Thursday, August 28, 2008

Joszef Stalin: Propaganda Dinamo Moskva

London, Mei 1945, gumpalan kabut nan berair menyelimuti tempat White Hart Lane. Inggris sedang memasuki animo dingin jago serta dalam keadaan susah sehabis diporak-porandakan perang besar. Namun kali ini sebagian Londoner merasakan situasi yang lain dari sebelumnya. Salah satu alasan yaitu perhatian mereka pada sebuah tim Uni Soviet yang mondok usang, berbulan-bulan, di Tanah Britania Raya.

 gumpalan kabut nan basah menyelimuti kawasan White Hart Lane Joszef Stalin: Propaganda Dinamo MoskvaDinamo Moskva baru saja bikin geger massa usai menekuk klub top Arsenal, dengan skor 4-3 pada 21 Mei 1945 di White Hart Lane. Ada apa The Gunners bermain di kandang Spurs, musuh besarnya? Kenapa tidak di Highbury? Rupanya Highbury masih jadi barak dan gudang amunisi. Separo Highbury juga masih hancur balasan bombardir jet-jet Luftwaffe (angkatan udara Jerman) masa mengebom habis London. Orang kian penasaran sesudah Cardiff dibantai 10-1, dan menahan Chelsea 3-3 pada 13 November 1945 di depan 100.000 fans-nya yang menyemut di Stamford Bridge. 

Di Glasgow, Dinamo mengalahkan Celtic 1-0 dan seri 2-2 dengan Rangers. Publik boleh tetap awam dengan kedatangan Dinamo, namun tak begitu dengan ahli strategi dan militer serta pers. Mereka lebih menyelidiki motif di balik tur kampiun Uni Soviet itu, ketimbang kehebatannya menaklukkan klub-klub London. Namun tak mendapatkan apa-apa.

Beberapa politisi dan media massa curiga karena pemimpin Partai Buruh Inggris yang pro-komunis, Albert Victor Alexander, amat mesra dengan rombongan Dinamo. Teori dan informasi konspirasi bertebaran. Namun Dinamo, yang jelas-terperinci hanya berniat main bola di Inggris, terus menjalankan misinya. Hasilnya? Skenario berjalan mulus. Sepak bola Soviet tertoreh secara bagus dalam sejarah Inggris, juga dunia.

Pasca-Perang Dunia II, rezim Joszef Stalin mengawali seni manajemen politiknya dengan misi olah raga, dalam hal ini sepak bola. Dinamo dijadikan kelinci percobaan pertama. Dari Kremlin, Stalin yakin bahwa tur Dinamo ke Inggris dan Skotlandia akan berjalan sukses. Dia paham apa yang dikatakan sekutunya, Albert Victor Alexander, bahwa bangsa itu tetap 'mendidih' dikala keadaan hancur pun jikalau ditantang main bola. Stalin memahami, termasuk 'tahu' hasil karenanya.

Pendek kata Stalin meraih dua propaganda. Pertama, inilah cara untuk meyakinkan rakyat Soviet dan anggota Politbiro betapa sepak bola mereka jauh lebih kuat dari dedengkot kapitalis Eropa, bahkan di ketika perang dan setelah perang. Kedua, dengan mengirim Dinamo sebagai duta besar sepak bola, maka info ihwal kemenangan di Perang Dunia II akan bergema. Hasil Rusia di PD II dianggap seri karena dunia telah menyaksikan Sekutu-lah pemenangnya.

 gumpalan kabut nan basah menyelimuti kawasan White Hart Lane Joszef Stalin: Propaganda Dinamo Moskva
Tim tamu disambut Partai Buruh Albert Victor Alexander.
Dinamo ialah klub tentara, jadi spirit harus terus membara. Mereka mengobrak-abrik ibu kandung sepak bola. Jelang berkelahi, Dinamo protes keras sehabis manajer Arsenal George Allison tertangkap basah menurunkan pemain bantuan populer.

Dia ialah bintang Blackpool, Sir Stanley Matthews. Namun sebaliknya Arsenal justru tidak tahu siapa sebetulnya Vsevolod Bobrov, striker muda Dinamo yang jadi bintang duel di London. Sungguh ironis. Walau sama-sama memusuhi Jerman, namun Inggris dan Sekutu juga bermusuhan dalam bentuk ideologi. Rusia sosialis-komunis, Inggris kapitalis. 

Tak heran kalau harian The Times mendukung hasrat Allison yang mau menjadikan berkelahi melawan Dinamo juga sebagai sebuah peperangan. "Orang-orang Rusia itu mirip kembali mengajak kita berperang, kecuali Dinamo mampu bermain manis," tulis The Times pada tajuk utamanya.

Pemerintah Inggris dan The Times amat malu sesudah Arsenal kesudahannya kalah. Sebenarnya Bobrov bukan pemain Dinamo! Penyerang belia yang tengah menjadi top scorer Divisi Utama Liga Uni Soviet bergotong-royong pemain CSKA Moskva, tim yang berisikan barisan polisi diam-diam. Klub ini juga bikinan Stalin dengan menunjuk tangan kanannya dan kepala polisi diam-diam (OGPU) yang amat kesohor, Lavrenty Pavlovich Beria, sebagai pemimpinnya.

Hebohnya, bangsa Inggris juga tak tahu Bobrov juga seorang bintang hoki es. Selang sebelas tahun barulah mereka sadar ketika nama ini berjaya pada Olimpiade Musim Dingin 1956 di Italia. Bobrov, yang wafat pada 1 Juli 1979 di Moskva, alhasil dianugerahi pangkat kekal sebagai atlet terbaik Rusia sepanjang periode.

Dynamo Kyiv

 gumpalan kabut nan basah menyelimuti kawasan White Hart Lane Joszef Stalin: Propaganda Dinamo MoskvaBerbagai propaganda Stalin itu mengendap pada satu jiwa bahwa huruf bangsa masih tetap dihormati di Eropa. Sepak bola jadi senjata utama Soviet untuk memulihkan kepercayaan diri bangsa akibat pelecehan memalukan dari Jerman di Perang Dunia II. Jika tak dijepit Sekutu dari wilayah barat, mungkin Rusia dicaplok NAZI. Stalin punya tugas besar merekonstruksi negara. Infrastruktur yang ada hancur total. Jaringan telekomunikasi, listrik, sanitasi, dan air ikut musnah. Bahkan museum, bioskop, dan teater telah berkembang menjadi puing-puing. 

Padahal itulah daerah-daerah hiburan utama rakyat, yaitu menonton pertunjukkan seni. Entah itu tari atau senam. Satu-satunya bangunan yang luput dari penghancuran Nazi adalah stadion. Stalin menyadari minat rakyatnya pada sepak bola yang menurut data Beria bisa menyedot 12 juta orang untuk tiba ke stadion dalam satu kala. Sepak bola dijadikan info oleh Stalin untuk membangun kembali bangsanya. Wajar dalam kala waktu tiga tahun saja, popularitas Stalin di dalam negeri kembali terangkat. Dalam rapat Politbiro, ia membanggakan misinya di olah raga sebagai alat perjuangan di pentas internasional untuk periode depan Rusia.

Setelah kemenangan di Inggris dan Skotlandia itu, semua politisi dan wartawan di Rusia mesti mendalami politik olahraga. Sejarah juga mencatat, pada 1946 Rusia bergabung ke FIFA. Di tangan Stalin, liga dimodernisasi, sudah mengarah ke profesional dengan pemakaian pemain gila, terutama dari negara-negara satelit Rusia. Sejak saat itu militerisasi olah raga Uni Soviet tidak terelakkan, bahkan sepeninggal kepemimpinan abad Stalin.

Joszef Vissarionovich Stalin yakni diktator terkemuka di dunia. Dia bekerjsama bukan asli ras Rusia, melainkan Georgia, wilayah yang dianeksasi Rusia seusai Perang Dunia II. Lahir pada 6 Desember 1878 dengan nama orisinil Iosif Vissarionovich Dzugashvili. Nama Stalin, yang berarti baja (steel), dipakainya alasannya adalah kekaguman atas industrialisasi usai Revolusi Bolshevik. Sejak kecil Stalin dikenal memang menggemari sepak bola.

Salah satu anaknya, Vassilii, bahkan pernah mengelola klub CSKA bersama Lavrenty Beria, sobat Stalin yang sama-sama berasal dari Georgia. Tapi mimpinya mewujudkan Soviet Raya tak semudah yang dibayangkan. Banyak kendala ditemuinya, kekuatan sepak bola yang tidak ada di tangan mereka, namun Ukraina, salah satu negara yang baru saja dicaplok. Dan klub top mereka, Dynamo Kyiv, dikenal amat tangguh dalam kompetisi dalam negeri.

Insting politik Stalin pada Ukraina lebih berperan ketimbang mencari sisi positifnya. Dia gerah melihat kehebatan Dynamo Kyiv, yang dicurigainya sebagai simbol perlawanan rakyat Ukraina. Untuk itu dia sering membentuk klub-klub tandingan. Salah satunya ya Dinamo Moskva itu. Stalin amat gemar menggiring pemain Kyiv ke Gulag, kamp kerja paksa di Siberia. Hampir semua rakyat yang berasal dari Ukrainan diperlakukan amat diskriminatif.

Olimpiade 1956

 gumpalan kabut nan basah menyelimuti kawasan White Hart Lane Joszef Stalin: Propaganda Dinamo Moskva
Antrian jelang tabrak Arsenal vs Dinamo Moskva di White Hart Lane, 21 Mei 1945.
Nasib Dynamo Kyiv kian komplit saat Operasi Barbarossa yang dilancarkan Jerman mulai pada 6 November 1941. Beberapa bulan lalu, Stalin justru tepuk tangan alasannya tentara Adolf Hitler mengeksekusi mati para pemain top Dynamo Kyiv sehabis memenangkan 'duel persahabatan' atas tentara Jerman yang dikenal dengan Game of the Death. Namun di luar kejahatan politiknya, Stalin berjasa membangkitkan nasionalisme Soviet lewat olah raga.

Kejayaan awal olah raga Negeri Tirai Besi terjadi di Olimpiade Helsinki 1952. Pada pesta olah raga di Finlandia itu, Uni Soviet menempati urutan kedua di bawah AS, namun kesebelasan Soviet sukses meraih medali emas sepak bola dengan amat perkasa. Sejak saat itu Uni Soviet menobatkan diri sebagai salah satu kekuatan sepak bola dunia. Di 1950-an nyaris tak ada yang menandingi kekuatan sepak bola Blok Timur.

Swedia, finalis Piala Dunia 1958, dipermak 7-0 pada tabrak di Moskva, 8 September 1954. Juara dunia Jerman Barat kalah 2-3 pada adu 21 Agustus 1955. Usai Stalin tewas diracun pada 1953, spirit olah raga Soviet tetap terjaga. Di Olimpiade 1956 di Melbourne, mereka menjungkalkan hegemoni ikon kapitalis, AS, sesudah jadi juara umum. Bukan itu saja, Rusia mempertahankan emas sepak bola yang dalam perjalanannya melibatkan nama Indonesia.

Sebelum mengalahkan Yugoslavia 1-0 di selesai, dan Bulgaria 2-1 di semifinal, Soviet kewalahan meladeni Indonesia di perempatfinal sebelum menang 4-0. Rusia harus tanding ulang sebab sebelumnya ditahan 0-0 oleh Maulwi Saelan cs. Laga superpatriotik 29 November 1956 itu melahirkan banyak cedera di kedua belah pihak, termasuk kiper muda nan jago yang kelak melegenda, Lev Yashin.

Di sisi lain, Rusia juga menularkan spirit sepak bolanya ke Indonesia. Skuad Soviet dikala berlaga pada Olimpiade 1956 di Melbourne terdiri dari klub-klub tentara ini. Dinamo diwakili Lev Yashin, Boris Kuznetsov, dan Vladimir Ryzhkin. Dari Spartak Moskva, kapten tim Igor Nietto, Nikolay Tischenko, Anatoly Isayev, Boris Tatushin dan Sergey Salnikov. Dari CSKA, Anatoly Bashashkin, Josef Betza dan Boris Razinsky serta dari Torpedo, Valentin Ivanov dan Eduard Streltzov.

(foto: mirror/flashbak/russianfootballnews/listor)

Sunday, July 13, 2008

Euro 2008: Hiddink Lebih Mahir Dari Domenech

Grup C yang disebut-sebut sebagai Group of Death sungguhan memakan korban. Bukannya Belanda yang secara tradisional selalu dihinggapi penyakit lemah mental, tapi malahan diderita Prancis. Tim berjuluk Les Bleus, yang dipadati belasan pemain dengan kualitas top dan pengalaman mumpuni, nyaris disebut hancur total di turnamen ini.

 Bukannya Belanda yang secara tradisional selalu dihinggapi penyakit lemah mental EURO 2008: Hiddink Lebih Hebat Dari Domenech

Yang menyelamatkan tim ini dari kemiripan peristiwa World Cup 2002, hanyalah berkat penampilan mereka yang menjanjikan. Siapapun berdecak kagum dengan permainan Franck Ribery atau Karim Benzema. Bahkan Florent Malouda yang selama di Chelsea jarang meliak-liuk, mempertontonkan keahliannya berslalom merobek pertahanan lawan. Belum lagi peran Claude Makelele yang bau tanah-renta keladi, makin berumur makin tangguh.

Ada kesan, kegagalan utama Prancis disebabkan oleh cederanya kapten Patrick Vieira. Ini benar, tapi bekerjsama bukan yang utama. Kegagalan utama Prancis bahkan terjadi sebelum mereka berangkat ke turnamen! Saat merilis skuad, lagi-lagi pelatih Raymond Domenech menawarkan arogansi dus kekerasan hatinya.

Dia boleh lihai membaca lawan, tapi justru nol besar memahami psikologis dan kebutuhan skuadnya. Tak ada Philippe Mexes, Mathieu Flamini, Gael Clichy, atau Robert Pires. Pires? Ya. Kenapa tidak? Lihatlah aksi Thierry Henry yang amburadul tak keruan. Ada Henry mesti ada Pires. Itu rumusnya!

Statistik juga menerangkan, semenjak Pires dibelenggu Domenech, rekor gol Henry jadi seret. Lantaran Domenech punya urusan langsung unfinished business dengan Pires, ia dengan tegar hati mencampakan gelandang serang yang tahun ini meloloskan Villarreal ke Liga Champion 2008/09 itu.

Pires merupakan salah satu pemain yang paling mengerti kemauan Henry, barangkali selain Dennis Bergkamp dan Cesc Fabregas. Ketiga pemain inilah yang mendudukan TH14, atau TH12 di Les Bleus. Tanpa Pires, tampak Henry sering salah tingkah. Saking bingungnya dengan tekanan yang melanda diri dan timnya, Henry malah jahil memainkan kakinya yang berujung pada lahirnya gol kedua Italia yang menamatkan perjalanan mereka. O la la!

Strategi Blunder

Faktor kedua kegagalan Prancis ada di lini tengah. Jika Vieira masih diragukan tampil, kenapa tidak ada keputusan niscaya soal penggantinya? Seharusnya Mathieu Flamini. Kengototan khas Flamini akan membantu tugas Makelele agar konsen dengan peran utamanya. Ada Flamini dijamin Ribery tak akan kelayapan ke belakang mengejar-ngejar lawan. Barangkali dia tak akan cedera parah dikala melawan Italia. Lagi-lagi Domenech menafikan hal ini.

Adanya Flamini akan ikut membantu 'nafas' si gaek Lilian Thuram atau supaya tak termakan cedera. Faktor ketiga kelemahan Domenech, entah alpa atau sengaja, dia tak memanggil Philippe Mexes, si bek tengah AS Roma, yang jelas saja berguna alasannya adalah tahu betul isi dapur metoda serangan ala anak-anak Italia.

Seharusnya Domemech juga memanggil Clichy ketimbang Patrice Evra yang sudah 'habis' jikalau mengingat sepak terjang Manchester United di trend ini. Pendek kata, dari sisi teknis Domenech memang sudah kesulitan dengan materi yang ilham kreatifnya pas-pasan! Sisa kesalahan berikut Domenech ada di sisi strategi. Ketika ditahan Rumania 0-0 di partai perdana Grup C, agresi Prancis mirip di adu eksibisi saja. Jujur saja, saat itu permainan Les Bleus nggak terperinci mau apa, dan mirip tak punya leader melihat Vieira dan Henry mangkir.

Di partai kedua, berguru dari kesalahan, Prancis tampak ngotot habis dikala lawan Belanda. Sayang, modal ini tak cukup mengingat stamina para pemain De Oranje lebih oke plus seni manajemen jitu Marco van Basten. Rasa panik yang mencekam itu harus dibayar mahal, mereka justu digunduli, dipermalukan 1-4.

Kesempatan terakhir di Zurich lawan Italia berubah jadi legalisasi kehancuran strategi dan mesin perang Domenech. Orang ini blunder memainkan Eric Abidal jadi tandem William Gallas usai cederanya Thuram. Anehnya sesudah bek kiri Barcelona itu diusir wasit sebab menendang Luca Toni dari belakang, Tuan Domenech gres menurunkan Jean-Alain Boumsong.

Bukannya dari awal! Efek domino muncul. Ribery bekerja sangat keras, kemudian cedera parah. Henry panik dan stres, lalu kakinya membelokan bola tendangan Daniele De Rossi yang bekerjsama akan mudah ditangkap Gregory Coupet. Dengan satu poin, terang saja Prancis tersingkir dan jadi korban Group of Death; tapi gilanya dengan rekor menyakitkan: jadi juru kunci Grup C!

Awal menyakitkan tapi jadi tamat yang menyenangkan justru digapai di Rusia pada Grup D. Bermula Rusia ditampar keras 4-1 oleh tim Matador dalam langgar seru di Stadion Tivoli Neu, Insnsbruck, (10/6). Tiga gol David Villa dan Fernando Torres, bukan saja mengejutkan publik Rusia tapi bikin nyesek Guus Hiddink, sang pelatih. Maklum saja, ketika itu Rusia memainkan ball possession dengan apik bahkan menang 54% berbanding 46%. Namun begitu bola berpindah ke kaki-kaki pemain Spanyol dengan cepat, mereka tetap terkesima.

Berkilauannya nama-nama top di kubu Spanyol disinyalir yang membuat Igor Akenfeev cs. minder duluan sebelum bertarung, apalagi sang andalan, Andrei Arshavin, masih terkena larangan main. "Anda boleh sebut kami merogoh isi dompet dan menunjukkan seluruhnya pada Spanyol," begitu Hiddink menggambarkan hasil laga perdana timnya.

Di mata instruktur 'spesialis' semifinal ini, tim Tirai Besi tampil kekanak-kanakan dan naif alias lugu! Ini mengingatkan orang pada kiprah Yunani di Piala Dunia 1994 saat bertemu Argentina. Penyebabnya hampir semua pemain Yunani mengidolakan Diego Maradona dan menempeli kamarnya dengan poster sang bintang. Jadi dikala El Diego berlenggak-lenggok dengan bola, mereka bukannya merebut malah kebablasan takjub.

Pidato Hiddink

Barangkali tema peristiwa di Innsbruck nyaris sama. Bahkan belakangan diketahui bahwa lebih banyak didominasi pemain Rusia nge-fan berat dengan Barcelona. Hiddink, yang tahu betul setiap detil kejadian di sepak bola, eksklusif menepuk-nepuk pipi seluruh pemainnya semoga eling. Nah, inilah bedanya instruktur lengkap dengan yang setengah-tengah. Pada partai kedua di Stadion Wals-Siezenheim, Salzburg, (14/10), Rusia berdiri dan menang 1-0 atas juara bertahan Yunani lewat partai sengit bin alot. Melihat penampilan Rusia, cita-cita Hiddink sontak membuncah.

Ribuan suporter Rusia yang royal dan loyal itu sangat disayangkan bila harus angkat koper duluan dari gegap gempita Euro 2008. Sebelum pertandingan, Hiddink menyemproti anak buahnya dengan pidato-pidato membakar semangat. "Kalian mampu bermain bola dengan baik, buktikanlah! Tampilkan karakter dan kualitas kalian, ini tubruk penentuan hidup mati langkah kita. Jangan lupakan hal itu barang sedetik pun selama 90 menit!" umbar Hiddink berapi-api.

Rabu, 18 Juni, Hiddink dan pasukannya kembali ke Tivoli Neu, yang delapan hari lalu memberi kenangan jelek. Apa yang dilakukan Hiddink untuk menghapus sedikit syok? "Tiada jalan lain untuk bermain kecuali berusaha menang semenjak menit awal. Tanpa itu percuma!" sergahnya pada latihan terakhir. Bukan apa-apa, Swedia yaitu lawan yang paling dihormati Hiddink.

"Meski penduduknya cuma 8-9 juta orang, Swedia selalu mengatur timnya dengan baik di turnamen besar. Mereka bermain sederhana, terang dan konkret. Swedia tak mencari kemenangan dengan jalan bertahan atau bermain kotor. Kepercayaan diri mereka jago dan tak pernah panik. Swedia adalah skuad dengan kontrol dan konsentrasi andal," demikian Hiddink mendeskripsikan lawannya sebelum pertandingan.

Di satu sisi, Rusia ketambahan tenaga. Dialah Andrey Arshavin, sang bintang yang juga bekas kapten nasional di era pelatih Yuri Semin. Melihat dua kali absen, awalnya Hiddink ragu menurunkan Arshavin karena takut merusak irama permainan timnya. Tapi melihat status do or die langgar, hal itu sirna dengan sendirinya. Sungguh fenomenal, Arshavin malahan membayar akidah pelatihnya. Tak dinyana, Swedia dibabat 2-0 lewat gol Roman Pavlyuchenko dan Arshavin. 

Rusia lolos ke perempatfinal, melaju untuk menjemput impiannya: mengulangi euforia 1988 saat melaju ke selesai Piala Eropa di Jerman. Bagi Hiddink langsung, pelatih legendaris PSV Eindhoven di 1987-88 yang memberi treble winner, sukses ini melesakkan euforia pribadinya sebagai orang yang memang bertangan hambar. Julukan sebagai seorang ahli semifinalis terus menempel di dirinya. Orang terkenang yang beliau lakukan pada Belanda di Piala Dunia 1998 dan Korea Selatan di Piala Dunia 2002.

(foto: premiershiptalk/reuters/lavoixdunord)

Friday, February 15, 2008

Tatkala Sepak Bola Melahirkan Argentina

Don't cry for me, Argentina. Begitu suara memelas Madonna, yang memerankan Eva Peron dalam film Evita, saat melihat negeri yang beliau cintai terus digenangi konflik dan fanatisme berlebihan. Ya, mirip itulah stereotip bangsa Argentina dalam pergaulan global. Dan, dari lakon mirip itu pula negara dilahirkan lewat futbol.

Kapten 1986, Diego Maradona dari Boca Juniors.
Argentina yakni negeri para partisan, futbolista tiada duanya. Konflik eksternal, perang melawan Spanyol, si penjajah negara seluas 2,7 juta km persegi, sudah berakhir semenjak 9 Juli 1816. Perang Malvinas melawan musuh klasiknya, adalah Inggris, pun telah usai pada 1982. Namun obsesi di lapangan hijau percayalah, tidak pernah tuntas hingga kiamat.

Apalagi soal konflik internal nan kekal berjulukan sepak bola. Ini masih terjadi dan terus menghinggapi acara kehidupan sampai kini. Kericuhan politik antara konservatif versus liberal, antara sipil kontra militer termasuk faksi-faksinya, atau antara proletar ala Boca Juniors dengan borjuis khas River Plate.

Gontok-gontokan merasuk sampai ke tulang sumsum generasi ke generasinya. Apa pun dibikin fanatik. Bahkan saking lazimnya hal itu menjadi rutinitas kehidupan. Bicara futbolista, seorang anak akan dikutuk ayah-ibunya atau keluarganya bila membelot dari tradisi leluhur. Jika si ayah pendukung fanatik River Plate, maka haram hukumnya bagi si anak menjagoi Boca Juniors. Pun sebaliknya.

 saat melihat negeri yang ia cintai terus digenangi konflik dan fanatisme berlebihan Tatkala Sepak Bola Melahirkan Argentina
Pendukung Boca Juniors saat Superclasico.
Di Buenos Aires khususnya dan di pelosok negeri pada umumnya, anda boleh saja mengganti pekerjaan, kendaraan beroda empat, rumah, partai politik, atau malahan istri kalau berani, bila sudah bosan karena cinta yang meluntur contohnya. Tapi, Anda tak akan pernah bisa, bahkan sekadar memikirkan, untuk menukar klub sepak bola! Ini adalah dalil pertama bagi kebanyakan orang Argentina.

Sepak bola yakni segala dari segala sumber aturan, pandangan baru, dan apapun seterusnya sampai mereka sendiri yang bilang tidak atau bukan kepada Anda. Ideologi nasional dibangun dari sepak bola. Dari loyalitas berlebihan di sepak bola inilah warna kebangsaan Argentina dibuat. Argentina didirikan dari hikayat Futbol Argentino. Apapun bentuk dan lahan kehidupan akan diterjemahkan ke dalam terminologi futbolista.

Banyak nama klub yang terdengar ajaib karena dipaksa menjadi simbol sesuatu yang mereka lakoni, pikirkan, atau impikan. Bahkan - ini bukan bombastis kecuali fakta - hampir semua klub di Argentina, jauh lebih bau tanah dari usia negara Republik Indonesia, Soempah Pemoeda atau Boedi Oetomo sekalipun! Ada klub yang lahir hanya empat tahun sesudah Krakatau meleduk. Ada pula klub yang didirikan 23 tahun sebelum Titanic tenggelam.

Praktis hanya ada dua klub resmi yang baru nongol sesudah semua insiden bersejarah itu di atas. Arsenal De Sarandi (1957) dan satu lagi, jangan kaget alasannya panjang sekali namanya, Comision de Actividades Infantiles Comodoro Rivadavia (1984). Tak syak lagi, futbol telah menjadi way of life mutlak di negeri yang namanya berasal dari bahasa Latin, Argentum atau perak, itu. Pendek kata, futbol adalah bapak moyangnya Argentina, yang melahirkan negara.

Anti-Negritos?
 saat melihat negeri yang ia cintai terus digenangi konflik dan fanatisme berlebihan Tatkala Sepak Bola Melahirkan Argentina
Kapten 1978, Daniel Passarella dari River Plate.
Kecintaan pada futbol merupakan bentuk kasatmata dari Lingua Franca-nya peradaban bangsa Eropa yang mendirikan sebuah negeri gres di bumi Amerika Latin. Spanyol, Inggris, Italia, Jerman, dan Prancis merupakan bapak kandung Argentina. Keturunan mereka disebut Criollos, atau Oriundi khusus keturunan Italia, yang merupakan golongan mayoritas. Di bawah itu ada Mestizos (Indo Eropa-Indian) dan Gauchos, gabungan dari keduanya yang nenek moyangnya hidup nomaden, serta Guaranties, minoritas pegunungan.

Hingga sekarang kelima bahasa itu tetap dipakai turun-temurun, meski yang resmi yaitu bahasa Spanyol. Banyak orang Argentina fasih salah satu bahasa Italia, Prancis, atau Inggris. Bisa beberapa bahkan kesemuanya. Ini menunjukkan bahwa Argentina seperti seperti Amerika Serikat kecil, yang tak punya kultur asli kecuali bangsa Indian. Bedanya, bahkan dengan tetangganya, Brasil, di Argentina tak ada tempat bagi keturunan Afrika atau Negritos untuk berkembang. Tak asing kalau hingga sekarang sulit dijumpai pemain nasional Argentina yang kulitnya legam.

Sudah dari sananya, kehidupan di negara seluas 2,766 juta km persegi ini total Europe-minded. Apa pun. Politik berwarna Spanyol atau Italia. Ekonomi bermazhab Jerman, dengan patron Communist Manifesto dari duet maut Karl Marx-Frederick Engels. Glamor-nya ala Prancis, dan cita rasa-nya khas Italia termasuk paham fasis yang menyirami kehidupan elitis negara temuan pelaut Spanyol Juan Diaz de Solis ini.

Inggris? Bangsa ini menghipnotis Argentina dari sektor edukasi, industri, dan kapitalisme. Gongnya adalah lewat periode Revolusi Industri, yakni ketika Inggris membangun jaringan kereta api dan telekomunikasi. Para konstruktor dan pekerja Inggris itu yang menyebarkan Homo Ludens baru, yaitu futbol

 saat melihat negeri yang ia cintai terus digenangi konflik dan fanatisme berlebihan Tatkala Sepak Bola Melahirkan Argentina
Begini suporter River Plate ketika ada clasico.
Selain mengenalkan, Englishmen juga mengorganisasi peraturan, klub-klub, stadion, dan asosiasi permainan yang amat diminati kaum middle class itu. "Sampai 1910, para pemain nasional banyak berjulukan Inggris, dan dominan dari kelas menengah. Kini mereka anti. Kata mereka inilah sepak bola khas Argentina," papar pakar sejarah mereka, Prof. Eduardo Archetti.

Berbau Inggris

Dari studi guru besar antropologi Universitas Oslo ini diketahui juga bahwa mereka mendapatkan salinan pertama segala tata cara dan peraturan teknis yang dikeluarkan FA (Federasi Sepak Bola Inggris) yang dikirimkan anggotanya kepada seorang editor koran harian berbahasa Inggris di Buenos Aires pada 1867, atau cuma selang empat tahun setelah berdirinya FA!

Hal ini mengartikan Argentina bahwa menjadi negara pertama di luar Britania Raya yang menggunakan peraturan baku yang orisinal (fresh from panggangan). Argentina sudah mengenal sepak bola modern sebelum ada goal-kick (1869), waktu pertandingan yang 90 menit (1877), peluit (1878), gawang memakai jala (1890), tendangan penalti serta penggunaan satu wasit plus dua hakim garis (1891).

Klub sepak bola pertama di Argentina ialah Buenos Aires FC, yang bangun pada 1865, yang juga berarti lebih bau tanah dari Arsenal, Chelsea, atau Manchester United sekalipun! Dan hampir pasti, sehabis Britania induk semang sepak bolanya, Argentina yaitu negara pertama di dunia yang memiliki kompetisi liga pada 1892!

 saat melihat negeri yang ia cintai terus digenangi konflik dan fanatisme berlebihan Tatkala Sepak Bola Melahirkan Argentina
Suasana di kampung Xeneize punya River Plate.
Italia baru mendapatkan sepak bola pada 1893. Swedia 1875, Rusia 1887, Denmark 1889. Dua tetangga Argentina, yaitu Uruguay dan Brasil, malah lebih telat lagi. Di Uruguay, futbol dikenalkan oleh seorang profesor Inggris yang menjadi guru besar di Universitas Montevideo pada 1882. Sementara itu, Charles Miller baru membawa sepak bola ke Brasil pada 1890.

"Inggris dengan kekuatan kulturnya mengenalkan permainan ini kepada kami dan kami mendirikan negara ini dengan sepak bola," cetus Archetti. Sepak bola Argentina sangat berbau Inggris. Mereka menentukan nama Boca Juniors atau River Plate ketimbang Rio de la Plata contohnya. Sebut juga Racing Club, Banfield, Newell's Old Boys, bahkan Arsenal (Futbol Club de Sarandi)!

Klub terakhir yang bangkit 1957 ini memang sengaja dibikin sama dengan aslinya yang di Inggris lantaran salah satu pendirinya mengagumi The Gunners yang tengah berjaya di Liga Inggris masa 1950-an. Mau tahu siapa pencetusnya? Julio Grondona, yang kini yaitu Presiden AFA (Federasi Sepak Bola Argentina)!

Aneksasi Azzurri

Oriundi dan Criollos adalah kunci lahirnya sebuah negara yang berjulukan Argentina dan kebanggaannya, Futbol Argentino. Membludaknya imigran dari selatan Eropa pada awal abad 20 makin memperkukuh dua pilar itu. Bahkan bangsa-bangsa Eropa merasakan nikmatnya menerima feedback.

 saat melihat negeri yang ia cintai terus digenangi konflik dan fanatisme berlebihan Tatkala Sepak Bola Melahirkan Argentina
Satu sudut di kampung Republik Boca.
Sebelum paparan Archetti, pada periode 1920 sampai 1930-an para wartawan Argentina telah menguraikan daya magis lewat ideological construct of a national style of playing football usai melihat kesuksesan Italia menjadi juara dunia pertama kali pada 1934. Bukan dari tekanan diktator Benito Il Duce Mussolini yang membuat skuad asuhan Vittorio Pozzo menjadi kampiun, tapi lewat jasa para Oriundi yang bermain di Serie A.

Gli Azzurri menjadi juara dunia sehabis menganeksasi empat pemain kelahiran Argentina, yakni Raimundo Orsi Bibiani (Juventus), Enrique 'Enrico' Guaita (AS Roma), Luis 'Luisito' Fernando Monti (Juventus), dan Attilio De Maria (Internazionale), yang juga ialah pendekar Albiceleste dan Argentina di Olimpiade 1928 dan Piala Dunia 1930! 

Sepak bola yakni arwah kehidupan rakyat. As you live, so you play adalah kepercayaan. Prestasi jadi pujian langsung, keluarga, kelompok atau komunitas. Sebuah kenikmatan ragawi tak ternilai. Ini yakni sebuah realitas yang sulit dihindari sampai kapan pun.

Di Argentina, sulit bagi pemain bola untuk tidak dicintai dan dibenci sekaligus. Tidak ada pahlawan sejati di lapangan hijau yang diakui bangsa. Tak terkecuali pada Daniel Passarella (River Plate) dan Diego Maradona (Boca Juniors), dua pemimpin paling terkenal yang seharusnya jadi simbol pemersatu setelah Albiceleste berjaya pada 1978 dan 1986.

 saat melihat negeri yang ia cintai terus digenangi konflik dan fanatisme berlebihan Tatkala Sepak Bola Melahirkan Argentina
Gelegar suporter ultra isyarat Barra Bravas.
Bencana lebih besar akan lahir begitu kegagalan tiba. Ia akan merusak jasmani dan rohani, mengganggu denyut nadi kehidupan dan integritas nasional. Organisasi suporter paling radikal di dunia, paling ditakuti dari polisi sampai FBI, adalah Barra Bravas, juga dilahirkan Argentina. Pantaslah jika pada 1978 sastrawan kondang Jorge Luis Borges pernah bilang, "Di Argentina sepak bola yaitu sebuah malapetaka".

Liga Gladiator

Berkat sejarahnya yang terbilang bau tanah, tak syak lagi, Futbol Argentino merupakan salah satu yang paling bermutu di dunia. Karena itu, wajar jikalau Liga Argentina disebut-sebut yang terbaik di luar Eropa. Buktinya, orang Amerika mau membayar untuk menonton siaran langsungnya.

Atmosfer yang terpancar di Liga Primera Division sungguh luar biasa. Bak sebuah energi kinetik, yang kian lama kian membesar, menggelegak kolam magma. Sumber dari segala sumbernya adalah fanatisme, loyalitas dan sentimen yang sah menemani sepak bola, melengkapi instrumen ritual yang selalu terjadi dan terjadi.

 saat melihat negeri yang ia cintai terus digenangi konflik dan fanatisme berlebihan Tatkala Sepak Bola Melahirkan Argentina
Barra Bravas juga ada di kubu Boca.
Lalu semua itu bercampur dengan mutu tinggi dan atraksi permainan serta aksi-agresi brutal sekelompok pendukung ultra yang dikreasi Barra Bravas, yang selalu menimbulkan sepak bola sebagai sebuah tontonan gladiator. Rivalitas yaitu kata kuncinya. Celakanya yang paling berdarah-darah kebanyakan ada di Buenos Aires.

Di ibu kota negara yang sekaligus ialah sebuah kawasan otonomi khusus itu sedikitnya ada empat klub bertetangga yang saling berseteru tujuh turunan alias derby. Mereka menjuluki sebuah Big Match dengan sebutan Clasico. Malah kadang lebih hebat lagi: Superclasico. Pemilik lakon Superclasico terbesar tiada lain dan tidak bukan adalah bentrokan antara klub elite di Buenos Aires City, Boca Juniors, melawan River Plate.

Entah setan apa yang membuat kedua klub ini selalu berseteru selama tujuh turunan. Selain imbas dari zaman resesi ekonomi dunia yang menyapu Argentina di 1930-an, kelakuan yang diperlihatkan Italia dikala mencomot tiga pemain Albiceleste ke dalam Gli Azzurri menjelang Piala Dunia 1934 - atas perintah - sang paduka Benito Mussolini adalah faktornya.
 saat melihat negeri yang ia cintai terus digenangi konflik dan fanatisme berlebihan Tatkala Sepak Bola Melahirkan Argentina
Simbol utama kekuasaan Boca Juniors.
La Boca's Calle Caminito, salah satu blok kumuh di Buenos Aires yang menjadi tempat lahirnya tarian tango dan sarang komunitas Gallinas sering dilanda ketegangan. Kaum keturunan Italia Selatan asal Napoli mencerca cara Azzurri. Sikap para Gallinas ini berbeda dengan kubu Los Millonarios alias River Plate yang pro Il Duce. Gallinas adalah sebutan pendukung River kepada pendukung Boca Juniors yang secara harfiah berarti chicken alias pengecut!

Sementara itu, kubu Xeneize, bahasa cibiran orang-orang dari Genova, Italia Utara, yang merupakan asal muasal tradisi River Plate, malah memanggil suporter Boca dengan Bosta atau Bosteros, yang maknanya, maaf, tahi! Ini alasannya kampung Boca berada di pinggiran sungai Plata yang biasanya amis. "River-lah juara sejati," kata Javier Bartoli, konsultan mahir yang mendukung River. "Saya hanya punya beberapa teman dari klub lain tapi bukan dari Boca. Kita telah setuju, mereka ialah monyet-simpanse yang fanatik! Mereka tidak mengerti sepak bola".

 saat melihat negeri yang ia cintai terus digenangi konflik dan fanatisme berlebihan Tatkala Sepak Bola Melahirkan Argentina
Bentrok suporter Boca antar faksi.
Anehnya, perseteruan kedua kelompok ini hanya dibatasi beberapa blok. Markas besar Boca, yang bernama Estadio La Bombonera, berjarak tidak sampai 3 kilometer dari stadion River, Estadio El Monumental. Jika sudah terjadi clash, konon polisi yang menangani kerusuhan juga sering kikuk karena dari mereka juga ada yang pro atau anti terhadap kedua klub itu.

"Kami tak pernah ambil pusing dengan panggilan itu. Kami besar hati dengan tradisi kami yang terperinci, tak mirip mereka," ucap Ariel Nasarela, seorang pengacara dan pencinta mati (die-hard) Boca Juniors. Selain Boca dan River, superclasico terpanas kedua ialah antara Independiente versus Racing Club, dua klub yang berada di Buenos Aires. Lalu satu kelas di bawahnya lagi yaitu clasico antara dua klub asal kota Rosario, Rosario Central dan Newells Old Boys.
 saat melihat negeri yang ia cintai terus digenangi konflik dan fanatisme berlebihan Tatkala Sepak Bola Melahirkan Argentina
Kelakuan pendukung River Plate saat kalah.
Bolehlah Jorge Borges mengkritik kelakuan bangsanya bila sudah menyangkut sepak bola. Boleh jadi itu tak lengkap, alasannya adalah pada faktanya dari biasa menghadapi peristiwa, mereka jadi mampu mengelola peristiwa itu hingga melahirkan negara lewat sepak bola dan Albiceleste yang membanggakan bangsa!

Namun sayangnya hingga kini, akibat kebanyakan melakoni drama dan telenovela di dalam negerinya, Futbol Argentino baru sukses meraih dua kali titel juara dunia (1978 dan 1986), 14 kali juara Amerika Selatan, enam kali juara Amerika, dan sekali juara Olimpiade (2004). Lumayan sih jikalau dibanding Inggris gurunya, namun seharusnya mampu jauh lebih ahli lagi.


KLUB-KLUB TERNAMA ARGENTINA


 saat melihat negeri yang ia cintai terus digenangi konflik dan fanatisme berlebihan Tatkala Sepak Bola Melahirkan Argentina
ALMAGRO
Nama Resmi: Club Almagro
Berdiri: 1911
Lokasi: Buenos Aires, D.F.
Stadion: Jose Ingenieros (12.000)

ARGENTINOS JUNIORS
Nama Resmi: Asociacion Atletica Argentinos Juniors
Berdiri: 1904
Lokasi: Buenos Aires, D.F.
Stadion: Ricardo Etcheverry (24.858)
Titel: Copa Libertadores 1985; Liga Argentina 1986

ARSENAL DE SARANDI 
Nama Resmi: Arsenal Futbol Club
Berdiri: 1957
Lokasi: Sarandi, Buenos Aires
Stadion: Viaducto (10.000)

BANFIELD 
Nama Resmi: Club Atletico Banfield
Berdiri: 1896
Lokasi: Banfield, Buenos Aires
Stadion: Florencio Sola (30.000)

BOCA JUNIORS 

 saat melihat negeri yang ia cintai terus digenangi konflik dan fanatisme berlebihan Tatkala Sepak Bola Melahirkan ArgentinaNama Resmi: Club Atletico Boca Juniors
Berdiri: 1905
Lokasi: Buenos Aires, D.F.
Stadion: La Bombonera (60.245)
Titel: Intercontinental Cup (3x): 1977, 2000, 2003; Copa Libertadores (5x): 1977, 1978, 2000, 2001, 2003; Copa Sudamericana (1x): 2004; Supercopa Libertadores 1989; Recopa 1989; Liga Argentina (24x): 1919, 1920, 1923, 1924, 1926, 1930, 1931, 1934, 1935, 1940, 1943, 1944, 1954, 1962, 1964, 1965, 1969, 1970, 1976, 1993, 1999, 1999, 2001, 2004

COLON 
Nama Resmi: Club Atletico Colon
Berdiri: 1905
Lokasi: Santa Fe, Santa Fe
Stadion: Brigadier Lopez (32.000)

ESTUDIANTES 
Nama Resmi: Club Estudiantes de La Plata
Berdiri: 1905
Lokasi: La Plata, Buenos Aires
Stadion: Jorge Luis Hirschi (28.000)
Titel: Intercontinental Cup 1968; Copa Libertadores (3x): 1968, 1969, 1970; Liga Argentina 1983

GIMNASIA LA PLATA 
Nama Resmi: Club de Gimnasia y Esgrima La Plata
Berdiri: 1887
Lokasi: La Plata, Buenos Aires
Stadion: Juan Carlos Zerillo (20.461)
Titel: Liga Argentina 1929

HURACAN
Nama Resmi: Club Atletico Huracan Tres Arroyos
Berdiri: 1923
Lokasi: Tres Arroyos, Buenos Aires
Stadion: Roberto Lorenzo Bottino Argentina (7.000)

INDEPENDIENTE 
Nama Resmi: Club Atletico Independiente
Berdiri: 1905
Lokasi: Avellaneda, Buenos Aires
Stadion: Doble Visera de Cemento (57.901)
Titel: Intercontinental Cup (2x): 1973, 1984; Copa Libertadores (7x): 1964, 1965, 1972, 1973, 1974, 1975, 1984; Supercopa Libertadores (2x): 1994, 1995; Recopa (1x): 1994; Liga Argentina (11x): 1938, 1939, 1948, 1960, 1963, 1967, 1977, 1978, 1989, 1994, 2003

INSTITUTO CORDOBA 
Nama Resmi: Instituto Atletico Central Cordoba
Berdiri: 1918
Lokasi: Cordoba, Cordoba
Stadion: Juan Domingo Peron (26.535)

LANUS 
Nama Resmi: Club Atletico Lanus
Berdiri: 1915
Lokasi: Lanus, Buenos Aires
Stadion: La Fortaleza (44.000)
Titel: Copa Conmebol 1996

NEWELL'S OLD BOYS 
Nama Resmi: Club Atletico Newell's Old Boys
Berdiri: 1903
Lokasi: Rosario, Santa Fe
Stadion: Parque Independencia (42.000)
Titel: Liga Argentina (3x): 1988, 1991, 1992

OLIMPO 
Nama Resmi: Club Olimpo
Berdiri: 1910
Lokasi: Bahia Blanca, Buenos Aires
Stadion: Roberto Natalio Carminatti (15.000)

QUILMES 
Nama Resmi: Quilmes Atletico Club
Berdiri: 1887
Lokasi: Quilmes, Buenos Aires
Stadion: Centenario (33.000)
Titel: Liga Argentina 1912

RACING CLUB 
Nama Resmi: Racing Club
Berdiri: 1903
Lokasi: Avellaneda, Buenos Aires
Stadion: Presidente Peron (55.000)
Titel: Intercontinental Cup 1967; Copa Libertadores 1967; Supercopa Libertadores 1988; Liga Argentina (13x): 1913, 1914, 1915, 1916, 1917, 1918, 1949, 1950, 1951, 1958, 1961, 1966, 2002

RIVER PLATE 

 saat melihat negeri yang ia cintai terus digenangi konflik dan fanatisme berlebihan Tatkala Sepak Bola Melahirkan ArgentinaNama Resmi: Club Atletico River Plate
Berdiri: 1901
Lokasi: Buenos Aires, D.F.
Stadion: El Monumental (76.687)
Titel: Intercontinental Cup 1986; Copa Libertadores (2x): 1986, 1996; Supercopa Libertadores 1997; Liga Argentina (28x): 1932, 1936, 1937, 1941, 1942, 1945, 1947, 1952, 1953, 1955, 1956, 1957, 1975, 1979, 1981, 1986, 1990, 1992, 1994, 1995, 1997, 1997, 1998, 2000, 2000, 2002, 2003, 2004

ROSARIO CENTRAL 
Nama Resmi: Club Atletico Rosario Central
Berdiri: 1889
Lokasi: Rosario, Santa Fe
Stadion: El Gigante de Arroyito (41.654)
Titel: Copa Conmebol 1995; Liga Argentina (4x): 1971, 1973, 1980, 1987

SAN LORENZO 
Nama Resmi: Club Atletico San Lorenzo de Almagro
Berdiri: 1908
Lokasi: Buenos Aires, D.F.
Stadion: Pedro Bidegain (42.000)
Titel: Copa Sudamericana 2002; Copa Mercosur 2001; Liga Argentina (8x): 1927, 1933, 1946, 1959, 1972, 1974, 1995, 2001

VELEZ SARSFIELD 
Nama Resmi: Club Atletico Velez Sarsfield
Berdiri: 1910
Lokasi: Buenos Aires, D.F.
Stadion: Jose Amalfitani (49.747)
Titel: Intercontinental Cup 1994; Copa Libertadores 1994; Supercopa Libertadores 1996; Recopa 1996; Liga Argentina (5x): 1968, 1993, 1996, 1996, 1998

ATLETICO RAFAELA 
Nama Resmi: Asociacion Mutual Social y Deportivo Atletico de Rafaela
Berdiri: 1907
Lokasi: Rafaela, Santa Fe
Stadion: Monumental (11.000)

BELGRANO 
Nama Resmi: Club Atletico Belgrano
Berdiri: 1905
Lokasi: Cordoba, Cordoba
Stadion: Gigante de Alberdi (28.000)

CAI COMODORO RIVADAVIA
Nama Resmi: Comision de Actividades Infantiles
Berdiri: 1984
Lokasi: Comodoro Rivadavia, Chubut
Stadion: Municipal Comodoro Rivadavia (10.000)

CHACARITA JUNIORS
Nama Resmi: Club Atletico Chacarita Juniors
Berdiri: 1906
Lokasi: Buenos Aires, D.F.
Stadion: Chacarita Juniors (24.300)

DEFENSA Y JUSTICIA
Nama Resmi: Defensa y Justicia
Berdiri: 1935
Lokasi: Florencio Varela, Buenos Aires
Stadion: Norberto Tito Tomaghello (8.000)

DEFENSORES DE BELGRANO
Nama Resmi: Club Atletico Defensores de Belgrano
Berdiri: 1906
Lokasi: Buenos Aires, D.F.
Stadion: Defensores de Belgrano (8.300)

EL PORVENIR
Nama Resmi: Club El Porvenir
Berdiri: 1915
Lokasi: Gerli, Buenos Aires
Stadion: Enrique de Roberts (14.000)

FERRO CARRIL OESTE
Nama Resmi: Club Ferro Carril Oeste
Berdiri: 1904
Lokasi: Buenos Aires, D.F.
Stadion: Ricardo Etcheverry (24.858)
Titel: Liga Argentina (2x): 1982, 1984

GIMNASIA JUJUY
Nama Resmi: Club Atletico Gimnasia y Esgrima de Jujuy
Berdiri: 1931
Lokasi: San Salvador de Jujuy, Jujuy
Stadion: 23 de Agosto (23.000)

GODOY CRUZ
Nama Resmi: Club Deportivo Godoy Cruz Antonio Tomba
Berdiri: 1921
Lokasi: Godoy Cruz, Mendoza
Stadion: Feliciano Gambarte (14.000)

ATLETICO HURACAN
Nama Resmi: Club Atletico Huracan
Berdiri: 1908
Lokasi: Buenos Aires, D.F.
Stadion: Tomas Adolfo Duco (48.314)
Titel: Liga Argentina (4x): 1921, 1922, 1925, 1928

JUVENTUD ANTONIANA
Nama Resmi: Club Juventud Antoniana
Berdiri: 1915
Lokasi: Salta, Salta
Stadion: Fray Honorato Pistoia (8.000)

NUEVA CHICAGO
Nama Resmi: Club Atletico Nueva Chicago
Berdiri: 1911
Lokasi: Buenos Aires, D.F.
Stadion: Nueva Chicago (28.500)

RACING CORDOBA
Nama Resmi: Club Atletico Racing de Cordoba
Berdiri: 1924
Lokasi: Cordoba, Cordoba
Stadion: Miguel Sancho (20.966)

SAN MARTIN DE MENDOZA
Nama Resmi: Club Atletico San Martin de Mendoza
Berdiri: 1927
Lokasi: Mendoza, Mendoza
Stadion: General San Martin (9.000)

SAN MARTIN DE SAN JUAN
Nama Resmi: Club Atletico San Martin de San Juan
Berdiri: 1907
Lokasi: San Juan, San Juan
Stadion: 27 de Septiembre (13.000)

SARMIENTO
Nama Resmi: Club Atletico Sarmiento de Junin
Berdiri: 1911
Lokasi: Junin, Buenos Aires
Stadion: Eva Peron (16.000)

TALLERES
Nama Resmi: Club Atletico Talleres
Berdiri: 1913
Lokasi: Cordoba, Cordoba
Stadion: Negro Alvarez (25.000)
Titel: Copa Conmebol 1999

TITO FEDERAL
Nama Resmi: Club Atletico Tiro Federal Argentino
Berdiri: 1905
Lokasi: Rosario, Santa Fe
Stadion: Tiro Federal Argentino (18.000)

UNION DE SANTA FE
Nama Resmi: Club Atletico Union
Berdiri: 1907
Lokasi: Santa Fe, Santa Fe
Stadion: 15 de Abril (22.852)

(foto: futbolargentino/emaze/triviaslocas/experienceproject/buenosairesherald/piuraciudad)