Wednesday, September 6, 2017

Mino Raiola, Antara Mulut Besar Donald Trump Dan Keberingasan Al Capone

Dalam rimba transfer internasional dunia, saat akan terjadi deal antara pemain, agennya, dan wakil klub, biasanya pertemuan terjadi di restoran mahal tertutup, lobi hotel mewah bahkan di kamar tertutup. Namun khusus kepada orang yang satu ini sulit terlaksana.

Dalam rimba transfer internasional dunia Mino Raiola, Antara Mulut Besar Donald Trump dan Keberingasan Al Capone

Jika Anda seorang delegasi dari klub atau wakil dari perusahaan apparel ternama, yang tiba dengan jas rapih dan licin, maka sulit mengira bahwa kawan yang akan Anda temui sedang menjilati es krim atau tengah sibuk dengan smart-phone-nya. Pria setengah baya ini berambut tipis, rada tambun, dan mengenakan jeans dan t-shirts. Arena pertemuannya juga di ruang terbuka, di lapak-lapak cafe pinggiran jalan.

Dibanding Pini Zahavi, Frank Arnesen, atau Jorge Mendes, apalagi dengan Luciano Moggi, terus terang nama yang satu ini ibaratnya masih amis kencur. Namanya juga sering tertutupi oleh peran Darren Dein, Pere Guardiola, Volker Struth, atau Thomas Kroth yang terbilang kompeten dan meyakinkan. Tapi itu dulu. 

Sekarang ceritanya beda banget. Tiba-datang saja seorang Carmine ‘Mino’ Raiola (50), laki-laki gendut ber-KTP ganda Italia dan Belanda, bisa menyaingi sepak terjang tiga super-agent Jonathan Barnett, Jerome Anderson, atau Barry Silkman. Makara apa? Sebagai makelar alias calo, atau mak comblang, kurir, juru sambung, agen jodoh di sepak bola atau yang dikenal keren sebagai agen pemain.

Apakah kemampuan Raiola bertujuh bahasa secara fasih; Italia, Inggris, Jerman, Spanyol, Prancis, Portugal, dan tentu Belanda, yang menjadi modal terkuat bakatnya? Boleh jadi. Namun tanggapan terkuatnya dan yang bahu-membahu yaitu kelihaian pergaulannya. Terus terobsesi dengan sepak bola yaitu katalisator utama. Dan menjadi pecundang sebagai pemain di waktu mudanya, ditambah dengan latar belakang pekerjaan yang mengharuskan mengenal dan ngoceh dengan banyak orang, lambat laun mengubahnya dari nothing menjadi something bahkan anything.

Makanya sah atau tidak, sekarang ini Mino Raiola dianggap sebagai the most powerful agent in world football. Sebagian lagi melabelinya dengan negosiator ulung yang terlalu bawel dan bergaya represif. Malahan beberapa media massa dunia yang memelototi hal ihwal sekecil-kecilnya di sepak bola menjulukinya si jenius. Bahkan seorang bekas pesaingnya, yang pernah bertahun-tahun sabung ilmu, akibatnya mengakui kehebatan Raiola, lantas mencapnya dengan bombastis sebagai 'Donald Trump'-nya sepak bola dunia. Anda tahu 'kan huruf orang ini?

Dengan gugusan klien kelas kakap yang tak ajaib mendengarnya, sebut saja Paul Pogba, Romelu Lukaku, Henrikh Mkhitaryan, Marco Veratti, Gianluigi Donnarumma, atau Mario Balotelli, terang bin terang Raiola punya amunisi mahir nan berpengaruh untuk bertempur atau mengarungi liarnya belantara jual beli sepak bola dunia. Apalagi di periode lalunya, dikala baru menapakkan kaki di dunia distributor pesepak bola, beliau juga punya rujukan yang cukup meyakinkan banyak pihak.

Di sepanjang 1992-1996, dengan beruntun Raiola sanggup menggaet formasi bintang Ajax Amsterdam mirip Bryan Roy (ke Foggia, 1992), Marciano Vink (Genoa, 1993), duet Wim Jonk dan Dennis Bergkamp (Internazionale, 1993) dan Michel Kreek (Padova, 1994). Pemain non-Belanda pertama yang diciduknya masuk ke bumi Serie A yakni Pavel Nedved, dari Sparta Praha ke Lazio dengan rekor transfer.  Malahan di sekali waktu, peran pertamanya bergumul di dunia transfer, dipenuhi risiko besar tatkala berani memakelari bintang bengal Frank Rijkaard yang sedang ribut kontrak dengan Ajax Amsterdam.


Dalam rimba transfer internasional dunia Mino Raiola, Antara Mulut Besar Donald Trump dan Keberingasan Al Capone

Waktu itu Raiola bertugas membawa sang gelandang ke AC Milan pada Januari 1988. Namun sebab tak punya jaringan besar lengan berkuasa di Serie A yang dipenuhi berandal-bandit ternama jual-beli pemain, Rijkaard justru diparkirnya dulu di klub Liga Primera Portugal, Sporting Lisbon, sebelum ‘dipindahkan’ ke klub La Liga, Real Zaragoza. Apapun yang dilakukan Raiola, Rijkaard setuju saja yang penting asal hengkang dari Ajax. Uniknya, tugas Raiola hanya itu. Ketika Rijkaard akhirnya resmi bergabung ke Milan di 1988/89, dia sudah tidak berkepentingan lagi. Entah kenapa sejak awal Raiola punya jaringan di Portugal. Barangkali  level dan tensi kompetisinya tidak seheboh Serie A atau La Liga.

Sejak berani melakukan apa yang tidak berani dilakukan oleh biro yang sudah punya reputasi pada umumnya, abad depan Raiola mampu dibilang bakalan cerah. Dari bumi Portugal pula pundi-pundinya mulai terisi tatkala beliau jadi mak comblang formasi bintang jawara Liga Champion 2003/04, FC Porto. Malahan selain Ricardo Carvalho, Paulo Ferreira, Tiago Mendes, atau Maniche, Raiola juga sukses melicinkan jalan pelatihnya, Jose Mourinho, masuk ke Inggris untuk bergabung ke Chelsea, klub Premier League yang mendadak tajir sehabis dibeli Roman Abramovich.

Sekarang 17 klien yang pernah dan sedang digarapnya barangkali hampir Anda dengar. Ada 15 pemain, satu instruktur, dan satu direktur klub. Mereka ialah Zdenek Grygera, Zlatan Ibrahimovic, Henrikh Mkhitaryan, Paul Pogba, Romelu Lukaku, Felipe Mattioni, Robinho, Mario Balotelli, Maxwell, Kerlon, Etienne Capoue, Blaise Matuidi, Gregory van der Wiel, Bartosz Salamon, Gianluigi Donnarumma, Moise Kean, Marco Verratti, Martin Jol (pelatih), Pavel Nedved (direktur klub).

Masa lalu yang penuh risiko, kerja keras, dan pantang mengalah, kini telah mengubahnya menjadi salah orang yang bisa menghipnotis kejayaan sebuah klub. Pada 2008 misalnya, ia pernah dua kali diinvestigasi oleh FIGC (PSSI-nya Italia) untuk pelanggaran norma-norma kepatutan dalam mercato.

Walau tinggal di kota termahal biaya hidupnya di Eropa, Monako, namun penampilan Raiola jauh dari perkiraan rata-rata orang. Dia begitu humble, selalu kalem bin non-formal, meski dengan jins dan berkaus oblong sering menawarkan betapa buncit perutnya. Semakin abnormal ketika dia sering menghampiri kliennya dengan menggunakan training-suite. Memang laki-laki kelahiran Salerno, 4 November 1967 ini tidak butuh penampilan yang fashionable seperti halnya Mendes atau Barnett yang selalu berjas. Yang diharapkan, sekaligus yang selalu dibidik yakni deal, closing, alias memastikan kliennya dapat klub baru.


Dalam rimba transfer internasional dunia Mino Raiola, Antara Mulut Besar Donald Trump dan Keberingasan Al Capone
Darah Napoli

Pikiran tajamnya bagaimana menggangsir uang dari kaki-kaki pesepak bola barangkali terasah semenjak jadi anak muda kreatif di tamat 1980-an. Ketika bapaknya, yang orang Italia, bikin restoran pizza dan pasta di kampung istrinya yang Belanda tulen, Raiola langsung kebagian jatah pekerjaan: sebagai pelayan. Di dikala yang sama sembari bekerja, dia sempat masuk Fakultas Hukum usai lulus SMA. Tapi akhir keranjingan mencari duit, Raiola pun rela drop-out.

Demi ingin menemukan uang besar dan cepat pula, perjalanan kariernya sebagai pesepak bola amblas. Pada tahun 1987, di usia belia 18 tahun, ia mengajukan diri resign sebagai pemain bola FC Haarlem namun anehnya segera melamar menjadi instruktur tim bau kencur! Tentu saja hal itu jadi tertawaan banyak pihak.

Di restoran yang pangsa pasarnya rada tinggi itu, usang-kelamaan beliau keseringan jumpa dan berbasa-bau sekalian nguping obrolan formasi mahluk-mahluk aktif di sepak bola yang kerap menyatroni restoran bapaknya. Bertemulah dia dengan macam-macam orang, mulai dari pemain kapiran sampai bintang hebat, pelatih, administrator klub, sampai para makelar. Dia mulai bekerja di Sports Promotions, sebuah perusahaan distributor olah raga, dan membantu transfer beberapa pemain Belanda berprofil tinggi ke klub-klub Italia.

Sadar mampu melakukan sendiri karena dibayangi oleh keuntungan jauh lebih besar dan bekerja lebih bebas, tak lama berselang beliau menetapkan untuk meninggalkan perusahaan dan memulai bisnisnya sendiri. Transfer besar independen pertamanya yakni penandatanganan Nedved dari Sparta Praha ke  Lazio, menyusul penampilannya yang mengesankan di EURO‘96, di mana Republik Ceko mampu menembus babak simpulan.

Dan pada Juli 2017, dia melakoni transfer besar terakhirnya yang kelak akan menguatkan posisi Manchester United ke tangga juar Premier League 2017/18. Sukses ‘memindahkan’ Lukaku dari Everton ke Manchester United dengan harga selangit, 75 juta pound, tak pelak kian menancapkan reputasi Raiola.


Dalam rimba transfer internasional dunia Mino Raiola, Antara Mulut Besar Donald Trump dan Keberingasan Al Capone

Kejadian di bulan Juli 2017 ini sontak mengubah satu rekor baru transfer sesama klub Premier League. Musim sebelumnya, ia juga sukses memaksa Manchester United merogoh kocek kelewat dalam, 105 juta euro, hanya untuk membeli seorang gelandang enerjik yang dulu dengan gratis dilepehkannya, yang kemudian dicomot Juventus: Paul Pogba.

Pertautan Raiola, Pogba, dan Lukaku dalam kerjasama bisnis dan juga pertemanan yang terbina jauh sebelum kedua transfer top itu terjadi, menyadarkan banyak pihak bahwa hubungan yang spesial merupakan kunci rahasia sukses di dunia transfer, terutama buat orang yang bersosialita tinggi macam Raiola.

Coba tengok ke tetangga sebelah, di mana seorang Arsene Wenger justru keseringan gagal mendapat pemain lantaran pembawaan, gaya, dan cara-cara yang formal justru bikin kaku dalam negosiasi. Makanya, ia tidak bakalan cocok duduk satu meja dengan Wenger. Beda pendekatan dan sudut pandang. Bisa dipastikan, tidak ada dan tidak pernah bakal ada pemain Raiola yang main di Arsenal, selama Wenger masih bercokol di sana.

Selain Mkhitaryan (Armenia) dan Balotelli (Italia), Raiola juga menjadi dalang buat gugusan wayangnya yang nilainya berbobot; Zlatan Ibrahimovic (Swedia) dan Blaise Matuidi (Prancis). Dua terakhir ini sukses diparkir lama di Paris Saint-German. Beberapa pers Eropa menyebut, di musim 2016/17 Raiola sukses merogoh 40 juta pound uang Manchester United ke kas pribadinya untuk transfer Pogba. Belum lagi fee dari pembelian Ibrahimovic dan Mkhitaryan di dikala yang sama. Sementara tiga klub top Eropa yang jadi kliennya adalah AC Milan, Manchester United, Juventus, dan Internazionale.

Potongan fragmen transfer window paling indah yang penuh drama selalu dikenangnya. Nedved, Ibra, Pogba, dan Lukaku. Di usia 50 tahun, Raiola meraih puncak reputasi sekaligus kekayaan dalam karier panjangnya. Siapa sesungguhnya Raiola? Asal tahu saja, beliau itu dilahirkan dan dibesarkan dari keluarga yang sederhana di Haarlem, Belanda, yang hanya mengandalkan pemasukan rutin dari restoran pizza nan asri bernama Ristorante Napoli.


Dalam rimba transfer internasional dunia Mino Raiola, Antara Mulut Besar Donald Trump dan Keberingasan Al Capone

“Beberapa pengurus FC Haarlem sering makan pizza, setidaknya sepekan sekali di restoran bapaknya,” sebut Edwin Struis, seorang jurnalis lepas untuk koran lokal di Haarlem awal 1990-an, mulai membuka tabir Raiola.

“Dasar orangnya nyinyir, beliau terus saja ngoceh di hadapan orang-orang yang puluhan tahun mengurusi bola, meski para pendengarnya mungkin pada membatin ‘ah sok tahu’. Akhirnya di suatu kali, sebab keseringan berdiskusi dengan orang-orang kapabel, mereka berkata ‘Karena Anda tahu banyak keadaan, kenapa Anda tidak masuk bergabung ke dewan direksi klub saja?” papar Struis menceritakan sebuah kisah yang didengarnya langsung.

Pintu yang terkunci rapat itu pun lama-usang mulai terbuka. Di suatu waktu Raiola beneran bekerja di FC Haarlem sebagai administrator teknik! Dia punya banyak wangsit liar tapi elok, terutama untuk kerjasama bakat dan transfer pemain. Klub Italia yang pribadi dijalinnya tidak main-main, Napoli! Kenapa Napoli? Selain mereka klub top yang dikenal amat tradisional, juga karena bapaknya berasal dari tempat dekat-dekat sana, tepatnya di kota kecil Nocera Inferiore.

Makara darah dan jiwa Napolitano masih menempel berpengaruh di badan bapaknya dan juga Mino Raiola. Pada tahun 1968, Untuk mengubah nasib lebih cerah, saat gres usia setahun Raiola sudah hijrah alias diboyong kedua orang tuanya ke Belanda untuk menetap di kampung ibunya.
                                                                                       
Pemuja Al Capone

Kelak dalam puluhan tahun ke depan, sang bayi itu berubah wujud menjadi tokoh yang mempengaruhi tren dan kebijakan transfer sepak bola dunia. Dalam otobiografinya yang berjudul “I am Zlatan”, dikala bertemu pertama kali Ibrahimovic bahkan menggambarkan karakter Raiola sebagai bentuk aktual dari sosok utama sang gangster cecunguk Tony Soprano (diperankan oleh James Gandolfini) dalam drama kriminal serial TV yang ditayangkan HBO sepanjang 1999-2007 yaitu The Sopranos.


Dalam rimba transfer internasional dunia Mino Raiola, Antara Mulut Besar Donald Trump dan Keberingasan Al Capone

Memang tidak salah jika ia menyukai dan terobsesi pada dunia mobster, yang penuh tipu-tipu, keberingasan, dan kelicikan. Setelah merenggut fee 25 persen senilai 25 juta euro, dari hasil penjualan Pogba dari Juventus ke Manchester United (105 juta euro), Raiola langsung terbang ke Miami, AS, untuk membeli vila milik bandit kriminal legendaris Al Capone senilai 9 juta euro! Pikiran orang semakin jelas memahami kerangka berpikir, bahkan visi-misi seorang Raiola bilamana ia jelas-terang mengidolai Al Capone.

Pada kenyataannya memang sampai detik ini hidup Raiola tetap dipenuhi risiko dakwaan kriminal dan penjara. Konsorsium media The Football Leaks pernah menelanjangi pelanggaran hak cipta Raiola atas foto-foto ekslusif Pogba yang dijual untuk kepentingan langsung. Untuk sementara para pengacara Raiola sukses membekukan kasus ini.

Cara-cara Raiola yang amat tendensius untuk menaikan ‘harga’ kliennya, sekaligus memojokkan siapa saja yang coba menggagalkan tujuannya juga patut dicela. Kerapkali lantaran paham bola secara teknis, Raiola sering mengkritik strategi transfer bahkan teknik permainan sebuah klub! Tak urung hal ini suka melahirkan aneka macam kemarahan dan rasa tidak simpati kepadanya.

Lima tahun silam, Barcelona pernah nyolot dan mengancam menetapkan korelasi bisnis dengannya balasan tersinggung berat. Pasalnya di depan media massa, Raiola mengkritik pelatih Pep Guardiola yang dibilangnya tidak mampu memahami gaya main dan aksara Ibrahimovic. Orang pantas terkesima, rupanya kegagalan Ibra di Barca bukan dari kegagalan memahami tiqui-taka, melainkan lebih banyak disebabkan provokator agennya. Di Barca, waktu itu Ibrahimovic memang sama sekali tidak berkembang.

Barangkali di mata Raiola klub sebesar dan sehebat Barcelona pun dianggap kecil jika mau berperang. Luar biasa. Ada alasan? Tentu saja. Pertama ia punya pengalaman ‘adu’ dengan dedengkot El Barca, ialah almarhum Johan Cruijff, sewaktu masih berkecimpung menangani sepak bola Belanda di klub Haarlem. Apa yang diucapkan Raiola kepada Cruijff bikin mata orang melotot dan menggemparkan Belanda. Oleh Raiola, sang legenda nomor satu negeri itu dibilang ‘ajaib’ alasannya coba memperjuangkan setiap mantan pemain menerima pekerjaan di industri sepak bola.

Meski lalu beliau meminta maaf eksklusif kepada Cruijff, namun sejak itu secara seketika Raiola kehilangan sahabat, kehormatan, relasi, dan pekerjaannya. Sepak terjang kurun lalu Raiola memang sekedar kenangan belaka. Namun apapun yang salah dari tindak-tanduk, keputusannya, mulai kini atau besok, bisa mengguncangkan keindahan kariernya, bahkan jalan hidupnya. Namun mantan biro Pogba, yaitu Gael Mahe, menyebut Raiola itu seorang jenius dalam urusan kesepakatan.


Dalam rimba transfer internasional dunia Mino Raiola, Antara Mulut Besar Donald Trump dan Keberingasan Al Capone

“Dia yaitu Donald Trump-nya sepak bola, seorang bermulut besar (banyabicara) akan tetapi tahu bagaimana cara menjual dan sukses membangun gedung pencakar langitnya sendiri (Trump Plaza). Sekarang para pemainnya memiliki nilai yang hampir sama dengan gedung-gedung di Manhattan,” lanjut Mahe tanpa tedeng aling-aling.

Masih belum puas memahami aneka tingkah polah dan bagaimana gumpalan ambisi seorang Raiola? Seorang klien yang sangat disayanginya, Ibrahimovic, memuji setinggi langit orang yang menjadi keran uangnya. “Apakah aku harus mengeja namanya di sini? Mino yaitu seorang yang jenius,” tukas pesepak bola dengan penghasilan terbanyak keempat di dunia sesudah Cristiano Ronaldo, Lionel Messi, dan Neymar Junior ini. (Arief Natakusumah)


TRANSFER BESAR MINO RAIOLA

Waktu
Pemain
Klub Baru
Klub Lama
Nilai Transfer
Januari 1988
Frank Rijkaard
AC Milan
Sporting CP
Tak terlacak
Juli-Agt 1993
Dennis Bergkamp
Internazionale
Ajax
£12 juta
Juli-Agt 2001
Pavel Nedved
Juventus
Lazio
£35 juta
Juli-Agt 2004
Zlatan Ibrahimovic
Juventus
Ajax
£14 juta
Juli-Agt 2006
Zlatan Ibrahimovic
Internazionale
Juventus
£21 juta
Juli-Agt 2009
Zlatan Ibrahimovic
Barcelona
Internazionale
£59 juta
Juli-Agt 2010
Robinho
AC Milan
Manchester City
£15 juta
Juli-Agt 2010
Mario Balotelli
Manchester City
Internazionale
£24 juta
Juli-Agt 2010
Zlatan Ibrahimovic
AC Milan
Barcelona
Sewa (£20 juta)
Juli-Agt 2012
Zlatan Ibrahimovic
Paris Saint-Germain
AC Milan
£18 juta
Januari 2013
Mario Balotelli
AC Milan
Manchester City
£17 juta
Juli-Agt 2014
Mario Balotelli
Liverpool
AC Milan
£16 juta
Juli-Agt 2016
Zlatan Ibrahimovic
Manchester United
Paris Saint-Germain
Gratis
Juli-Agt 2016
Henrikh Mkhitaryan
Manchester United
Borussia Dortmund
£31 juta
Juli-Agt 2016
Paul Pogba
Manchester United
Juventus
£110 juta
Juli-Agt 2016
Mario Balotelli
Nice
Liverpool
Gratis
Juli-Agt 2017
Romelu Lukaku
Manchester United
Everton
£78 juta

0 comments:

Post a Comment