Sunday, November 20, 2005

Kim Il-Sung: Dear Leader, Great Leader

ENTAH kenapa datang-tiba aku tertarik membaca informasi soal rencana keberangkatan Megawati Soekarnoputri ke Korea Utara awal Oktober silam. Sebagai perantara yang dipercaya soal planning reunifikasi Korea, dengan senang hati Ketua Umum PDI-P yang juga mantan Presiden Indonesia kelima itu memenuhi seruan pemimpin besar Republik Rakyat Demokratik Korea, Kim Jong-il, seperti halnya seorang kakak yang dimintai tolong adiknya.
tiba saya tertarik membaca berita soal rencana keberangkatan Megawati Soekarnoputri ke Kor Kim Il-sung: Dear Leader, Great Leader
Soekarno memberi anggrek asal Makassar kepada Kim Il-sung.
Sesudah tak lagi bertitel RI-1, Mega malah terlihat lincah sebab dalam setahun ini saja beliau telah dua kali tiba ke Pyongyang, semenjak pada April 2005. Siapa yang beliau temui itulah yang menciptakan aku tertarik, sosok misterius yang berjuluk The Dear Leader. Pertemuan tersebut selalu bernilai historis karena mewarisi persahabatan kedua ayah mereka, Soekarno dan Kim Il-sung.

Ada sepenggal dongeng bagaimana akrabnya dua tokoh termahsyur Asia di masa 1950 sampai 1960-an itu. Dalam suatu kunjungan kenegaraan ke Indonesia pada 13 April 1965, Bung Karno mengajak jalan-jalan tamunya di Kebun Raya Bogor. Tiba-datang Kim Il-sung tertarik pada deretan bunga anggrek asal Makassar yang tengah mekar.

Melihat itu, sontak Bung Karno menghadiahi anggrek berjenis CL Brandt itu pada Kim, seraya memberi nama Kimilsungia karena anggrek hasil penyilangan tersebut masih tanpa nama. Tentu saja hal ini diterima dengan senang hati oleh Kim, hitung-hitung sebagai kado ulang tahunnya yang ke-53, dua hari lalu.

Kelak, lewat diplomasi bunga tadi, Indonesia dianggap sebagai satu-satunya sobat bersahabat Korut. Hingga kini, untuk mengenangnya, di Pyongyang setiap bulan April diadakan sebuah bazar bunga dengan maskotnya, Kimilsungia, yang balasannya ditabalkan menjadi bunga nasional negeri tersebut.

Makara kita orang Indonesia, tenanglah, bila berada di Korea Utara. Insya Allah seharusnya kondusif. Karena apa? Karena sejarah. Karena Bug Karno. Rupanya aku masih terobsesi dengan Korea Utara. Padahal waktu kecil, saya benci sekali dengan negara ini. Sampai kini tertanam di lubuk hati saya sebab Korea Utara-lah yang menggagalkan kesebelasan Indonesia lolos ke Olimpiade 1976 di Montreal, Kanada.

Korut membuat aku menangis tendangan Anjas Asmara melenceng keluar ketika tos-tosan. Indonesia kalah 4-5, dan sejarah 20 tahun kemudian mirip terulang kembali tatkala langkah PSSI dijegal Uni Soviet pada Olimpiade Melbourne 1956. Sejak itulah yang namanya Korut selalu menyita perhatian saya, lebih dari sepak bolanya saja.

INGAT Korut ingat barisan rakyat yang kurus-kurus, termasuk para tentaranya. Juga barisan orang berbaju belacu berwarna sama di pasar-pasar, atau gerombolan wanita di depan pintu mertua sambil mengucek-ngucek rambut sambil mencari kutu seolah menikmati keprihatinan hidup. Jika sudah hingga masanya, maka setiap perjaka Korut yang sehat lahir batin diharuskan ikut wajib militer.

Hiburan satu-satunya rakyat Korut ialah jaringan Pyongyang Television yang dimonopoli mutlak dan cuma siaran selama enam jam, dari jam 17.00 sampai 23.00. Di negara Stanilist ini, saluran untuk TV satelit dan internet yakni terlarang. Semua informasi dari luar negeri disensor habis dan harus diolah lagi oleh Pyongyang Television.

Walau tingkat ekonominya tak seberapa, hidup penuh kesederhanaan, namun jangan sangsikan nasionalisme mereka. Bermodal rasa kebanggaan dan kebangsaan yang kelewat tinggi itu, Korut mampu meningkatkan ilmu teknologinya yang membuat paranoid George W. Bush sehingga mencapnya sebagai bab dari Axis of Evil.

Kenapa si koboi Texas itu takut? Jawaban bikin bulu romanya merinding, karena mereka punya nuklir! Katanya, bila Kim Jong-il sampai ngamuk, maka nuklir Korut berjulukan Taepo Dong mampu mendarat di California. Itulah yang membuat AS lebih ngeper dengan Korut ketimbang Rusia, Iran, Pakistan, atau India.

Bagi aku, selain Albania, Angola, Lesotho, Mongolia atau Togo misalnya, Korut juga sebuah negara misterius. Tempat di mana sepertinya tak pernah ada perubahan, tak tersentuh modernisasi dan terkesan angker. Kondisi mereka begitu-begitu saja, dari dulu hingga kini. Uniknya, Angola dan Togo akan mendapat perhatian luas dunia pada 2006 berkat prestasi fenomenalnya: lolos ke Piala Dunia!

Dan bicara World Cup nyambung juga ke Korut. Sebelum Korea Selatan membuat sejarah besar pada 2002 dengan suksesnya ke semifinal, Korut duluan bikin separo isi dunia melongo dikala kejuaraan digelar di Inggris pada 1966. Bahkan apa yang diperlihatkan Korea Kapitalis, tiga tahun silam itu, masih belum bisa mengalahkan peran Korea Sosialis pada 1966, meski ujung prestasinya hanya hingga perempatfinal.

ENTAH karena makan apa sebelum tampil, tiba-tiba saja Pak Doo-ik, Pak Seung-jin, atau Rim Jung-son bermain kolam kemasukan setan yang harus membuat tim Italia terpaksa main kayu untuk menghentikannya. Dan kita semua tahu, tim berlabel Gli Azzurri itupun terperdaya. Tak pelak lagi, inilah salah satu The Biggest Sensation and The Greatest Shock in World Cup History paling ternama.

Bagi Italia, malunya nggak ketulungan. Dua kali juara dunia itu dikalahkan oleh negara antah berantah, yang dikala mendarat di St. George Airport membuat orang-orang Inggris berjejalan untuk melihat kedatangan makhluk-makhluk, mirip komentar BBC, so little known they might be flying in from outer space.

Italia benar-benar merasa tertampar. Gianni Rivera dan Giacomo Bulgarelli, dua bintang Azzurri, nyaris berkeputusan pensiun dini dari lapangan hijau. Di negaranya sendiri, dampaknya lebih dari yang dibayangkan. Kekalahan ini membuat rakyat Italia malas bekerja, uring-uringan, nggak nafsu makan, sensitif berat, frustrasi dan tidak sedikit yang jadi berperangai aneh bin ngaco.

Puncaknya, saat tiba di Bandara Genova, masyarakat Italia menghujani pasukan Azzurri dengan sambitan tomat dan telur wangi! "Enyahlah para pengkhianat bangsa!" teriak para demonstran. "Inilah lembaran sejarah paling gelap sepak bola Italia sepanjang kala," tulis koran Il Tiempo di halaman depan keesokan harinya.

Korut memang gagal ke semifinal karena kalah 3-5 dari Portugal, meski sempat unggul 3-0. Hanya berkat kehebatan Eusebio Ferreira, yang melesakkan empat gol, langkah tim yang oleh pers Inggris dijuluki Red Mosquitos itu terhenti. Namun demikian prestasi itu sontak menaikkan gengsi Korut, dan tentunya, The Great Leader Kim Il-sung di mata dunia.

Kim merasa petunjuk biar timnya bermain dengan semangat Chonlima telah berhasil. Chonlima yakni mitos klasik bangsa Korea yang berwujud pada seekor kuda yang cepat dan kuat. Membaca cerita betapa kerasnya pelatihan menjadi pemain nasional di Korut dikala itu, cukup membuat aku menggigil. Para pemain di-skrining ketat. Yang tak hapal lagu kebangsaan, alamat celaka tiga belas karena bisa-bisa disetrum. Bayangkan, disetrum! Janji setia harus dihapali tiap malam sebelum tidur sampai mata mereka lamuran.

Sang pendiri bangsa itu memang sempat murka pada timnya, tapi bukan karena kalah, tapi lebih kepada 'kelakuan kapitalis' yang dibentuk Doo-ik dan mitra-kawan sehabis menang atas Italia. Dalam novel The Last Gulag karya Pierre Rigoulot disebutkan para pemain Korut menghabiskan malam kemenangan dengan berpesta, minum-minum dan ditemani sejumlah perempuan. Saking senangnya, pencetak gol bersejarah Pak Doo-ik dan kiper Pak Seung-jin, dua jagoan Korut, menyantap dengan rakus sejumlah serangga!

Pimpinan yang jauh dengan anak buahnya tak lain seperti panglima tanpa tentara. Begitulah yang diyakini Kim. Sebelum berangkat ke Inggris, ia berkata, "Eropa dan Amerika Selatan telah mendominasi sepak bola dunia. Sebagai wakil dari ras kulit berwarna, kita, bangsa Asia dan juga Afrika, aku ingin kalian memenangkan satu atau dua pertandingan di Inggris. Saya sudah senang jikalau itu tercapai."

Ternyata sampai kapanpun juga sepak bola masih layak pakai sebagai alat perjuangan bangsa. Untuk mengangkat harkat bangsa di mata dunia dan mewujudkan kesatuan nasional. Meskipun berakar sama, namun ternyata buahnya beda. Semangat, apalagi prestasi sepak bola bangsa Indonesia telah berubah drastis, sementara bangsa Korea kian fantastis

(foto:historia.id)

Thursday, November 17, 2005

Konspirasi Nerazzurri & Zapatista: Bermotif Minyak Bumi?

Bumi Italia sempat bergetar pada medio 2005, dikala klub borjuis FC Internazionale Milano melaksanakan deal sosial-politik dengan Zapatista, gerakan perlawanan paling ditakuti di Meksiko. Apa yang dicari Massimo Moratti? Kenapa Javier Zanetti terlibat jauh pada urusan ini?
 saat klub borjuis FC Internazionale Milano melakukan  Konspirasi Nerazzurri & Zapatista: Bermotif Minyak Bumi?
Inter-Zapatista. Uang 5.000 dollar AS, ambulans, dan kostum orisinil milik Zanetti.
Futbol, bagi orang-orang Amerika Latin, yakni politico. Batas keduanya samar-samar. Selama tujuh turunan mereka dijejali stigma dan keyakinan ini didasari dogma, melalui fakta, dan memakai realitas bahwa dari sepak bola suatu pemerintahan bisa jatuh dan sebuah rezim bisa pula langgeng.

Sedikit contoh, rezim Jorge Videla terselamatkan dari amuk massa usai Argentina jadi juara dunia 1978. Di Brasil, pada 2002 pemerintahan Fernando Cardoso sempat digoyang karena sang presiden dianggap tak mampu menekan instruktur Luis Felipe Scolari untuk memanggil bintang gaek kesayangan rakyat, Romario Faria, menjelang Piala Dunia 2002.

Lalu dikala seorang jenius berjulukan Marinus Jacobus Hendricus Michels memakai prinsip itu secara simpel ke dalam strategi totaal voetbal, risikonya juga ada. Ajax dan De Oranje dengan mutlak menguasai daratan Eropa di kala 70-an. Ia dianggap jenderal beneran sesudah mengucap 'sepak bola yaitu perang!'

Di Inggris, ibu sepak bola modern, sampai kini falsafah supermanajer Liverpool, Bill Shankly, masih banyak dianut. "Football is more important than life and death to you and, I said, listen, it's more important than that!" katanya pada program talk show Live from Two di Granada Television, 1981.

Setelah dilanda tekanan selama 90 menit lebih, emosi Sir Alex Ferguson langsung tumpah dengan berkata, 'Football, bloody hell!' Ia marah tapi bangga melihat gol Teddy Sheringham dan Ole-Gunnar Solskjaer baru tiba di menit ke-91 dan 93 pada Battle of Camp Nou, Mei 1999 kontra Bayern Muenchen.

Jauh sebelumnya, Inggris pernah kena imbas dahsyat politisasi sepak bola. Lima hari usai Inggris tersingkir di Piala Dunia Meksiko, kekuasaan PM Harold Wilson roboh. Rakyat tak mengampuni mengingat sebagai juara bertahan Inggris kalah 2-3 dari Jerman, si musuh besar, pada perempatfinal di Estadio Guanajato, Leon, 14 Juni 1970.

Bisa jadi, bersandar dari gumpalan sejarah tadi, seorang Javier Zanetti mencoba merajut mimpi besar di kurun depan: jadi politikus. Karena ia salah satu orang berpengaruh di klub, il capitano Inter, ia rada leluasa menggapai obsesinya. Tak ada yang tahu bahwa lelaki berzodiak Leo kelahiran 10 Agustus 1973 ini seorang yang berjiwa revolusioner.

Emosi Zanetti terganggu sehabis markas Zapatista diserbu tentara Meksiko, April silam, lewat pertempuran sengit yang memakan banyak korban. Bayangkan, tanpa sungkan beliau mengupas bencana itu pada beberapa rekan senegaranya di kamar ganti Stadion Giuseppe Meazza.

Kiprah Moratti
 saat klub borjuis FC Internazionale Milano melakukan  Konspirasi Nerazzurri & Zapatista: Bermotif Minyak Bumi?
Javier Zanetti dan istri mengedepankan sosio-kultur.
Selang beberapa hari, laki-laki bernama El Pupi ini menyuruh istrinya, Paula, mengirim wesel sebesar US$2.500 untuk membantu rehabilitasi Villa Zinacantan yang hancur lebur. Zanetti juga minta santunan sopan santun pada Esteban Cambiasso, Kily Gonzalez, dan Julio Cruz, yang sepaham dengannya.

"Kami percaya pada dunia yang lebih baik, yang tak tersentuh globalisasi, yang kaya akan perbedaan budaya dan budbahasa-istiadat semua orang. Itulah mengapa kami mendukung anda yang terus berjuang mempertahankan akar budaya dan idealisme," begitu isi pernyataan yang juga dipaketkan.

Kasak-kusuk empat Argentina ternyata diendus Bruno Bartolazzi, seorang petinggi Inter. Bila orang ini tahu, berarti keputusan si bos besar tinggal menunggu waktu. Benar saja. Usai isu terkini 2004/05, Moratti memanggil Zanetti untuk menyampaikan hasratnya. Yang terjadi lalu, biasa terjadi. Ide dari anak buah, namun reputasi milik si bos.

Juni 2005, rombongan Bartolazzi dan Zanetti yang ditemani istri masing-masing bertolak ke Meksiko. Dalam sebuah seremoni kecil di Caracol de Oventic, Inter dan Zapatista memulai kerja samanya. Selain uang 5.000 dollar AS, sebuah ambulans, dan kostum asli milik Zanetti bernomor 4, kubu Nerazzurri juga membawa plakat yang ditandatangani Moratti. Namun, yang paling menarik bagi para pejuang Zapatista adalah paket peralatan sepak bola dari bola kaki sampai kostum.

"Kami membaca serangan ini dari koran-koran Meksiko. Bantuan ini tak seberapa, yang lebih penting ialah atensi kami pada anda semua. Pokoknya Inter tak hanya main di PlayStation atau komputer," tutur Bartolazzi dalam pesan untuk Subcomandante Insurgente Marcos, orang yang paling dicari-cari pemerintah Meksiko.

"Kami telah katakan pada mereka, masyarakat di Eropa dan serpihan dunia lainnya, agar mendukung demokrasi dan Zapatista. Seperti di sepak bola, seringkali yang kecil mampu mengalahkan yang besar," lanjut Bartolozzi, yang ucapan terakhirnya ini kelak akan diolah Marcos, sang komandan.

Subcomandante Marcos adalah julukan untuk capo kelompok Ejercito Zapatista de Liberacion Nacional (EZLN), yang memperjuangkan hak-hak otonomi, wanita, demokrasi kaum Indian, penduduk orisinil Meksiko melawan neoliberalisme ekonomi dunia yang secara membabi buta mengeksploitasi sumber daya bumi Meksiko.

"Saudara-saudara Italia-ku, supaya kalian mencapai sukses besar dalam kampanye olah raga seperti ini," balas Marcos dalam sebuah surat yang dibacakan utusan EZLN. Perkembangan yang menarik yakni ketika ia melaksanakan korespondensi dengan Moratti secara panjang lebar. Siapa bergotong-royong Marcos?

Berlusconi dan Bush
 saat klub borjuis FC Internazionale Milano melakukan  Konspirasi Nerazzurri & Zapatista: Bermotif Minyak Bumi?
Hasil dari paket tunjangan Inter kepada bawah umur Indian Zapatista.
Menurut sumber intelijen Meksiko, dia yaitu Rafael Sebastian Guillen Vicente, seorang profesor filsafat dari Universidad Nacional Autonoma de Mexico (UNAM). Ia dikenal juga sebagai penulis puisi dan orator ulung serta berciri khas selalu merokok dengan pipa. Wajahnya tak pernah terlihat terang alasannya selalu menggunakan balaclavas, penutup muka, dan selalu menyandang senapan serta tinggal di hutan-hutan.

Karena dia orang berakal, maka strateginya pun pasti setuju punya. Banyak media-media di Meksiko disinyalir pro-Marcos. EZLN punya network dengan sejumlah oposan terkenal untuk melawan kapitalisme dan antiglobalisasi mirip IRA dan Basque. Namun, jalinannya dengan kapitalis Moratti bikin orang bertanya-tanya. Siapa memakai siapa?

"Dunia sepak bola terus berevolusi. Namun, suatu ketika nanti ia tak lagi jadi industri atau perusahaan, tapi akan kembali ke sebuah permainan memikat yang pernah dibentuk untuk mengikuti perasaan anda," kata Marcos dalam suratnya pada Don Massimo. "Sepak bola telah menjadi sarana penting untuk tujuan penting. Ia seperti melawan kemapanan, dipenuhi kejutan. Setiap revolusi dimulai dari kotak penalti sendiri dan diakhiri di gawang lawan," balas Moratti, setengah berfilsafat.

Marcos dan Moratti oke Inter dan Zapatista akan melakukan dua kali pertandingan persahabatan. Di Italia, Marcos minta digelar di Roma, sedang di Meksiko ia telah menyiapkan Stadion UNAM. "Wah, aku bahagia sekali. Saya siap main di sini atau di sana," komentar Zanetti waktu itu.

Yang lucu dari isi surat tersebut ialah permintaan Marcos semoga Inter jangan lupa membawa banyak bola karena bola yang ada sudah pecah semua balasan sepatu-sepatu lars kami. Il Coomandante Marcos juga ingin Moratti oke dengan penunjukan Diego Maradona jadi wasit, Jorge Valdano dan Javier Aguirre, eks instruktur nasional Meksiko, sebagai asisten wasit serta legenda Brasil, Socrates, sebagai wasit cadangan.

Walau misinya jelas, mendirikan kampus sepak bola Inter di Meksiko, namun terus jelas gerakan Moratti ini sempat meresahkan deputi kantor PM Italia Silvio Berlusconi. Si pemilik AC Milan ini memegang nota kerja sama ekonomi dan terikat beberapa pakta bisnis antara pemerintah Italia dan Meksiko. Di sisi lain publik Italia pun tahu Moratti yakni baron minyak numero uno.

Serunya lagi, memang perut bumi Chiapas, di selatan Meksiko itu, dikenal berisi kandungan minyak yang potensial selama puluhan tahun! Media massa di Italia pun merasa kecolongan. Namun kehebohan akbar menerpa pemerintah Meksiko dan AS sehabis majalah The Christian Science Monitor memuat artikel It Will All Be Made Clear in the Next Zapatista Memo pada 2 Agustus 2005.

Lewat pemeriksaan langsungnya, Hugh Dellios, juga menulis artikel Masked Rebel Leader Has a New Cause in Mexico di koran Chicago Tribune pada 14 Agustus 2005 seraya memuat isi surat Moratti kepada komandan Marcos yang bocor. Konon Presiden George Walker Bush, yang moyang keluarganya pengusaha minyak, merasa tersinggung, hingga-sampai beliau membahas khusus agresi Inter, Moratti, dan Zanetti di Meksiko dengan Berlusconi dan Presiden Vicente Fox. Tidak di mana-mana, asal ada anyir duit, orang-orang penting pun mendekat dan mengendus.

(foto: laaficion/sempreinter/inter)