. Namun, yang paling menarik bagi para pejuang Zapatista adalah paket peralatan sepak bola dari bola kaki sampai kostum.

"Kami membaca serangan ini dari koran-koran Meksiko. Bantuan ini tak seberapa, yang lebih penting ialah atensi kami pada anda semua. Pokoknya Inter tak hanya main di PlayStation atau komputer," tutur Bartolazzi dalam pesan untuk Subcomandante Insurgente Marcos, orang yang paling dicari-cari pemerintah Meksiko.

"Kami telah katakan pada mereka, masyarakat di Eropa dan serpihan dunia lainnya, agar mendukung demokrasi dan Zapatista. Seperti di sepak bola, seringkali yang kecil mampu mengalahkan yang besar," lanjut Bartolozzi, yang ucapan terakhirnya ini kelak akan diolah Marcos, sang komandan.

Subcomandante Marcos adalah julukan untuk capo kelompok Ejercito Zapatista de Liberacion Nacional (EZLN), yang memperjuangkan hak-hak otonomi, wanita, demokrasi kaum Indian, penduduk orisinil Meksiko melawan neoliberalisme ekonomi dunia yang secara membabi buta mengeksploitasi sumber daya bumi Meksiko.

"Saudara-saudara Italia-ku, supaya kalian mencapai sukses besar dalam kampanye olah raga seperti ini," balas Marcos dalam sebuah surat yang dibacakan utusan EZLN. Perkembangan yang menarik yakni ketika ia melaksanakan korespondensi dengan Moratti secara panjang lebar. Siapa bergotong-royong Marcos?

Berlusconi dan Bush
 saat klub borjuis FC Internazionale Milano melakukan  Konspirasi Nerazzurri & Zapatista: Bermotif Minyak Bumi?
Hasil dari paket tunjangan Inter kepada bawah umur Indian Zapatista.
Menurut sumber intelijen Meksiko, dia yaitu Rafael Sebastian Guillen Vicente, seorang profesor filsafat dari Universidad Nacional Autonoma de Mexico (UNAM). Ia dikenal juga sebagai penulis puisi dan orator ulung serta berciri khas selalu merokok dengan pipa. Wajahnya tak pernah terlihat terang alasannya selalu menggunakan balaclavas, penutup muka, dan selalu menyandang senapan serta tinggal di hutan-hutan.

Karena dia orang berakal, maka strateginya pun pasti setuju punya. Banyak media-media di Meksiko disinyalir pro-Marcos. EZLN punya network dengan sejumlah oposan terkenal untuk melawan kapitalisme dan antiglobalisasi mirip IRA dan Basque. Namun, jalinannya dengan kapitalis Moratti bikin orang bertanya-tanya. Siapa memakai siapa?

"Dunia sepak bola terus berevolusi. Namun, suatu ketika nanti ia tak lagi jadi industri atau perusahaan, tapi akan kembali ke sebuah permainan memikat yang pernah dibentuk untuk mengikuti perasaan anda," kata Marcos dalam suratnya pada Don Massimo. "Sepak bola telah menjadi sarana penting untuk tujuan penting. Ia seperti melawan kemapanan, dipenuhi kejutan. Setiap revolusi dimulai dari kotak penalti sendiri dan diakhiri di gawang lawan," balas Moratti, setengah berfilsafat.

Marcos dan Moratti oke Inter dan Zapatista akan melakukan dua kali pertandingan persahabatan. Di Italia, Marcos minta digelar di Roma, sedang di Meksiko ia telah menyiapkan Stadion UNAM. "Wah, aku bahagia sekali. Saya siap main di sini atau di sana," komentar Zanetti waktu itu.

Yang lucu dari isi surat tersebut ialah permintaan Marcos semoga Inter jangan lupa membawa banyak bola karena bola yang ada sudah pecah semua balasan sepatu-sepatu lars kami. Il Coomandante Marcos juga ingin Moratti oke dengan penunjukan Diego Maradona jadi wasit, Jorge Valdano dan Javier Aguirre, eks instruktur nasional Meksiko, sebagai asisten wasit serta legenda Brasil, Socrates, sebagai wasit cadangan.

Walau misinya jelas, mendirikan kampus sepak bola Inter di Meksiko, namun terus jelas gerakan Moratti ini sempat meresahkan deputi kantor PM Italia Silvio Berlusconi. Si pemilik AC Milan ini memegang nota kerja sama ekonomi dan terikat beberapa pakta bisnis antara pemerintah Italia dan Meksiko. Di sisi lain publik Italia pun tahu Moratti yakni baron minyak numero uno.

Serunya lagi, memang perut bumi Chiapas, di selatan Meksiko itu, dikenal berisi kandungan minyak yang potensial selama puluhan tahun! Media massa di Italia pun merasa kecolongan. Namun kehebohan akbar menerpa pemerintah Meksiko dan AS sehabis majalah The Christian Science Monitor memuat artikel It Will All Be Made Clear in the Next Zapatista Memo pada 2 Agustus 2005.

Lewat pemeriksaan langsungnya, Hugh Dellios, juga menulis artikel Masked Rebel Leader Has a New Cause in Mexico di koran Chicago Tribune pada 14 Agustus 2005 seraya memuat isi surat Moratti kepada komandan Marcos yang bocor. Konon Presiden George Walker Bush, yang moyang keluarganya pengusaha minyak, merasa tersinggung, hingga-sampai beliau membahas khusus agresi Inter, Moratti, dan Zanetti di Meksiko dengan Berlusconi dan Presiden Vicente Fox. Tidak di mana-mana, asal ada anyir duit, orang-orang penting pun mendekat dan mengendus.

(foto: laaficion/sempreinter/inter)

Sunday, October 2, 2005

Jose Mourinho Di Israel: Promosi Gratis Dan Meraih Reputasi Gres

“Shalom lekulam, Salam alekom… I am not a man of lectures. I am a man of the field...,” begitu beberapa patah kata pembuka laki-laki bernama Jose Mario dos Santos Mourinho Felix pada kumpulan orang terpandang di Hotel Dan, Tel Aviv, suatu hari di simpulan Maret 2005.
pria bernama Jose Mario dos Santos Mourinho Felix pada kumpulan orang terpandang di Hotel  Jose Mourinho di Israel: Promosi Gratis dan Meraih Reputasi Baru
Paling hebat tebar pesona.
Bermodalkan pressao alta sebagai beautiful game, sistem ciptaannya yang kini dimainkan Chelsea, terperinci sekali Jose Mourinho datang ke Israel dengan kepala tegak, percaya diri. Ia telah siap memberi perlawanan sengit kepada FA dan UEFA, yang terus memusuhinya belakangan ini. Juga kepada semua orang yang tak menyukai Chelsea. Sebuah kampanye gratis.

Dia paham benar bahwa anjangsana-nya ke Tel Aviv itu telah diketahui bahkan didukung Sekjen PBB Kofi Annan serta mantan Presiden AS Bill Clinton. Kedua tokoh dunia itu bilang mungkin hanya dengan memakai isu olahraga perdamaian di Tanah Suci bisa disatukan kembali. Untuk itu, Mourinho pun tahu harus berterima kasih kepada siapa.

Manajer dengan honor termahal di dunia itu diundang oleh Shimon Peres, yang mengetuai Peres Centre for Peace, sebuah organisasi sosial yang dikreasi oleh eks PM Israel tersebut. Brand Chelsea yang membubung ke Timur Tengah — berkat sepak terjang andal Pini Zahavi si anak Tel Aviv dan Roman Abramovich si Yahudi Rusia — mengakibatkan manajer paling populer dan paling kontroversial di dunia itu sekalian berpromosi gratis sebagai peacemaker, tokoh perdamaian.

Mimpi Peres ialah menyatukan belum dewasa Palestina dan Israel dalam satu wadah di mana pada suatu ketika di bawah satu panji olah raga, terutama sepak bola, mampu mencairkan ketegangan 'ribuan tahun' antara Yahudi dan Arab. Boleh jadi dia beruntung mampu mengundang orang yang klop, dikenal piawai bermain konflik, ialah Mourinho, agar upayanya kedengaran dunia dan lebih nendang. Seberapa besar imbal baliknya tentu sudah dipikirkan. Ini gaya Yahudi.

Maka tanpa basa-busuk, di depan pers Peres mempromosikan sekaligus merekomendasikan laki-laki yang dibayar 5 juta pound per tahun oleh Chelsea itu. Yang terperinci tokoh politik Yahudi yang 'agak adem' itu menyebut kerjasamanya dengan Mourinho sebagai “a beautiful project”. “Pengalaman dan keterampilan diplomatiknya membuat hasrat saya untuk melibatkan ia di proyek ini semakin besar,” papar Wakil PM Ariel Sharon itu.

“Mourinho ialah figur internasional yang penting dan idenya untuk datang ke sini mengilhami kami untuk menolong perkembangan bawah umur kami,” timpal Dr. Ron Pundak, Direktur Peres Centre yang juga sejarawan bidang regional, tanpa tedeng aling-aling.

Soal Chelsea

pria bernama Jose Mario dos Santos Mourinho Felix pada kumpulan orang terpandang di Hotel  Jose Mourinho di Israel: Promosi Gratis dan Meraih Reputasi BaruDi Tel Aviv Mourinho melakukan banyak kegiatan lain. Bermain a five-a- side football, singgah di Stadion Vinter di Ramat Gan untuk memotivasi 200-an anak-anak Palestina dan Israel, serta memberi kuliah umum. Dengan pede-nya yang populer itu, Mourinho berpidato di depan tokoh-tokoh Israel dan Palestina. Momen ini diliput oleh lebih dari 100 media cetak dan elektronik dari seluruh dunia. Seperti ciri khasnya, Mourinho segera bicara tajam, pribadi, dan obyektif. Ia membeberkan diam-diam kesuksesan tanpa sungkan dan pretensi. Mengajari orang dengan segala cara untuk mencapai sukses, bicara soal keberanian atau perdamaian, dan keinginannya di era tua. Berikut petikannya:

“Awal kesuksesan pada ketika membangun sebuah tim ialah Anda harus memikirkan apa pun secara mendetail. Kesuksesan bukan saja soal keberuntungan, tetapi juga soal bagaimana kesiapan untuk sukses. Setiap aku gres menangani sebuah klub, yang aku dahulukan ialah membangun organisasinya.

“Memang klub besar seperti Chelsea sudah terorganisasi dengan baik. Namun, aku tetap menginginkan kejelasan posisi aku di sana, harus tahu wewenang dan susukan-terusan eksklusif aku. Saya tak akan menjadi manajer ahli tanpa orang-orang hebat di sekitar saya.

“Semua harus merasakan ambisi yang sama. Tim yang menjadi bintang, bukan pemain. Jika Anda tidak bisa mengomunikasikan ambisi pada para pemain, Anda tidak akan mampu membawa filosofi Anda pada mereka, pada tim. Di Chelsea, kami punya pemain dari 13 negara berbeda. Beda budaya, beda bahasa, namun kami tetap punya komunikasi spesial melalui sepak bola.

“Kreasilah filsafat Anda sendiri. Tentunya ini mampu dipelajari dari para pelatih. Dengarkanlah, dapatkan informasi itu, namun saya ingatkan; jangan menjiplak semuanya. Ambilah beberapa yang baik, lalu kreasikanlah filosofi Anda sendiri. Kehebatan para pemain bukan karena mereka bekerja dengan saya, tapi karena mereka merealisasikan prinsip-prinsip tadi. Itulah esensi sepak bola.

Soal Perdamaian

“Sepak bola yang manis mampu tiba dari kalangan bawah, grass roots. Tempat lahirnya street football contohnya. Dari mana munculnya bakat-bakat ahli mirip Pele, Eusebio, Ronaldo? Dari jalanan. Dengan mudah kita bisa mengambilnya untuk dipadukan ke dalam pengembangan di sebuah klub. Kendala yang tiba dari situ biasanya ialah soal iktikad diri. Namun, kami mampu mengatasinya sebatas pemain itu yaitu para pemain muda.

“Ini ialah kunjungan saya yang pertama ke Israel dan aku telah menemukan keindahan dan sebuah tempat spiritual. Kadang, sepak bola acapkali menggunakan terminologi ‘pertempuran’ untuk menggambarkan permainan di lapangan.

pria bernama Jose Mario dos Santos Mourinho Felix pada kumpulan orang terpandang di Hotel  Jose Mourinho di Israel: Promosi Gratis dan Meraih Reputasi Baru"Kita bicara kepahlawanan, perjuangan, keberanian; semua itu menjadi kesan dikala datang ke sebuah kawasan seperti Israel. Meski terdengar mengerikan atau sebagiannya benar, namun membuat kita jadi merendah alasannya ketidakpantasan bahasa itu. Faktanya kesuksesan Israel bisa menahan seri Irlandia (di Pra Piala Dunia 2006) karena tim itu diperkuat oleh beberapa pemain berdarah Arab. 

"Ini bukti bahwa kolaborasi untuk tujuan utama didapat melalui perdamaian dan ketenangan. Biarlah itu menjadi pelajaran kita semua. Keberanian yakni perjuangan membawa perdamaian ke dalam sebuah komunitas yang hubungannya ringkih. Ini milik Anda yang ada di sini semua, bukan saya. Oleh alasannya adalah itu proses pembangunannya sedapat mungkin dimulai semenjak kanak-kanak. Apabila bisa dicapai melalui olah raga, hal ini sangatlah ahli di lalu hari.

“Kekuatan yang kita miliki untuk mengubah dunia melalui sepak bola tidak mampu diremehkan. Walaupun sudah kembali lagi ke Inggris, saya akan tetap memikirkan Anda semua yang bekerja di sini. Saya berterima kasih pada (PM) Shimon Peres untuk kunjungan ke Tel Aviv ini dan untuk pekerjaan pada organisasi mahir ini.

“Pekerjaan (sosial) mirip ini amatlah berbeda pada dunia olah raga yang saya geluti. Di dunia saya, kita merasa menjadi orang-orang yang penting. Namun, pada kenyataannya orang-orang mirip Anda inilah yang jauh lebih penting. Di sini, sepak bola telah digunakan sebagai alat sosial yang baik. Ini jauh lebih penting ketimbang sepak bola itu sendiri dan aku berharap akan diundang ke sini lagi suatu saat karena saya sudah menyatu dengan pekerjaan ini.

“Akhir kata, proyek ini mampu membuat saya memikirkan ulang lagi kehidupan saya di sepak bola sehabis berakhir. Saya ingin sekali terlibat dengan hal seperti ini di kemudian hari, di semua daerah yang berbeda di seluruh dunia.”


SEKILAS JOSE MOURINHO


👉 Lahir 26 Januari 1963 di Setubal

👉 Ayahnya, Jose Manuel Mourinho Felix, ialah seorang kiper yang pernah bermain 143 kali untuk Vitoria Setubal dan 131 kali untuk Belenenses, serta sekali membela tim nasional Portugal pada 1972.

👉 Dijuluki Tradutor (penerjemah)

👉 Bergaji 5 juta pound atau 7,5 juta euro di Chelsea

👉 Mourinho adalah bintang iklan kartu kredit American Express Co. Menurut France Football, Mourinho kehilangan bonus besar sesudah Chelsea disingkirkan Liverpool di semifinal Liga Champion 2004/05.

👉 Empat orang terpenting di sekitarnya ialah rekan-rekan lamanya di FC Porto: Baltemar Brito, tangan kanannya merangkap tangan kanan; Rui Faria, pelatih kebugaran; Andre Villas, kepala pencarian bakat; dan Silvino Louro, pelatih kiper.

👉 Prinsip utama Mourinho di sepak bola yaitu pressao alta atau high pressure alias menekan lawan seketat mungkin.

(foto: bc.net/telegraph/cyc.net)

Thursday, May 19, 2005

Piala Konfederasi: Idenya Arab Saudi?

Suatu kali Sepp Blatter melontarkan gagasannya biar Piala Dunia bisa digulirkan tiap tiga tahun. Bukan empat tahun sekali. Pesan yang ditangkap banyak pihak yaitu dia tengah bicara ihwal solidaritas yang menjadi filosofi andalannya. Itu saja? Jelas tidak. Yang lalu balasannya menjadi kontroversial yaitu makna yang tersirat dari hasrat sang godfather sepak bola itu.
Suatu kali Sepp Blatter melontarkan gagasannya agar Piala Dunia bisa digulirkan tiap tiga  Piala Konfederasi: Idenya Arab Saudi?
Denmark juara Piala Konfederasi 2005.
Awalnya, Blatter mengedepankan soal keadilan. Ia menginginkan semua potongan planet ini bisa menggelar hajatan paling gemerlap, paling menguntungkan, dan serba paling lainnya itu. Sepak bola milik semua orang! Inilah senjata utama FIFA jika sudah bicara sosialismenya. Namun, percayalah, ujung-ujung dari impian itu tetap saja bisnis semata. Dengan kata lain uang! Sepele saja, semakin sering ajang sepak bola dengan ikon nasionalisme digelar, maka uang pun akan semakin mengalir deras dan kekuasaan semakin kukuh.

Aset dan investasi FIFA terbesar dan sepanjang kurun adalah Piala Dunia, yang bergulir tiap empat tahun. Dari kacamata sport-business, World Cup merupakan pesta olah raga terbesar di dunia. Ia yakni pasar terbesar multi-industri yang pernah ada. Mulai dari otomotif hingga sayap ayam goreng. Dari teknologi isu hingga cukuran jenggot.

Namun, Blatter dan kompatriotnya tetap belum puas karena mereka yakin masih ada kejuaraan sejenis yang mampu dijual, adalah Confederations Cup. Pembenaran bahwa Piala Dunia pantas digelar dua-tiga tahun karenanya menjadi kenyataan dengan hadirnya ajang tanpa historis yang datang-datang sudah memasuki edisi kelima atau ketujuh jika dihitung semenjak 1992.

Secara konkret, Piala Konfederasi yakni wahana penentu naiknya Blatter ke singgasana Presiden FIFA pada 1998. Maka dari itu, selain terus dikatrol gengsinya, ajang ini juga menjadi pertaruhan kredibilitas sang supremo. Piala Konfederasi bergotong-royong idenya berasal dari Arab Saudi.
Suatu kali Sepp Blatter melontarkan gagasannya agar Piala Dunia bisa digulirkan tiap tiga  Piala Konfederasi: Idenya Arab Saudi?
Raja Arab Saudi Fahd Bin Abdul Aziz Al Saud.
Saat itu putra mahkota Arab Saudi, Sultan bin Fahd bin Abdulaziz alias Pangeran Saud, tanpa diduga menggelar sebuah turnamen sepak bola pada 1992 yang didedikasikan untuk ayahnya, Raja Fahd. Karenanya, sederhana saja, hajatan bola ini dinamakan King Fahd Cup.

Namun jika dikaji lebih dalam lagi, Piala Konfederasi atau Piala Raja Fahd juga bukan yang pertama digelar. Sejarah mencatat bahwa pada 1980-1981, tepatnya di Montevideo, mulai 30 Desember hingga 10 Januari, dihampar apa yang disebut Mundialito, yang dalam bahasa Spanyol bermakna Piala Dunia Mini. Bangsa Latin menyebut ajang ini dengan Copa de Oro de Campeones de Mundiales, atau Piala Juara Dunia! Ternyata sudah jadi juara dunia pun masih belum puas.

Namun Inggris menolak ikut, alasannya adalah tak mau menghentikan tradisi Boxing-Day di masa itu di liga dan Piala FA. Akhirnya rayu punya rayu, pikir punya pikir, Belanda yang dibujuk. Eh, mereka mau. Maka jadilah Piala Dunia sejati digelar. Ide asing dari orang-orang Latin tersebut sangat fenomenal alasannya enam negara juara dunia sampai saat itu: Uruguay, Italia, Jerman, Brasil, Inggris, dan Argentina diundang.

Pendek kata, apakah Mundialito sah disebut sebagai bapak-moyangnya Piala Konfederasi? Tidak juga. Jadi siapa? Ada, dialah Taca das Nacoes yang dikreasi oleh Brasil pada 1964 kemudian digelar di dua kota terbesarnya, Rio De Janiero dan Sao Paulo sejak 30 Mei hingga 7 Juni 1964. Brasil, yang terus dibasahi euforia lantaran sanggup meraih juara dunia 1958 dan 1962 secara beruntun, mengundang dua wakil Eropa, Inggris dan Portugal, serta negeri tetangganya, Argentina.

Brasil mengundang ketiga negara menurut faktor "suka-suka" saja, subyektif, tanpa kriteria jelas, dan tampaknya sebab perilaku megalomania yang bablas. Portugal diundang sebab dianggap salah satu orang renta mereka secara kultur dan genetis atau pertalian darah. Inggris yakni afeksi terbesar sepak bola Brasil. Mereka selalu terpukau oleh embah-nya sepak bola. Secara resmi sih undangan untuk Inggris dikaitkan sebagai calon tuan rumah 1966. 
Argentina 1964, diremehkan Brasil malah jadi juara.
Lalu Argentina? Nah, ini ia, entah kenapa bukan Uruguay yang diundang, atau minimal ditambahkan. Di mata Brasil, Argentina lebih menggoda meski di daerah Amerika Selatan, justru Uruguay-lah jagoannya. Argentina kebanyakan kalah dari Uruguay. Brasil lebih sering menang dari Uruguay, namun dengan Argentina masih bejaban. Barangkali itulah alasan utamanya. Kalau mau jujur harusnya yang diundang Bolivia, yang secara mencengangkan menjadi juara Copa America 1963.

Akhir kata, dalam Taca das Nacoes 1964, Brasil kena batunya. Tim Samba harus puas di posisi kedua klasemen simpulan. Pele, Jairzinho dkk. kalah telak 0-3 dari Tim Tango, seri 1-1 melawan Inggris dan mengalahkan Portugal 4-1. Saat kalah dari Argentina, lahir peristiwa kontroversial setelah Pele menanduk hidung pemain lawan, José Agustín Messiano, sampai patah! Dilihat dari kadarnya, memang, persaingan para jawara selalu panas. Mungkin hal inilah yang terus menjanjikan di masa depan.

Artemio Franchi

Waktu terus berjalan. Los Charruas kembali mengulangi peristiwa Maracanazo 1950 alasannya adalah kembali menang 2-1 di final Mundialito 1980 yang dijejali 71.000-an ribu penonton di Estadio Monumental. Stadion ini yaitu daerah di mana mereka meraih juara dunia pertama pada 1930. Yang menarik di ajang kedua cikal bakal Piala Konfederasi ini, kriteria penerima jauh lebih obyektif. Semua partisipan yakni para juara dunia! Apakah semua oke? Tentu tidak.
Suatu kali Sepp Blatter melontarkan gagasannya agar Piala Dunia bisa digulirkan tiap tiga  Piala Konfederasi: Idenya Arab Saudi?
Kegembiraan Uruguay di Mundialito 1980.
Uruguay, selain jadi tuan rumah, dianggap sebagai juara dunia pertama 1930 lalu 1950 yang patut dihormati. Lalu Italia berstatus juara dunia 1934 dan 1938. Jerman Barat 1954 dan 1974. Brasil 1958, 1962, dan 1970. Argentina 1978, dan satu lagi seharusnya Inggris, yang menjadi juara dunia 1966. Namun di mata kreator sepak bola, Mundialito - digelar 30 Desember 1980 sampai 10 Januari 1981 - dianggap kejuaraan buang-buang waktu yang tujuannya hanya untuk mengenang era lalu kejayaaan masing-masing. Inggris menolak ikut, salah satu alasannya adalah lainnya adalah tidak mau mengorbankan perhatian pada Boxing Day dan Piala FA yang sedang dipentaskan ketika itu.

Inspirasi Taca das Nacoes dan Mundialito tidak pernah terkubur. Eropa, yang ketika itu memang sedang bersaing panas dengan Amerika Latin, justru mengambil untung. Dengan memanfaatkan media massa, lobi, sponsor, dan infrastruktur yang lebih beres dibanding Latin, UEFA malah mencuri ilham rivalnya, CONMEBOL. Meski dalam taraf lebih kecil. Idenya sepele saja. Mengadu juara Eropa dengan Amerika Latin. Jika di klub bernama Piala Toyota, maka di ajang antar negara, namanya Piala Artemio Franchi.

Tenang dulu alasannya Anda pasti sedikit galau dengan titel kejuaraan. Artemio Franchi yaitu presiden UEFA (1972-1983) yang menggerakan opini supaya Eropa jangan buang waktu untuk mencari siapa yang terkuat di dunia. Artinya yaitu, kasta permainan juga kesibukan kompetisi Eropa yang amat teratur, jangan dibentuk mundur dengan harus bertanding dengan wilayah lain di dunia yang masih terkebelakang. Maaf untuk Asia, Afrika, dan Amerika Utara apalagi Oseania, sebab kenyataannya memang benar.

Akan tetapi, sehabis dicoba dua kali, 1985 dan 1993,  jadinya mampu runyam kalau diterusi. Pada saat itu teknologi transportasi dan komunikasi belum semaju kini. Jika dilegalkan apalagi reguler, mereka yakin banyak pemain yang kelenger harus terbang memutari separo bumi, Eropa-Amerika Selatan pulang pergi.
Suatu kali Sepp Blatter melontarkan gagasannya agar Piala Dunia bisa digulirkan tiap tiga  Piala Konfederasi: Idenya Arab Saudi?
Michel Platini cs. menjuarai Trofi Artemio Franchi 1985.
Jadi Piala Artemio Franchi hanya mencatat nama Les Bleus (1985) dan Albiceleste (1993) sebagai juaranya. Kenangan ini tentu saja membekas besar lengan berkuasa di kepala seseorang yang kini telah jadi capo di cappi tutti-nya sepak bola dunia. Kita kembali ke kisah Piala Raja Fahd di awal 1990-an.

Blatter, yang waktu itu masih menjabat Sekretaris Jenderal FIFA, melihat peluang. Ia sontak mendukungnya dan menamai turnamen itu dengan International Championship. Maklum oleh Pangeran Saud yang diundang tiba ke Riyadh ialah Argentina, juara Copa America 1991, Amerika Serikat, juara Amerika Utara dan Tengah, Pantai Gading, juara Afrika 1992, serta tuan rumah yang menyandang titel juara Asia 1988. Mata Blatter mendelik alasannya adalah dipandang dari peserta jelas pagelaran gres ini bergengsi.

Argentina tampil sebagai negara pertama yang menjuarai Piala Raja Fahd alias Piala Konfederasi kuno. Di final yang digelar di Stadion Raja Fahd II, Riyadh, dan dipelototi 75.000-an penonton itu tim Tango menyelesaikan tuan rumah Arab Saudi, 3-1, lewat gol Leonardo Rodriguez, Diego Simeone, dan Gabriel Batistuta. Sedangkan satu gol balasan pasukan Elang Hijau dibuat oleh bintangnya, Said Al-Owairan. Pemain terbaik diraih oleh gelandang elegan Argentina, Fernando Redondo.

Pergelaran King Fahd Cup kedua kembali marak pada 1995 dengan akseptor diperluas. Arab Saudi tetap didaulat menjadi tuan rumah. Lima kontestan lain yakni Argentina, Denmark, Jepang, Meksiko, dan Nigeria, yang kesemuanya membawa panji konfederasi masing-masing. Blatter, dengan kuasanya, merasa jumawa karena sukses membawa Denmark ke padang pasir. Posisi tawarnya di hadapan FIFA pun makin menguat.

Diadopsi FIFA
Suatu kali Sepp Blatter melontarkan gagasannya agar Piala Dunia bisa digulirkan tiap tiga  Piala Konfederasi: Idenya Arab Saudi?
Argentina juara Piala Konfederasi 1993.
Argentina kembali ke tamat. Namun di laga pamungkas itu, sang juara bertahan takluk oleh Denmark sang pendatang baru. Dua gol dari Michael Laudrup dan Peter Rasmussen sudah cukup menerbangkan trofi emas ke Kopenhagen. Hasil ini mirip membayar kekalahan pahit mereka dua tahun sebelumnya. Saat itu tim Dinamit kalah dari Diego Maradona cs dalam sebuah final laga setengah resmi pada 1993 di Mar Del Plata, Argentina, dengan skor 5-6 lewat tos-tosan.

Berkat pertemanan yang erat dengan kawan-kawan Arab-nya, antara lain Mohammad bin Hammam, sekarang Presiden AFC, Blatter langsung membidik masa depan. Masa edar Dr. Joao Havelange sebagai supremo FIFA tinggal sebentar lagi. Lantas, pada 1997 Piala Raja Fahd resmi diadopsi FIFA dan resmi dinamai FIFA Confederations Cup. Havelange, yang sudah jompo dan disibukkan mengurus aset langsung sebelum dipensiunkan, menyetujui dan tinggal meneken MOU-nya.

Sejarah mencatat, pada 12-21 Desember 1997 Piala Konfederasi telah lahir. Peserta membludak menjadi delapan negara. Juara Asia, Arab Saudi, lagi-lagi diberi jatah sebagai penyelenggara pertama. Lainnya ialah Brasil (juara dunia), Uruguay (juara Amerika Selatan), Ceko (juara Eropa), UEA (runner-up Asia), Meksiko (juara Concacaf), Afrika Selatan (juara Afrika), dan Australia (juara Oseania).

Sejak dikala itu pula pergelaran akbar sepak bola berjalan seperti ini: 1998 Piala Dunia, 1999 Piala Konfederasi, 2000 Piala Eropa, 2001 Piala Konfederasi, 2002 Piala Dunia, 2003 Piala Konfederasi, 2004 Piala Eropa, dan 2005 Piala Konfederasi, serta 2006 Piala Dunia, dan seterusnya dan seterusnya. Jadi bayangkanlah bagaimana perkasanya, katakanlah, seorang Thierry Henry yang selama 6 tahun, semenjak 1998 sampai 2004, satu bulan pun tidak pernah putus bermain bola!

Makanya jangan dikira jika para pelatih dan pemain profesional senang dengan adanya Piala Konfederasi. Mereka semua sudah kelelahan. Blatter tidak mau tahu. Yang ia pegang yaitu para bos konfederasi yang terdiri dari enam orang. Fatwa yang lahir lalu yaitu setiap jawara regional, semisal dari Piala Asia atau Piala Afrika bahkan juara dunia dan calon tuan rumah Piala Dunia, diharuskan mengikuti turnamen ini. Titik.

FIFA merilis Piala Konfederasi yaitu pertarungan antarbenua sekaligus peluang bagi para juara regional berkumpul dalam semangat kompetisi secara fair play - saling menantang satu sama lain untuk mengklaim yang terbaik dari enam konfederasi. Kompetisi ini juga memberi kesempatan pada negara dari konfederasi berkembang untuk menguji kemajuan mereka melawan negara dari benua yang lebih mapan dan makmur.

Serangkaian kalimat di atas merupakan nilai-nilai ideal. Singkatnya, Blatter bercita-cita menimbulkan sepak bola kian mengglobal. Namun amanah agung yang dicanangkan FIFA dalam Piala Konfederasi bagi beberapa pihak cuma dianggap sebagai make-up belaka. UEFA, petinggi, instruktur, hingga pemain terutama dari klub-klub kelompok G-14 justru menilai ajang itu tak punya nilai apa pun selain bisnis FIFA.

Piala Konfederasi merupakan turnamen paling tak populer serta kontroversial yang pernah diselenggarakan FIFA. Pasalnya, sebagian besar klub-klub Eropa, anggota UEFA, enggan melepas para pemainnya untuk bergabung di timnas sehabis semusim penuh berkutat di kompetisi liga.

Seks Lebih Baik

Selain FIFA, secara umum dikuasai insan sepak bola telak-telak menganggap Piala Konfederasi adalah berita paling bullshit yang pernah ada. Kenyataannya, kejuaraan ini adalah perjuangan terselubung perbudakan olah raga tanpa mengenal belas kasihan dan perasaan. Piala Konfederasi 2005 yakni bukti kepala batunya FIFA, yang menganggap maut Marc-Vivien Foe di Prancis 2003 sebagai insiden belaka dan bukan sebuah feed-back negatif dari rangkaian ambisi berlebihan.

"Para sponsor, pemegang hak siar televisi, pemasang iklan, dan pihak-pihak lain yang bergantung pada turnamen ini tentu tak ingin ada penundaan. FIFA barangkali hanya menyampaikan basa-kedaluwarsa ihwal betapa mengerikannya insiden maut Marc-Vivian Foe dan bagaimana mereka akan menghormatinya. Tapi, sebenarnya mereka tidak mempedulikannya. Tak seorang pun mempedulikan para pemain. Kami dianggap cuma seonggok daging," kritik Mikael Silvestre, bek Manchester United sekaligus pemain nasional Prancis.
Suatu kali Sepp Blatter melontarkan gagasannya agar Piala Dunia bisa digulirkan tiap tiga  Piala Konfederasi: Idenya Arab Saudi?
Kenangan Oscar Ruggeri, kapten Argentina pada 1992.
Apa yang diharapkan dari (mutu) Piala Dunia mini jikalau para pemainnya sudah kelelahan? Sepakat atau tidak, selesai Mei adalah batas akhir pekerjaan seorang pesepak bola sebelum memasuki masa istirahat yang optimalnya cuma beberapa minggu. Lantas di mana ada waktu untuk bercengkerama dengan anggota keluarga, katakanlah, pada diri Hernan Crespo atau Ricardo Kaka yang baru saja menuntaskan kompetisinya kemudian selang sepekan sudah harus latihan, latihan dan bertanding lagi dengan seragam tim nasional.

Semua pemain terbaik telah menghabiskan tenaganya di Liga Eropa dan Liga Champion. Hormatilah mereka barang setahun karena tiap dua tahun sekali pun mereka sudah digenjot napasnya untuk Piala Eropa dan Piala Dunia, sebagian kecil lagi bahkan di Olimpiade.

"Rasanya seperti pelajar yang malas dan kurang pandai dikala datang ke sekolah," saya Robert Pires bila menganalogikan bermain di Piala Konfederasi. "Kalau boleh memilih, saya lebih suka menghabiskan waktu dengan seks. Lebih menyehatkan dan memperpanjang hidup," sambung gelandang serang Les Bleus dikala ajang tanpa sejarah ini digelar di negaranya pada 2003.

Meski mampu banyak kritikan, FIFA bertekad mempertahankan Piala Konfederasi biar tetap bergulir. Apalagi FIFA telah mempunyai kontrak dengan pihak sponsor, pemegang hak siar televisi, dan pihak-pihak lainnya yang akan berakhir tahun 2006 nanti. Dalam pertemuan di Zurich beberapa waktu kemudian, Blatter kembali menjelaskan janji FIFA menggelar Piala Konfederasi kepada para perwakilan klub-klub besar di Eropa.

"FIFA mendesak klub-klub Eropa untuk mempertimbangkan lagi pandangan mereka terhadap Piala Konfederasi. Sebagai tubuh sepak bola dunia, FIFA yakin kompetisi ini punya nilai besar, tak hanya bagi publik, tapi juga untuk klub sendiri. Sementara itu impian klub agar memperoleh kompensasi finansial dari asosiasi atau federasi sepak bola ketika memanggil pemain mereka untuk membela timnas, FIFA berjanji akan mempelajari dilema ini lebih mendalam," begitu rilis resmi yang dikeluarkan FIFA.

Sering kali pemain tak punya pilihan. Demi karier dan hidupnya, risikonya mereka rela 'menyabung nyawa' dengan cuma menyandarkan diri pada sokongan motivasi klasik terhebat di dunia: uang. And then the show must go on. Cepat atau lambat, oke atau antipati, FIFA akan tetap sukses mengerek ajang ini dengan tajuk Festival of Champions mulai 5 - 29 Juni 2005 mendatang di lima kota di Jerman.


DAFTAR JUARA PIALA KONFEDERASI

Tahun
Tuan Rumah
Juara
Finalis
Nama Turnamen
1964
Brasil
Argentina
Brasil
Taca das Nacoes
1980
Uruguay
Uruguay
Brasil
Mundialito
1985
Prancis
Prancis
Uruguay
Trofi Artemio Franchi
1992
Saudi Arabia
Argentina
Arab Saudi
Piala Konfederasi
1993
Argentina
Argentina
Denmark
Trofi Artemio Franchi
1995
Saudi Arabia
Denmark
Argentina
Piala Konfederasi
1997
Saudi Arabia
Brasil
Australia
Piala Konfederasi
1999
Meksiko
Meksiko
Brasil
Piala Konfederasi
2001
Korea Selatan
Jepang
Prancis
Piala Konfederasi
2003
Prancis
Prancis
Kamerun
Piala Konfederasi
2005
Jerman
Brasil
Argentina
Piala Konfederasi

(foto: bongdaplus/destinationsoccer/dw/mindenuruguay/sportal/pes classic stats)

Friday, April 15, 2005

Australia Ke Zona Asia, Seharusnya Menjadi Australasia

Ini bak dongeng perkawinan. Setelah berjuang dan menanti selama 45 tahun, sebuah pinangan untuk mengawini pujaan hatinya, tahun ini hampir pasti kesampaian. Mempelai laki-laki, anggap saja begitu, adalah Australia. Mempelai wanitanya siapa lagi jikalau bukan Asia, dalam hal ini AFC. Pinangan pertama telah diajukan ke Kuala Lumpur, markas besar AFC, pada 8 Maret silam yang disaksikan oleh FIFA sebagai calon penghulu perkawinan kelak.

 sebuah pinangan untuk mengawini pujaan hatinya Australia Ke Zona Asia, Seharusnya Menjadi Australasia
Sebulan sebelumnya Australia (28/2) minta izin OFC (Konfederasi Sepak Bola Oseania), besan pertama, di Noumea, Kaledonia Baru. Untuk mencari Hari-H pada 23 Maret bos FFA Frank Lowy mengundang 'besan kedua' adalah Presiden AFC, Mohammad bin Hammam, ke Sydney.

Dalam pertemuan penuh hubungan itu, nyaris tiada permintaan dan cita-cita yang tidak disepakati. Intinya, bos AFC itu ingin memberikan diri bahwa Asia akan menjadi mertua yang baik bagi Australia. "Pertama-tama yang ingin kami ungkapkan...," buka Bin Hammam pada sambutannya, "...ini ialah saatnya sepak bola telah bersatu. Secara umum, bergabungnya Australia ke AFC merupakan keuntungan bagi persepak-bolaan dunia. Kami juga percaya ini sebuah kejadian yang paling pas dengan pihak yang sempurna."

"Cinta pada pandangan pertama telah muncul semenjak kita pertama kali bertemu di Kuala Lumpur tahun lalu, balas Lowy dengan bercanda. Semua hadirin di ruangan itu tersenyum simpul dan bersahaja. Di pihak lain, walau ada kesan pasrah dan rada duka, hasilnya dengan bangga OFC mendukung impian 'putra sulungnya' itu semata biar lebih bisa berkembang di kala mendatang. Pada 17 April kemarin, restu telah keluar usai rapat executive committee yang dipimpin pribadi Presiden OFC, Reynard Temarii.

Saat Pengesahan

Mereka sepakat menerima proporsal resmi keluarnya Federasi Sepak Bola Australia (FFA) dari keanggotaan di OFC serta mendukung bergabungnya FFA ke AFC sebagai bab dari relasi baik. Harapan OFC pada Australia ialah tetap memainkan peranan penting menyangkut training dan kolaborasi lain. Sampai kapan pun, OFC tetap menganggap Australia sebagai keluarganya sendiri. Duh, melankolisnya.

"Sepak bola yaitu sebuah permainan yang berkembang dan pada waktunya kami menerima kenyataan itu. Saya mendukung penuh kepindahan Australia ke Asia demi pembangunan sepak bola di Australia itu sendiri, kesempatan yang juga bisa didapat anggota lainnya. Hikmah di balik ini yaitu kami harus bekerja lebih keras lagi untuk mengembangkan sepak bola di wilayah ini," ungkap Temarii tanpa bermaksud menyindir niat Selandia Baru untuk mengikuti jejak kakaknya.

Kini kedua pihak dan kedua mempelai tinggal menunggu Hari-H yang telah ditentukan, ialah pada Juni mendatang, abad para anggota Executive Committee FIFA akan mengadakan rapat untuk memberi cap stempel karetnya atau tidak. Tapi bagai laki-laki yang ngebet kawin, pihak FFA amat yakin hasrat Australia akan menjadi kenyataan.

Enaknya lagi, sehabis bergabung nanti, peluang Australia tampil di Piala Dunia 2006 tetap terbuka. Tinggal mengatasi Kepulauan Salomon di play-off zona Oseania pada September 2005, The Socceroos kembali menanti siapa peringkat lima zona Amerika Selatan yang akan dihadapinya untuk memperebutkan satu tiket terakhir pada November 2005. Kejadian pindah-pindahan mirip ini kembali merepotkan FIFA. Iya kalau dari Asia ke Eropa, yang sama-sama banyak anggotanya. Bagaimana kalau dari zona bubuk-abu di mana anggotanya terbatas dan peta kekuatannya terbilang gurem?

Piala Asia 2007

Langkah egoistis Australia ini bahu-membahu merugikan dua pihak sekaligus, Asia dan Oseania. Dengan masih simpang siur kepastian jatah tetap tiket ke Piala Dunia berikutnya bagi zona Asia, sudah tentu peta persaingan kian berat. Sementara itu, gigi OFC juga makin tumpul saja karena selama ini Australia adalah maestro wilayah Oseania. Bagi sebagian negara Asia atau anggota AFC, nama Australia bukanlah sesuatu yang aneh.
 sebuah pinangan untuk mengawini pujaan hatinya Australia Ke Zona Asia, Seharusnya Menjadi Australasia
Stan Lazaridis vs Ismed Sofyan. Tetangga terdekat.
Sejak ikut Pra-Piala Dunia di 1965, mereka telah mengikat diri dengan Asia hingga kembali ke zona Oseania pada 1989. Dengan Indonesia, Australia dua kali sekandang pada PPD 1973 dan 1981 dalam zona Asia/Oseania. Memang obsesi Australia adalah World Cup. Dengan membanjirnya bakat dan bintang yang melimpah - sebut saja misalnya Tim Cahill (Everton), Harry Kewell (Liverpool), Stan Lazaridis (Birmingham City) atau Brett Emerton (Blackburn Rovers) - hampir seluruh rakyat, bahkan termasuk PM John Howards, sangat mendukung ilham brilian tersebut.

Australia pertama dan terakhir kali tampil di Piala Dunia pada 1974 di Jerman. Belakangan, mereka selalu gagal di dikala-saat simpulan. Bahkan pada tiga kualifikasi Piala Dunia terakhir The Socceroos selalu tersisih secara tragis. Menjelang 2002 disingkirkan Uruguay, pada 1998 disisihkan Iran, dan pada 1994 oleh Argentina. 

Akankah mereka gagal lagi menuju Jerman 2006? Tampaknya tidak, alasannya Australia telah meninggalkan statusnya sebagai jawara Osenia, yang selalu gagal jika diadu secara play-off oleh wakil Amerika Latin atau Asia. Dengan masuk wakil Asia, kemungkinan mereka lolos eksklusif ke Piala Dunia terbilang besar. Itulah seni manajemen, alasan, atau tepatnya "nalar bulus" mereka sampai mau pindah zona. Zona AFC hanya ditawarkan perkembangan pasar dan persaingan yang kompetitif, namun secara langsung, Australia menangguk keuntungan jauh lebih besar.

Pengukuhan Australia sebagai anggota AFC yang ke-46 akan dirayakan sekitar September depan pada rapat eksekutif AFC di Kuala Lumpur. Setelah itu, akan dipastikan Australia sudah mampu mengikuti kualifikasi Piala Asia 2007 yang putaran finalnya menurut rencana akan berlangsung di empat negara sekaligus: Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam.

Setelah lamarannya dua kali ditolak AFC pada 1960 dan 1972, akibatnya keinginan panjang Australia untuk membina kembali mahligai sepak bolanya dengan bangsa-bangsa Asia kesampaian sudah. Mungkin, pada waktunya nanti, kedua benua itu  harus siap menanti kelahiran 'buah perkawinan' mereka yang akan diberi nama zona Australasia

Australia vs Asia Di Kualifikasi Piala Dunia


Pra-Piala Dunia 1966                                    21 November 1965     vs Korea Utara 1-6   (Phnom Penh)  24 November 1965     vs Korea Utara 1-3   (Phnom Penh)  Pra-Piala Dunia 1970                                    10 Oktober 1969      vs Jepang 3-1        (Seoul)       14 Oktober 1969      vs Korea Selatan 2-1 (Seoul)       16 Oktober 1969      vs Jepang 1-1        (Seoul)       20 Oktober 1969      vs Korea Selatan 1-1 (Seoul)       Pra-Piala Dunia 1974                                    11 Maret 1973        vs Irak 3-1          (Sydney)      13 Maret 1973        vs Indonesia 2-1     (Sydney)      18 Maret 1973        vs Irak 0-0          (Melbourne)   24 Maret 1973        vs Indonesia 6-0     (Sydney)      18 Agustus 1973      vs Iran 3-0          (Sydney)      24 Agustus 1973      vs Iran 0-2          (Sydney)      28 Oktober 1973      vs Korea Selatan 0-0 (Sydney)      10 November 1973     vs Korea Selatan 2-2 (Seoul)       13 Oktober 1973      vs Korea Selatan 1-0 (Hong Kong)   Pra-Piala Dunia 1978                                    13 Maret 1977        vs Taiwan 3-0        (Suva)        16 Maret 1977        vs Taiwan 2-1        (Suva)        10 Juli 1977         vs Hong Kong 3-0     (Adelaide)    14 Agustus 1977      vs Iran 0-1          (Melbourne)   27 Agustus 1977      vs Korea Selatan 2-1 (Sydney)      16 Oktober 1977      vs Kuwait 1-2        (Sydney)      23 Oktober 1977      vs Korea Selatan 0-0 (Seoul)       30 Oktober 1977      vs Hong Kong 5-2     (Hong Kong)   19 November 1977     vs Kuwait 0-1        (Kuwait)      25 November 1977     vs Iran 0-1          (Teheran)     Pra-Piala Dunia 1982                                    20 Mei 1981          vs Indonesia 2-0     (Melbourne)   10 Juni 1981         vs Taiwan 3-2        (Adelaide)    30 Agustus 1981      vs Indonesia 0-1     (Jakarta)     6 September 1981     vs Taiwan 0-0        (Taipei)      Pra-Piala Dunia 1986                                    23 Oktober 1985      vs Taiwan 7-0        (Adelaide)    27 Oktober 1985      vs Taiwan 8-0        (Sydney)      Pra-Piala Dunia 1998                                    22 November 1997     vs Iran 1-1          (Teheran)     29 November 1997     vs Iran 2-2          (Melbourne)
 
(foto: footballaustralia)