Wednesday, November 12, 2003

Dikala Eusebio Terengah-Engah

Bem-Vindo! Ini liputan internasional saya setelah empat tahun. Tidak tanggung-tanggung, yang saya kunjungi adalah bekas musuh bebuyutan terakhir bangsa kita, Portugal. Apalagi dengan negeri yang semasih saya Sekolah Dasar dulu disebut Portugis, kekerabatan diplomatik baru dibuka lagi oleh Presiden Abdurrahman Wahid pada 2001.

 Ini liputan internasional saya setelah empat tahun Ketika Eusebio Terengah-engahTapi memperkenalkan diri dari Indonesia cukup sakti juga. Mereka tak merasa asing mendengarnya, tapi jangan mengharap dapat senyum Pepsodent. Yang niscaya mereka biasanya termangu. Agaknya gara-gara informasi Timor Timur menciptakan bangsa Portugal tak akan lupa tujuh turunan dengan Indonesia. Banyak kesan di negara yang cuma berbatasan dengan Spanyol dan Lautan Atlantik ini. 

Saya sempat menerka akan mendapat penjagaan zona marking begitu mendarat di Lisbon (28/11). Maklumlah, ini pertama kali Portugal menyelenggarakan Piala Eropa. Saya pikir, faktor keamanan, yang di seluruh jagat sekarang menjadi super-VVIP, juga dimulai dari sana.

Nyatanya tidak. Kondisi Aeroporto de Lisboa, bandara Lisbon, rada mencengangkan. Petugas keamanan tak terlihat pagi itu. Apakah mereka memakai agen rahasia? Saya tak yakin. Pasalnya dikala ada seorang negro yang mabuk, tak satupun polisi terlihat hingga alhasil laki-laki itu ngeloyor pergi sendiri. Padahal beberapa turis Belanda sudah salah tingkah.

Saya masih ingat bagaimana siaganya polisi Prancis sebelum menyelenggarakan Piala Dunia 1998 setahun lebih sebelumnya dikala Tournoi de France. Kemana saja pergi harus melalui detektor. Tapi terus jelas sih, kondisi itu malah melegakan aku kalau mengingat ketatnya mengurus visa di Kedubes Portugal di Menteng.

 Ini liputan internasional saya setelah empat tahun Ketika Eusebio Terengah-engahDis-komunikasi, mis-isu dikala acara cukup terasa. Ini merembet di Pavilhao Atlantico, sentra acara. Ada jurnalis Prancis yang hingga nyasar atau telat dikala mengambil pengukuhan. Press-release hanya ada dalam bahasa Inggris dan Portugal. Bahasa Spanyol, Prancis, Jerman, apalagi Indonesia, maaf-maaf saja, tidak dianggap! Padahal dua bahasa resmi lain di sepak bola selain Inggris yaitu Prancis atau Spanyol. 

Di benua biru yang berbahasa Portuguese memang cuma Portugal. Di luar Eropa, ada Brasil, Angola, Makau atau... Timor Leste! Saya jadi ingat betapa fasihnya seorang bermata sipit mewawancarai Nuno Gomes. Dan memang, wartawan itu berasal dari eks koloni Portugal yang sudah dikembalikan ke Cina pada 1999 itu.

Yang mengagetkan, beberapa volunteer banyak yang payah. Membedakan ID-Card saja sering salah. Untunglah pada persiapan tamat drawing EURO-2004 itu tidak didominasi oleh tuan rumah, kecuali petugas keamanan. Banyak officer UEFA yang tiba dari Prancis, Belanda dan Swedia yang lebih ramah dan informatif. Kultur memegang peranan penting pada kesiapan Portugal menggelar Piala Eropa.

Selain soal bahasa, perilaku menutup diri tapi over-confident mendominasi kehidupan sehari-hari. Masyarakat seperti tak mau tahu bagaimana kredibilitas negaranya dipertaruhkan bukan saja di atas rumput hijau, tapi juga secara profesional keseluruhan. Jika bicara soal EURO-2004, tanpa ditanya ujung-ujungnya mereka bilang: "Kami akan juara!" 

 Ini liputan internasional saya setelah empat tahun Ketika Eusebio Terengah-engahKetika Pele dan Eusebio menghadiri program AllFootball, semacam bazaar, pengunjung menyemut dari anak-anak hingga kakek-nenek. Sambil terengah-engah dan acapkali menunduk, Eusebio bilang: "Saya amat letih seperti habis bertanding!" Tapi tatkala ada Johan Cruijff, warga sana biasa saja. Legenda hidup totaal-voetbal ini malah diserbu wartawan non-Portugal, termasuk aku yang merasa mendapatkan kesempatan superlangka.

Mereka hanya menonton dari kejauhan. Tidak mengejar-ngejarnya seperti kepada Pele dan Eusebio untuk sekedar menyentuhnya atau menyalaminya. Namun kenangan saya pada Portugal adalah menikmati betul bertemu tiga legenda dunia yang di waktu kecil hanya bisa saya lihat dari belahan koran atau cuplikan di televisi: Pele, Cruijff, dan Eusebio!

Lalu apa yang bikin kagum pada persiapan tuan rumah Piala Eropa ke-12 itu? Selain stadion, ada tiga kata: teknologi informasi, akomodasi, dan transportasi. Bisa dibilang ini yang siap pada 193 hari menjelang EURO-2004. Dan buat wartawan, jelas, ini paling melegakan. Mahal menjadi nomor dua, yang penting urusan kerjaan lancar.

Sebagian besar hotel di Portugal baru dibangun dan fasilitasnya canggih. Jauh misalnya dibandingkan dengan di Italia yang renta dan kuno. Beberapa lagi sedang tahap pembangunan. Begitu juga transportasi kota, bus, taksi dan subway. Ini yang mengakibatkan kota Lisboa tampak acak-acakan karena banyak pekerjaan di sana-sini.

(dokumentasi: arief natakusumah)