Saturday, December 22, 2012

Playmaker (4): Revolusi Passion

INGGRIS yaitu negara kapitalis terkuat kedua di dunia sesudah Amerika Serikat. Olah raga, kebutuhan hidup yang mestinya bikin orang bahagia dan menyehatkan, pun telah terjerat oleh faktor untung atau rugi. Kesuksesan tak diraih lewat biaya murah sehingga uang ialah risiko terbesar. Ujung-ujungnya, pakem "high risk, high return" menjadi pertaruhan klub-klub Inggris.

INGGRIS adalah negara kapitalis terkuat kedua di dunia setelah Amerika Serikat Playmaker (4): Revolusi PassionPremier League disaksikan di 211 negara. Data ini cukup mencengangkan alasannya adalah 'anggota' Premier League ternyata lebih besar dari anggota PBB (193) dan FIFA (208). Premier League menciptakan penduduk bumi ketagihan. Mulai dari Lagos hingga Los Angeles, Mumbai hingga Melbourne. Efek positifnya mampu melahirkan ilham bisnis dan kepahlawanan. Dampak negatifnya akan menularkan pandemi emosi bahkan khaos.

Setiap bulan saja, pihak imigrasi Inggris mencap ribuan paspor dari seluruh dunia di mana para turis cuma punya tujuan menonton eksklusif sepak bola di London, Manchester, dan Liverpool. Dari fakta di atas, mampu dipastikan Premier League tak lagi jadi obsesi nasional atau regional, tapi internasional. Klub-klub topnya punya orientasi kuat melebarkan pasarnya, pendapatannya ke bagian dunia lain terutama di Asia.

Dengan cepat Premier League memasuki kala transisionalnya. Jargon Big Four selain dipertarungkan di klasemen, juga dipertaruhkan secara bisnis dan pasar global. Di sepak bola, Inggris seperti lagi menapaktilasi industri musiknya pada kala 1960 dan 1970-an saat The Beatles, The Rolling Stones, The Who, Pink Floyd, atau Deep Purple mengusung 'Great Empire' di jagat raya passion.

Saat pertama didirikan pada 1992, di Premier League cuma ada 11 pemain ajaib (non-Britania + Irlandia), namun kini ada 70-an negara yang punya minimal satu pemainnya tampil di divisi utama Liga Inggris. Begitu pula para manajernya. Selain dari Britania, tiba dari Prancis, Italia, Belanda, Portugal, dan Spanyol. Hal yang sama pada hadirin yang nonton pribadi di 20 stadion setiap pekan.

Kenaikan dramatis Premier League paling terasa di televisi. Di Afrika saja sekitar 400 juta rumah terutama di Nigeria, Ghana, Pantai Gading punya kanal khusus Premier League setiap pekan! Hitungan jumlah penonton Great Empire jilid II makin menggila lagi tatkala statistik di Cina, India, dan AS - tiga negara yang populasi penduduknya terbesar di dunia ikut dimasukkan.

Tujuan Bisnis

Sebagai fenomena global, skala bisnis Premier League bahkan melebihi Piala Dunia atau Piala Eropa. Demi menjaga kepentingan industri sepak bolanya, Premier League terus memanjakan konsumennya terutama di Asia, benua berpenduduk 4,3 milyar jiwa atau 60 persen pangsa pasar populasi manusia di bumi. Berpatokan kepada eksistensinya, Manchester United sering diidentikan dengan simbol sukses, berangasan, dan dominan.

Persepsi Arsenal yaitu permainan seksi, segar, dan muda. Chelsea dan Manchester City diasumsikan menjadi simbol gres kemapanan atau kemantapan. Adapun Liverpool masih diyakini sebagai lambang kepercayaan dan tradisional. Berkat persaingan yang lebih merata dan kompetitif dibanding liga-liga lain, Premier League memang diyakini punya pendukung yang terbanyak di dunia.

Dalam survey di Facebook hingga Maret 2012, diambil dari jumlah 'likes' diketahui Manchester United punya penggemar terbesar (23.447.069). Diikuti Arsenal (9.458.748), kemudian Chelsea (9.144.601), Liverpool (8.735.235) serta Manchester City (4.204.927). Dari data resmi yang jadi patokan pasar, total fan United berkisar di angka 75 juta (Asia 40,7 juta, Eropa 23 juta, Amerika Latin 6 juta, dan AS 4,6 juta).

Seperti dikutip dari The Guardian, belakangan United malah mengklaim punya massa 659 juta. Dari jumlah itu, telah diperinci 325 juta fan mereka ada di Asia Pasifik, 173 juta dari Timur Tengah dan Afrika, 108 juta di Cina, dan hanya 1% saja bantuan dari Britania Raya. Apa yang Anda pikirkan wacana itu? Apakah data konsumen tersebut yang menjadi tujuan permainan Alex Ferguson atau sasaran bisnis Malcom Glazer?

Apakah jawabannya yakni tujuan sepak bola telah dipakai tepat oleh kapitalisme? Setelah dibeli Sheikh Mansour Al-Nahyan muncul pada 2008, Manchester City menjadi klub terbaru yang memadukan filantropis sang pemilik dengan prestasi kongkrit demi tujuan bisnis dengan total. Lima tahun sebelumnya orang Rusia berjulukan Roman Abramovich juga melakukannya di Chelsea.

Sebenarnya buat bangsa Inggris revolusi passion berikutnya di sepak bola, bukanlah aplikasi gres dalam ekonominya sebab mereka telah berpengalaman ratusan tahun sebelumnya dengan melahirkan revolusi musik bahkan revolusi industri.@riefnatakusumah

(foto: review.premierleague.com)

Sunday, December 16, 2012

Playmaker (3): Manusia Setengah Yang Kuasa

DI DALAM buku klasik The Football Man, Arthur Hopcraft bilang cara termudah mengerti manusia, maka pahamilah orang-orang jenius di olah raga. Lionel Andres Messi ada di kuadran ini, sehingga memudahkan kita memaknai kiprahnya, kehidupannya, dengan baik.

 Arthur Hopcraft bilang cara termudah mengerti manusia Playmaker (3): Manusia Setengah DewaSensasi Messi terus melebar setiap waktu, setiap pekan. Sulit distop selama ia menari-nari di atas rumput hijau. Entah hingga kapan. Satu hal penting yang mungkin menggelitik yaitu awal mulanya. Siapa orang yang paling berjasa untuk melangkahkan kaki sang bocah ke sepak bola pertama kali? Jangan salah, Anda niscaya terkejut mengetahui fakta bekerjsama. Apakah dari 'darah' dan DNA ayahnya? Jorge Horacio Messi, ayahnya, berargumen bahwa orang itu yaitu nenek Messi sendiri. Ada juga yang berkata bahwasanya Don Salvador Ricardo Aparicio, pelatih Grandoli, sebuah klub kecil di Rosario. Semua masih samar-samar.

Argumen ini bermula alasannya adalah Aparicio-lah yang meminta pada ibu Messi agar bocah lima tahun yang dibawanya ke stadion itu dibolehkan main untuk menutup kekurangan pemain di timnya. Sang ibu, Celia Maria Cuccitti, mengajak Messi dikala menonton Rodrigo dan Matias - dua abang kandung Messi - bertanding pada liga belum dewasa. Insting sang instruktur pribadi terpengaruhi, alasannya dari kejauhan ia terus menatap bocah Messi tengah memantulkan bola ke dinding. 

 Arthur Hopcraft bilang cara termudah mengerti manusia Playmaker (3): Manusia Setengah DewaCelia Maria oke. Kostum tim eksklusif dikenakan ke tubuh kecilnya. Namun semuanya kecewa alasannya anak ini tak bisa apa-apa setiap mampu bola. Rupanya ada yang salah. Bola itu selalu dioperkan ke kaki kanannya, karena dongeng jadi beda saat bola ada di kaki kiri. Tak satupun bisa merebutnya!

Pengganti Maradona

Dia ialah the little man with the big reputation, orang kecil dengan reputasi besar. Kasak-kusuknya banyak yang tahu, kecuali mungkin bagaimana cara dia mencapai nomor wahid di dunia, atau apa satu-satunya tantangan terbesarnya.

Rosario, kota kelahiran pejuang klasik sosialis Che Guevarra, setelah itu dilanda kasak-kusuk ahli. Seorang anak yang dinantikan-tunggu telah datang. Dalam kultur sepak bola negeri tango, penantian akan Pibe, bocah pembawa mukjizat, figur hebat, yang selalu diyakini reinkarnasinya. Eduardo Archetti, seorang sosiolog, bercerita perihal budaya bola di negerinya yang selalu menantikan kedatangan El Pibe semenjak 1920-an.

Hanya seseorang yang sebelumnya memiliki julukan itu: Diego Armando Maradona. Sepak bola Argentina lahir lewat khayalan individu yang luar biasa. Pada 1928, pada kolomnya di majalah El Grafico, Ricardo Lorenzo Rodri­guez Borocoti memelopori satu monumen khusus yang hanya boleh ditulisi nama luar biasa yang ahli secara luar biasa mendribel bola.

Penantian manusia setengah ilahi juga dicurahkan secara ekpresif dalam sebuah lagu. Pada 1943 tembang berjudul "A Tango, El Sueo Del Pibe" langsung populer di tamat 1970-an tatkala seorang Diego Armando Maradona mulai santer dikenal publik. 

 Arthur Hopcraft bilang cara termudah mengerti manusia Playmaker (3): Manusia Setengah DewaPokoknya bila ada anak yang mahir dribel bola pada potrero, kawasan-kawasan tak lazim di seperti atas genteng, di anak tangga, di daerah becek maupun di permukaan agresif, ia langsung diangkat jadi figur. Jika beliau menjadi pemain reguler, panggilannya akan berubah La Nuestra alias (ia) milik kami.

Dalam prasasti tersebut, wartawan Argentina kelahiran Uruguay itu menulis: "Ini tempat bagi seorang Pibe yang berwajah lusuh, berambut awut-awutan tak pernah disisir; yang dengan kecerdasannya, daya jelajahnya, aksi tipuannya, mata meyakinkan dan berkilauan mampu menghentikan tawa orang-orang karena melihat sederetan sisa-sisa roti kemarin pada barisan gigi kecilnya."

Lagu itu tercipta 43 tahun sebelum El Diego mencetak gol cum laude sepanjang abad, gol kedua lawan Inggris di Piala Dunia 1986, lalu menakhodai Argentina menjadi juara dunia. Maka di usia 25 tahun 8 bulan itu, lahir julukan resmi: Maradona ialah Argentina, dan Argentina ialah Maradona. Bagaimana dengan Messi? Brasil 2014 yakni pertaruhannya di abad menapaki usia 27 tahun. Messi terus melangkah ke sana. "Setelah Maradona, dilema kita yakni menantikan kedatangan El Pibe penggantinya," kata Archetti pada 1990.

Well, Maradona tak akan bisa dibandingkan lagi kalau di 2014 Messi meraih sesuatu. Bahkan ia akan mengubur reputasi Maradona selamanya, mengingat 113 gelar yang telah diraihnya secara kolektif maupun individual, di klub dan timnas. Bayangkan, 113 gelar!  Yang teranyar adalah memecahkan rekor gol setahun Gerd Mueller (86 gol) yang bertahan 40 tahun. Jelas, Messi cuma satu gelar: titel Piala Dunia! Semoga dia dinaungi nasib mujur. @riefnatakusumah

(foto: trollfootball.me/livemint/pravdoruboklon.diary)

Friday, December 7, 2012

Playmaker (2): Michu Sang Pemicu

BUAT penggemar dan penggila game fantasi Liga Inggris, pemain yang satu itu memang jadi idaman. Nama bekennya praktis tapi nilai potensinya sungguh menggoda para manajer, termasuk Anda! Michu alias Miguel Perez Cuesta dibeli Swansea City cuma seharga 2 juta pound. Artinya 25 kali lebih murah dibanding seorang Fernando Torres.

 pemain yang satu itu memang jadi idaman Playmaker (2): Michu Sang PemicuPria murah senyum yang ternyata sekampung dengan pembalap Formula 1 Fernando Alonso itu, punya rasio 128 menit per 1 gol dengan dua assist. Cukup menggoda. Nilai tambah lain dia ialah sering jadi katalisator alias roda pelopor permainan The Jacks. Gerak geriknya yang gemulai kerap mempedaya bek-bek lawan. Statistik pribadinya cukup menggiurkan meski baru 16 kali tampil di Premier League. 

Sebanyak 60.000-an ribu penonton di Emirates, dan ratusan juta di seluruh dunia via live, Sabtu (1/12), menjadi saksi anyar moleknya naluri predator dan efektivitas pemain setinggi 185 cm itu ketika melawan Arsenal. Tinggal tiga menit lagi dan tubruk tampak akan berakhir seri, namun seketika itu pula, Michu bisa mengubah jalannya sejarah pertandingan.

Pertama, sebuah umpan Chico Torres dan tik-tak dengan Luke Moore sontak menggerakkan adrenalin Michu pada tujuan kongkrit. Lewat insting sempurna, ia mengecoh kawalan duet Thomas Vermaelen dan Per Mertesacker yang bangkit sejajar. Bak geliatan seekor kijang dari sergapan singa, Michu terus melaju, one on one dengan Wojciech Szczesny. Bola dicongkelnya. Gol. 0-1.

Gol kedua Michu di menit 91 juga memberikan dirinya selalu the right man in the right place on the right time pada situasi kritis. Sodokan bola oleh Nathan Dyer dari penguasaan Carl Jenkinson, pas jatuh di kakinya. Nyaris separo lapangan dan dengan dua kaki panjangnya, beliau menggenjot bola hingga berhadapan lagi dengan Szczesny. Bola dilesakkan ke sudut sempit. Gol. 0-2. Game is over!

Awal manis di Loftus Road dan final gemilang di Emirates kesannya mendudukkan Michu di daftar pencetak gol terbanyak, 10 gol, bersama Robin van Persie, Luis Suarez, dan Demba Ba. Tapi dari rata-rata gol dari jumlah tendangan versi Opta, dia mengungguli RvP. Michu 25%, Van Persie 20%. Artinya setiap empat tendangan Michu menjadi satu gol.

Jadi Buruan

Terjadi lonjakan prestasinya itu dibanding saat beliau membela Rayo Vallecano (16,9%). Keefektivitasan penyerang tengah palsu itu juga di atas dua penyerang tengah sejati, Edin Dzeko (21,4%) dan Steven Fletcher (22,2%). Dari 11 golnya, tujuh dilesakkan kaki kiri. Empat lagi dari sundulan. Improvisasi laki-laki kelahiran 21 Maret 1986 itu bukan itu saja.

Di tangan Michael Laudrup, Swansea menganut sistem free-flowing yang menuntut permainan passing layaknya gaya Barcelona dulu. Dan, akurasi passing Michu - sebagaimana biasanya pesepak bola Spanyol - juga yang terbaik di Premier League dengan tingkat akurasi mencapai 79,5%. Keunggulan Michu juga pada rendahnya rata-rata dribel bola, 20%, yang menunjukkan dia bukanlah seorang gelandang udik.

Nama Michu pertama kali menyeruak ke blantika Premier League pada 18 Agustus silam di Loftus Road. Saat itu The Swans menghantam tuan rumah Queens Park Rangers 5-0, dan ia mencetak dua gol! Media massa Inggris pun heboh. Sama halnya jagat fantasi. Tak ayal lagi, Michu ialah top bargain player di Inggris kini ini.

Nah, jangan lagi Anda sebagai 'manajer' Michu dalam permainan fantasi Liga Inggris, deretan manajer Premier League pun sekarang mulai antri meminangnya. Misalnya Arsene Wenger dan Brendan Rodgers, bahkan Walter Mazzarri (Napoli) dan Luigi Delneri (Genoa). Michu telah memicu genderang perang bursa transfer jilid dua yang mulai dibuka bulan depan.

Buat Liverpool, Michu adalah missing-link yang sempurna sebagai supplier atau agen bola ke Suarez. Bagi Arsenal sendiri, Michu mampu menjadi Robert Pires gres. Dengan harga awal 2 juta pound, nilai Michu versi Transfermarkt naik 3 kali lipat. Konon Wenger berani menutup 12 juta pound. Kendati kontrak Michu gres berakhir 30 Juni 2015, namun sanggupkah Swansea menahannya? @riefnatakusumah

(foto: scafc.ru)

Sunday, December 2, 2012

Playmaker (1): Chameleonic Leader

TAK dapat dipungkiri, Desember tampaknya menjadi bulan paling menggairahkan Republik Bianconeri dalam perjalanan mencapai sasaran demam isu ini. Juventus semakin kokoh sebagai capolista di pekan ke-14.

 Desember tampaknya menjadi bulan paling menggairahkan Republik Bianconeri dalam perjalana Playmaker (1): Chameleonic LeaderKembalinya Antonio Conte sebagai manajer, serta satu kaki yang sudah menapaki babak 16 besar Liga Champion, bukan saja melegakan dan membahagiakan kaum Drughi di manapun berada, namun juga terus menaikkan watak Andrea Pirlo dkk. hingga berlipat ganda. Kerja keras, tekad besar lengan berkuasa, dan percaya diri yaitu faktor kunci Juventus di Serie A isu terkini ini yang terus sukses menghindari diri dari kejaran Napoli. Kemenangan sempurna 3-0 atas Torino dalam sabung bertajuk Derby della Mole, Sabtu (1/12), juga kian meningkatkan fokus mereka di kancah Eropa. Rabu (5/12) atau Kamis dinihari WIB, Juve melakoni langgar yang menentukan perjalanan reputasinya di Donbass Arena, Donetsk, Ukraina.

Melawan Shakhtar, La Vecchia Signora cukup meraih satu poin untuk menyingkirkan juara bertahan Chelsea di persaingan Grup E. Syukur-syukur mampu menang, bila merasa pertemuan awal dengan dua tim favorit, Barcelona atau Manchester United, memang harus dihindari lebih dulu. Itulah kenapa kemenangan atas Torino dianggap sempurna waktu dari berbagai dimensi.

Dari tiga hadiah di Desember, hadirnya kembali sang manajer merupakan kebahagiaan puncak. Ahad (9/12), Conte dipastikan berada lagi di tepi lapangan kala Juve melawat ke Renzo Barbera untuk meladeni Palermo. "Kami kehilangan ucapan-ucapannya, motivasinya, sampai perubahan strategi seketika di pinggir lapangan," sebut Pirlo pada Tuttosport, sebuah koran yang pro-Juve.

Masa hukuman Conte atas skandal pengaturan pertandingan ketika menangani Siena di 2010/11, telah direduksi Pengadilan Arbitrasi Olah Raga Italia pada 5 Oktober silam menjadi empat bulan setelah ditemukan sejumlah bukti gres. Sebelumnya pada 13 September 2012, FIFA sempat menyetujui embargo selama 10 bulan atas Conte untuk banyak sekali aktivitas di sepak bola.

"Massimo Carrera dan Angelo Alessio juga bagus. Tapi tanpa Conte terperinci berbeda. Sulit bermain tanpa komando Conte dan temperamennya, sebab beliau yang paling tahu bagaimana menghela kami," timpal Andrea Barzagli. "Winning mentality yang ada di dirinya sekarang ditularkan kepada pasukannya," beber Gianluca Pessotto, eks rekan main Conte di Juve dulu.

Sepak Bola Hati

Kejengahan tanpa Conte, seperti kata Barzagli tadi, sangat signifikan dalam grande partita bukan di berkelahi biasa. Itu yang menciptakan Juve kalah 0-1 dari Milan dan 1-3 dari Inter. Tanpa Conte secara eksklusif pula, Juve rawan diterpa kebimbangan dalam merawat sasaran. Maklum kali ini Juve sibuk di Eropa, tidak mirip trend kemudian.

Banyak yang mengakui, Antonio Conte yaitu simbol kebangkitan Juventus, aktivis klub "immortal" ketiga di periode sepak bola modern setelah AC Milan 1991/92 dan Arsenal 2003/04. Sisi istimewa Conte yakni sikap patriotiknya yang kelewat tinggi bukan saja untuk Juventus namun juga Italia secara keseluruhan. Semangat inilah yang ia ditebarkan di Liga Champion.

Ia mengakui Serie A tengah mengalami stagnasi dalam persaingan. "Kita butuh perubahan dan terus berkembang alasannya adalah ada perbedaan yang luas antara sepak bola Italia dengan negara lain. Ada kontes tertentu dalam skala ekonomi tapi kita punya wangsit-ide, organisasi, hati dan kaki," paparnya setelah Juve meremukkan Chelsea 3-0, selesai bulan lalu.

Di Juventus, Conte mengubah mental kemenangannya berupa trilogi: rasa hormat, tidak takut, dan kesadaran, yang sekarang menjadi falsafah bermain Bianconeri. Dalam sebuah kolomnya, Adrian Del Monte menyebut laki-laki 43 tahun itu sebagai simbol kebangkitan 'sepak bola hati' sesudah masa Marcello Lippi, dengan aksentuasi pada possession dan pressing.

Dalam satu sisi, Conte kerap disimilarisasikan dengan Jose Mourinho, sesama Chameleonic Leader. Ini satu ungkapan halus untuk seorang manajer diktator yang bermetamorfosis menjadi sobat terbaik para pemain dan segrup tifosi berkategori ultra yang kuat. Conte tampak rendah hati dan tidak berapi-api di depan jurnalista namun selalu lapar kemenangan.

Beberapa wartawan Italia masih kerap resah melihat gestuur, ketenangannya serta tutur kata yang halus serta sangat diplomatis. Sangat berbeda ketika mengawal timnya bertarung. "Apa diam-diam Anda dalam memotivasi pemain?" begitu seorang wartawan bertanya suatu kali. Dan, Conte menjawab: "Ah, biasa saja. Saya cuma menyuruh mereka bila perlu makanlah rumput itu," jawab sang tokoh dengan mimik santai. Selamat tiba kembali Don Antonio! @riefnatakusumah

(foto: provenquality)

Sunday, August 12, 2012

Timnas Indonesia: Dari Semarang Sampai Senayan

Semarang, Sabtu 7 Agustus 1937. Sebuah laga paling bersejarah buat sepak bola nasional terjadi sore itu. Satu klub top dari Cina bernama Nan Hwa menjadi lawan pertama kali "tim PSSI" (jululan tim nasional sebelum Indonesia merdeka). Begitulah yang dipaparkan Harian Sin Tit Po, edisi Senin 9 Agustus 1937. 
 Sebuah laga paling bersejarah buat sepak bola nasional terjadi sore itu Timnas Indonesia: Dari Semarang Hingga Senayan
Laga PSSI vs Nan Hwa di Semarang, 7 Agustus 1937.
Satu hal yang perlu diingat lagi: justru dengan klub asing-lah, Nan Hwa, timnas kita melaksanakan debutnya, yang berkesudahan 2-2 tersebut. Asal tahu saja, Nan Hwa datang dengan kekuatan penuh antara lain bintangnya Lee Wai Tong, legenda sepak bola Cina, Hong Kong, dan Asia. Jika di periode pra kemerdekaan saja sudah sering ngadu dengan orang luar, apalagi pasca kemerdekaan. Era selanjutnya makin mengagumkan.

Kedatangan klub-klub top Eropa mulai marak ketika Presiden Soekarno menginstruksikan PSSI supaya menyiapkan tim nasional yang handal untuk dua proyek besar: Asian Games II di Manila pada 1954 dan Olimpiade Melbourne 1956. Selain ujicoba ke Asia dan Eropa berbulan-bulan, mengundang klub-klub aneh baik dari Asia, Afrika, Eropa dan Amerika Latin jadi tujuan strategis PSSI: mengukur kekuatan permainan, karakter, dan mentalitas pemain nasional.

Di periode 1950-an itu bahkan PSSI bisa mendatangkan klub top Eropa dari Prancis, Stade Reims, yang diperkuat bintang dunia ketika itu, Raymond Kopa. Menurut catatan di buku Kenang-Kenangan 50 Tahun PSSI, klub-klub dari Singapura, Malaysia, Thailand, India, Jepang, Filipina, Cina, Mozambik hingga Austria, Swiss, Cekoslowakia (Slovan Bratislava), dan Yugoslavia (Savel) hingga Brasil (Cruzeiro) juga pernah beranjangsana ke Nusantara.

Yang tak kalah hebohnya, dikala Lokomotiv Moskva juga singgah di Tanah Air. Klub top Uni Soviet ini juga tiba dengan tim inti termasuk bintangnya Valentin Bubukin, seorang penyerang yang punya tendangan sangat keras yang bikin seorang penjaga gawang rasanya ogah bermain di posisinya. Menurut informasi yang penulis dapatkan, dari 7 pertandingan di Tanah Air mulai dari Medan hingga Surabaya, Bubukin 'sukses' membuat pingsan lima orang kiper lawan sebab cedera di kepala atau dada akhir terkena bola gebokan Bubukin!

Dari rentetan ujicoba dengan klub-klub aneh itu, PSSI menuai sukses lahir batin. Paling mengagumkan ialah lolos ke babak 16 besar Olimpiade Melbourne, antara lain sempat menahan Uni Soviet 0-0. Satu prestasi puncak persepak bolaan nasional hingga kini. Di abad 60-an, saat PSSI punya dua timnas (Banteng dan Garuda), giliran Torpedo Moskva (Uni Soviet), FC Malmoe (Swedia), Petrolul Ploiesti (Rumania) dan timnas Yugoslavia yang berkunjung ke Tanah Air.

Hebatnya, timnas Garuda mampu mengalahkan Torpedo, Yugoslavia, dan Petrolul dengan skor 3-1, 5-1, dan 5-3. Sukses juga didapat tim senior Banteng dengan lawan yang sama lewat skor 0-0, 3-2, dan 4-3. Satu-satunya kekalahan Garuda diderita melawan FC Malmoe 2-5. Sedangkan tim Banteng sukses membungkam klub Swedia itu dengan 2-0. Klub asal AS, Tornado, juga pernah bertarung melawan Persija dan kalah 0-2.

Di masa 1970-an, dengan semakin kondusifnya stabilitas politik dan iklim ekonomi bangsa, Indonesia semakin dibanjiri kedatangan klub-klub abnormal. Klub macam Dynamo Moskva (Uni Soviet), FC Brno (Cekoslowakia), Csepel SC (Hongaria), Neuchatel Xamax (Swiss), Santos (Brasil), Esbjerg (Denmark), Kristiandsand (Norwegia), Ajax Amsterdam, Stoke City, Manchester United, hingga timnas Uruguay dan Italia U-21 rela terbang jauh-jauh alasannya penasaran dengan iklim sepak bola Indonesia yang mereka kenal ganas dan ingin merasakan mirip apa berada di sarangnya legenda sepak bola Asia.

Laga melawan Dynamo di Senayan pada 14 Juni 1970 paling menyita perhatian publik. Penyebabnya cuma satu: mereka menyertakan kiper legendaris dunia Lev Yashin! Meski kalah 0-1 namun kiper Indonesia Judo Hadianto dielu-elukan publik. Puluhan evakuasi gemilangnya menghindarkan Indonesia dari kebobolan yang lebih besar. Pelajaran untuk meningkatkan mentalitas bermain selalu jadi motto bagi para pemain nasional. Mereka boleh kalah pada teknik bermain, tapi soal mental jangan sampai.

Begitu juga pada 20 Juni 1972, tatkala Santos hadir di hadapan 85.000-an publik Senayan. Dua tahun silam Lev Yashin, kini giliran orang ingin melihat Pele. Dengan match fee 40 ribu dolar AS, sekitar Rp 15 juta dikala itu Pele cs mendarat di Bandara Kemayoran, dua hari sebelumnya. Untuk menghadapi duel bergengsi ini, PSSI memanggil para bintangnya seperti Ronny Paslah, Anwar Udjang, Mohammad Basri, Muljadi, Abdul Kadir, Iswadi Idris, Risdianto serta Jacob Sihasale.

Jalannya adu cukup membanggakan penonton karena para pemain nasional tampil bersungguh-sungguh tidak mau kalah. Meski dua menit berlangsung, gawang Ronny dibobol oleh Jade, juga di menit 14 oleh Edu, bahkan ketika Pele mencetak gol lewat tendangan penalti di menit 30 dan menciptakan PSSI tertinggal 0-3, semangat anak-anak asuhan Endang Witarsa tidak pernah surut. Inilah yang membedakan dengan pemain nasional generasi kini. Dengan ikhtiar menyala-nyala, alhasil pun jadi sepadan.

Menit 31, Iswadi yang menggiring bola sendirian berhasil menendang bola namun memantul mistar gawang. Bola jatuh di kaki Risdianto yang serta merta menggenjotnya lagi ke gawang. 1-3. Di menit 70, kembali Risdianto melesakkan gol sehabis bekerja sama dengan Sihasale dan Yuswardi. Namun dikala skor 3-2 ini keadaan memanas.

Tiba-tiba saja Leo tergeletak, Iswadi menariknya untuk segera berdiri lagi. Merasa dihina, seorang pemain Santos menendang punggung Iswadi. Nyaris muncul perkelahian massal. Demi kenyamanan permainan, Iswadi balasannya ditarik keluar. Dengan marah-murka, pujaan penggila bola di masa 70-an itu menendang gelas minuman hancur berkeping-keping yang belingnya nyaris melukai orang-orang yang ada di sekitarnya.

Beckenbauer Di Senayan

Pada Juni 1975, Manchester United dan Ajax Amsterdam menjadi tamu PSSI Tamtama dalam turnamen segitiga di Senayan. United, yang barusan promosi ke Divisi Utama sehabis semusim sebelumnya didegradasi oleh Manchester City, tampil mengecewakan karena ditahan 0-0 oleh Risdianto dkk. pada 1 Juni 1975 di hadapan 70.000 orang.

Menurut Kompas, tabrak Ajax vs United pada 3 Juni di Senayan melahirkan rekor gres kunjungan klub gila ke Indonesia. Laga yang berakhir 3-2 untuk Ajax itu ditonton 100.000 penonton dan menghasilkan pemasukan Rp 300 juta ke kas PSSI. Sebuah sejarah baru dalam pendapatan terbesar dari satu tabrak sepak bola di Indonesia.

Setelah mengarungi putaran hingga tamat Pra-Olimpiade yang akhirnya sangat memilukan, di Desember 1976, Iswadi dkk. yang bernaung di bawah panji PSSI Pre-World Cup 1978, kalah 1-2 dari FC Brno, sebuah tim elite Cekoslowakia yang sebelumnya merontokkan Persebaya 4-0 namun dikalahkan Persib 2-1 di Siliwangi. Dalam tabrak yang juga panas, Iswadi juga sempat menempeleng seorang pemain Brno yang mengasarinya.

Pada 3 Oktober 1979 Senayan juga pernah didatangi Cosmos New York. Bintang dunia macam Johan Neeskens, Wim Rijsbergen, Carlos Alberto, Giorgio Chinaglia serta Franz Beckenbauer ikutan hadir. Meski kalah 1-4, tim PSSI yang dijejali skuad runner-up SEA Games 1979, menerima pelajaran berharga. "Cuma sekali seumur hidup, berhadapan eksklusif dengan Beckenbauer!" cetus (almarhum) Ronny Pattisasarani, yang kebetulan memang mengidolakannya setengah mati. Melimpahnya penonton menciptakan PSSI menangguk untung penghasilan kotor Rp 55 juta.

Sedang dana yang dikeluarkan untuk mendatangkan Cosmos sekitar 40 ribu dolar atau masih sekitar Rp 25 juta. Konon itulah bayaran tertinggi klub ajaib yang pernah main di Jakarta. Saat menjamu anggota NASL itu, bahan inti skuad PSSI yakni Purwono (Niac Mitra); Simson Rumahpasal (Warna Agung), Wayan Diana, Berty Tutuarima (BBSA Tama), Rae Bawa; Rudy Keltjes, Rully Nere, Ronny Patti (Warna Agung); Dede Sulaiman (Indonesia Muda), Risdianto (Warna Agung), Iswadi Idris (Jayakarta).

Kisah dari Semarang hingga Senayan terus merambah ke era 1980-an. Kenangan yang paling aku sulit lupakan ialah saat melihat Johan Cruijff bermain di Senayan, 21 Mei 1984. Meski sudah dimakan umur, Cruijff yang waktu itu berumur 38 tahun dan membela Feyenoord, datang ke Indonesia untuk berujicoba dengan Queens Park Rangers dan Mandala, klub asal Jayapura yang barusan menjuarai Kejuaraan Antarklub Amatir Perserikatan.

Pemain-pemain Mandala yang masih muda dan berotot seperti Leo Kapissa, Panus Korwa, Albert Pahelerang hingga Martin Kaiba pun sulit merebut bola dari kaki sang maestro sepak bola dunia. Feyenoord lantas meremukkan Mandala 5-0, dan kemudian QPR 3-1. Yang paling berkesan buat penggemar bola di Indonesia ketika itu termasuk aku, di Senayan-lah Johan Cruijff mengakhir kariernya sebagai pesepak bola.

(foto: Mengarungi Milenium Baru 70 Tahun PSSI)

Tuesday, August 7, 2012

Bundesliga: Pionir Tontonan Kompetisi Eropa Di Indonesia

Premier League, La Liga, dan Serie A bertarung sebagai liga terbaik di bumi dari banyak sisi. Tapi kalau bicara esensi tontonan bola sejati, maka tengoklah Bundesliga. Menikmati Bundesliga bisa dirasakan dari pengambilan sudut gambar dan gerakan slow motion, baik pemain maupun penonton. Semuanya terkesan mewah. Visualnya di TV juga sangat bersih. Maklumlah, Jerman merupakan produsen lensa terkenal nomor satu di dunia.
 dan Serie A bertarung sebagai liga terbaik di bumi dari banyak sisi Bundesliga: Pionir Tontonan Kompetisi Eropa di Indonesia
Karl-Heinz Rummenigge (Bayern) vs Kevin Keegan (Hamburg). Terbaik di masanya.
Dan satu hal yang tak boleh dilupakan, Bundesliga pula menjadi liga sepak bola Eropa pertama yang disiarkan eksklusif di Indonesia melalui TVRI di simpulan 1970-an. Pada abad ini sampai medio 1980-an, biasanya di program Arena dan Juara, stasiun televisi nasional itu secara berkala juga menayangkan program sepak bola. Entah Piala FA atau Piala Champions. Lalu tiap dua tahun sekali, Piala Eropa dan Piala Dunia.

Semuanya bertipe kejuaraan, sehingga yang murni kompetisi, ya hanya Bundesliga. Semasa bocah, penulis masih ingat bagaimana kepindahan Kevin Keegan dari Liverpool ke Hamburg pada 1977 saja menaikkan rating Bundesliga di Tanah Air.

Kevin Keegan adalah ikon Bundesliga di periode itu. Setiap langgar Hamburg SV nyaris disiarkan TVRI. Selorohan "Keegan, Keegan.. ha ha ha!" sempat populer di Indonesia, mengikuti koor suporter Hamburg di stadion yang menggambarkan tertawaan Keegan kepada wasit sesudah diberi kartu kuning.

Sejak dulu kekuatan Bundesliga adalah tingginya animo penonton di stadion, satu syarat utama disebut kompetisi idaman. Pemain kasar, sponsor pun senang. Hingga kini pun rata-rata penontonnya masih yang terbaik se-Eropa. Walhasil, panorama stadion terlihat sensasional. "Atmosfir penontonnya luar biasa di mana pun anda bermain," kata Raul Gonzalez, yang pernah membela Schalke (2010-12).

Musim lalu rata-rata penonton di Serie A adalah 24.031. La Liga 29.128, dan Premier League 35.283. Bandingkan dengan Bundesliga yang mencapai 42.673 penonton tiap pertandingan. Bila dipilah dari klub, kontributor terbesar adalah Borussia Dortmund sebesar 80.478 penonton yang menjadi rekor Eropa dan dunia. 

Sembilan dari 20 besar pemilik penonton terbesar di dunia ditempati oleh klub-klub Bundesliga. Ini berarti separo dari 18 klub Bundesliga punya penonton lebih baik dari Manchester City, Liverpool, Chelsea, Tottenham, Valencia, Atletico Madrid, Juventus, Roma, Benfica, dan Porto.

Tiket dan Gaji 

Kunci dari sukses Jerman mengemas kompetisinya dari sisi penonton tiada lain tiket masuk stadion yang murah se-Eropa. Tiket biasanya sudah sepaket dengan karcis kereta. Kalau mau lebih murah lagi, belilah tiket terusan. Bayangkan, rakyat biasa sudah bisa menikmati permainan Bayern Muenchen di Allianz Arena hanya berbekal 20 euro (sekitar Rp 250 ribu). Bandingkan dengan tiket Arsenal yang mampu mencapai 100 pound (lebih dari 1,5 juta) di Emirates.

Untuk menyehatkan liganya, Jerman mematok hukum ketat soal kepemilikan klub. Para anggota klub harus menjadi pemegang saham terbesar, sehingga mustahil bagi investor asing untuk mengontrol klub-klub Jerman. Regulasi itu dikenal dengan 50+1. Perkecualian hanya bisa dilakukan oleh investor yang telah 20 tahun lebih punya saham terbesar. Yang sangat mengagumkan lagi yakni kontrol ketat soal pengeluaran untuk honor pemain di tiap klub.

Secara umum di bawah 50 persen dari seluruh pendapatan klub. Hasilnya, setiap demam isu rata-rata 11 klub Bundesliga selalu meraih profit. Sebagai komparasi tengoklah Premier League yang tagihan honor pemainnya mampu mencapai 62 persen dari revenue

Satu lagi argumen Bundesliga disebut liga terbaik jika melihat sangat langkanya klub-klub mereka punya utang. Nah, dari dua faktor tadi yang membuat mingguan Kicker pada Mei silam menyebut Bundesliga sebagai kompetisi liga terbaik di Eropa. Faktor ketiga menurut Kicker ialah daya saing kompetisi.

Beda dengan Inggris, Spanyol, dan Italia yang jadi sentra suburnya dominasi; dalam tujuh animo terakhir, Bundesliga selalu melahirkan juara yang berbeda dengan selisih poin yang amat rapat. Louis van Gaal pernah bilang bahwa Bundesliga adalah liga dengan daya saing paling sulit di Eropa. 

Grafik posisi klub di setiap demam isu mampu acakadul bentuknya. Kelemahan paling telak Bundesliga ada di blantika Liga Champion. Sejak 2001, mereka kesulitan mendongkel sang triumvirat. Kekalahan Muenchen di sangkar sendiri dari Chelsea di selesai terakhir yakni bukti sahih.

Meski secara generik performa wakil Bundesliga di ajang Eropa lumayan memuaskan, yang terbukti mampu menggeser Italia di tangga koefisien UEFA 2012/13, namun masih satu celah yang menjadi pekerjaan rumah bersama. Berbekal keunggulan penonton, kompetitif dan stabilitas keuangan, menurut Matthias Sammer sebenarnya Bundesliga cuma butuh sedikitnya 2-3 klub yang mapan untuk bersaing di Liga Champion agar sah menjadi liga terbaik. Mengandalkan superpower dan imej FC Bayern saja tidaklah cukup.

Makara, mengapa kita harus sepatutnya menyukai Bundesliga? Sebab di sinilah tempatnya untuk menyaksikan tontonan olah raga, murni pertandingan sepak bola; dan bukannya permainan pasar saham atau fenomena bisnis.

(foto: Kicker)

Sunday, April 8, 2012

5 Tabu Dan 3 Syarat Menjadi Juara Liga Champion

Liga Champion suka disebut 'Piala Dunia setiap tahun' lantaran mutu, pesona, dan gengsinya. Inilah lahan uji nyali eksekutor, juga medan tempur ideal buat yang biasanya cuma mikirin bagaimana menang, meraih momentum yang tepat, atau mencari efektivitas permainan di tengah pekan, di mana bioritme banyak bertubrukan dengan kondisi ril.
 juga medan tempur ideal buat yang biasanya cuma  5 Tabu dan 3 Syarat Menjadi Juara Liga Champion
Keseimbangan tim adalah kunci sukses di Liga Champion.
Mitos dan terkadang paradoks selalu melingkupi Liga Champion. Baik favorit maupun underdog selalu tertekan dalam melakoni sabung, terutama menjelang babak final. Menurut Gerard Houllier, teknokrat sepak bola asal Prancis, kemenangan di Liga Champion ditentukan oleh keefektifan mengkreasi gol tanpa melupakan sisi pertahanan dan bioritme tubuh, juga hal seperti jetlag.

Bukan gol yang banyak, tapi gol yang komprehensif dan signifikan. Dia punya rumus atau tata cara memenangkan Liga Champion. Salah satunya Anda mesti punya rata-rata mencetak 1,5 gol tiap pertandingan, konstan. Ini bisa diterjemahkan satu gol lebih setiap main. Atau 3 gol yang Anda cetak dalam dua laga.

Jika grafik gol Anda 4-0, 2-1, 3-2, lalu 1-0 (@2,5 gol) maka itu tak lebih baik dari skor 1-0, 2-0, 2-1, dan 1-0 contohnya. Kenapa mampu begitu? Sepak bola yaitu permainan keseimbangan. Hanya tim yang mengedepankan keseimbangan saja konon bakal sukses. Sepak bola cukup dimenangkan dan dijuarai dengan sebiji gol. Jangan lupakan lagi, bioritme. Ini teori Houllier.

Tidak ada jaminan usai menang 4-0, Anda tidak tersingkir sebab kalah 0-1. Siapa yang berniat bikin banyak gol, berisiko pada organisasi permainannya. Itulah kenapa tiap gol Liga Champion dihargai uang oleh UEFA, dalam hal ini request dari para sponsor utamanya. Di Liga Champion, setiap tim bak berjudi, Menang, duit lawan Anda ambil. Kalah, uang Anda yang akan hilang,

Pada era kini, di mana aspek permainan makin similar, juga teladan latihan yang standar dan baku, tim yang mampu bikin selisih dua gol bekerjsama telah meraih target ideal. Pada hakikatnya sepak bola selalu berisi dua taktik. Bagaimana menyerang dan bertahan. Itu saja. Karena bolanya cuma satu, maka pada waktu diserang, Anda mesti dan niscaya bertahan.

Prinsip ini bukan memihak pada tim yang sangat atraktif, tapi berlaku juga untuk tim yang paling defensif. Bahwa sepak bola soal gol benar adanya. Menyerang bentuk kerja untuk menang, dan kemenangan cuma lahir lewat gol. Sepak bola yaitu sebuah permainan proses, seni bertahan dan menyerang terkadang merotasi fungsi. Penyerang jadi ikut bertahan. Bek maju menyerang.

Perihal ada yang mengedepankan pertahanan atau bahagia memprioritaskan penyerangan bukan jadi soal. Siapa yang seimbang memainkannya, beliau yang akan sukses. Yang juga mesti diingat, tak ada jaminan kesebelasan yang bahkan selama 90 menit terus bisa bermain menyerang, akan bikin 12 gol. Contoh paling akrab yaitu saat Spanyol merebut juara dunia pada 2010.

Siapapun kenal permainan menyerang ala La Furia Roja yang berintikan skuad garang Barcelona. Kenanglah perjalanan mereka. Setelah dikejutkan dengan kekalahan 0-1 dari Swiss, kemudian rangkaian skor dan gol-gol tim Matador selanjutnya yakni 2-0 (Honduras), 2-1 Chile, 1-0 (Portugal), 1-0 (Paraguay), 1-0 (Jerman), dan 1-0 (Belanda). Jumlah 8 gol dari 7 langgar, atau rata-rata 1,14 gol/tubruk.

Apakah Spanyol main bertahan? Malah sebaliknya. Kenapa skornya pelit begitu? Ya, itu tadi lawan-lawannya tangguh dan gigih bertahan, dan kadang kali jatah waktu untuk Spanyol juga dihabiskan untuk bertahan alasannya mereka juga sering diserang. Keduanya proses itu sama-sama menggerogoti sang waktu. Belum lagi kalau ada banyak drama yang menggigit perasaan.
 juga medan tempur ideal buat yang biasanya cuma  5 Tabu dan 3 Syarat Menjadi Juara Liga Champion
Crvena Zvevda vs Marseille di simpulan 1990/91.
Sekali lagi, bila Anda mau bikin gol maka Anda harus menyerang. Tidak mampu tidak. Andai tak mau menyerang, maka lebih baik Anda berdoa saja agar pemain lawan tak karuan datang-datang bikin gol bunuh diri. Buat pakar strategi seperti Houllier, medan peperangan Liga Champion yakni yang paling pelik. Mantap dari sisi teknis, mampu saja bermasalah dari sisi mentalitas bahkan mitos.

Strategi Andalan

Tips Houllier ibaratnya do's yang mesti dipatuhi, dan itu gres separo jalan menuju sukses. Untuk melengkapinya, Anda juga harus ingat dont's yang ditabukan, yang terkait dengan fakta sejarah. Beberapa pantangan ini sering menjadi strategi andalan untuk meraih juara oleh klub-klub Italia. Berkali-kali Bayern Muenchen melanggarnya, dan berkali-kali pula mereka gagal di tamat.

Lalu apa saja pantangan itu? Yang pertama jangan jadikan berkelahi final medan perang suci. Sebelum simpulan 1994, Johan Cruijff berkata kalau timnya sampai kalah, maka sepak bola akan mati! Baginya sabung Barcelona vs AC Milan dengan serentetan retorika yang nyelekit. Mulai dari menyerang vs bertahan, romansa vs pragmatis, kepandaian vs efisien, hingga anak baik vs anak nakal.

Cruijff, dua tahun sebelumnya memberi trofi Champion untuk Barca pertama kalinya, secara tidak sadar meremehkan eksistensi Maldini, Boban, Donadoni, Savicevic, dan Desailly, bahkan esensi calcio secara total! Dia malah memotivasi Milan yang jadi tugas Fabio Capello. Akibatnya sadis. Belum hingga sejam, permainan benar-benar 'mati' sebab Milan telah unggul 4-0.

Kedua jangan meremehkan lawan seberapa jeleknya mereka. Ini yang ditanggung Glasgow Celtic. Merasa berpengalaman jadi juara pada 1967, manajer Jock Stein yakin menggapai titel keduanya di akhir 1970. Strateginya sepele, beliau menyuruh anak buahnya main satu gaya: menyerang, tanpa mau tahu pola lawan. Sebaliknya instruktur Feyenoord, Ernst Happel, menemukan inspirasi.

Para pemainnya disuruh bertahan, menunggu dan menunggu. Ketika datang saatnya, mereka bikin serangan balik mematikan dengan motif menggelora, lalu sukses membuat gol penting. Gol itu lahir dikala waktu ekstra 2 x 15 menit tinggal menyisakan dua menit jelang adu penalti, atau di menit 118! Celtic dan Stein tersentak, namun tak berdaya sebab kehabisan waktu.

Ulah Stein malahan melahirkan sejarah gres buat Feyenoord, klub Belanda yang pertama kali juara Eropa. Hal ketiga ialah jangan menimbulkan Liga Champion sebagai momentum apapun. Tahu lawannya di simpulan 1987 'cuma' FC Porto, presiden Bayern Muenchen Fritz Scherer telah menyiapkan pidato menyambut kemenangan untuk kelahiran kembali klubnya.
 juga medan tempur ideal buat yang biasanya cuma  5 Tabu dan 3 Syarat Menjadi Juara Liga Champion
Marseille gres sukses di 1992/93 sesudah mengoreksi simpulan 1990/91.
Muenchen yakni juara Champion tiga kali, yang terakhir juara 11 tahun silam. "Ini akan jadi fajar baru buat sebuah abad besar bagi klub," katanya penuh yakin. 15 menit lagi memang ambisi itu akan tercapai. Muenchen telah unggul 1-0. Namun tiba-tiba, dua gol dalam waktu dua menit (77 dan 79) mengubur impian mereka selama-lamanya.

Satu legenda baru kembali dilahirkan oleh kepongahan lawan! Porto meraih titel pertama kalinya. Gilanya lagi, kolam kepala batu, Muenchen kembali mengulangi hal yang sama, tepatnya 12 tahun lalu. Dunia sulit melupakan tubruk di Camp Nou pada selesai 1999. Lawan kali ini jagoan dari Inggris, Manchester United, yang tampaknya hanya bermodalkan semangat beton.

Selama 80-an menit, trio Mario Basler, Jens Jeremies, dan Stefan Effenberg mengocok-ngocok lini tengah United yang hadir tanpa duet Paul Scholes dan kapten Roy Keane. Muenchen unggul cepat via Basler semenjak menit 6. Namun sehabis itu, mereka gagal menambah gol kedua, ketiga dan seterusnya. Inilah rupanya tanda peristiwa buat klub Bavaria tersebut.

Ketika kapten Lothar Matthaeus tiba-tiba diganti oleh Thorsten Fink di menit 80, Alex Ferguson seperti mendapat ilham. Semenit lalu dia memasukkan Ole Gunnar Solskjaer. Fergie melaksanakan respons melihat kesalahan yang dibentuk Ottmar Hitzfeld. Roh kekuatan Bayern telah hilang. Roh spiritual! Sejarah mencatat dalam dua menit (91 dan 93) United mengubah nasibnya.

Pas di menit 90, atau sebelum Teddy Sheringham menyamakan skor, Presiden UEFA Lennart Johansson meninggalkan kursinya untuk mengecek dan menyuruh trofi segera meng-grafir nama Bayern Muenchen sebagai juara. Namun saat balik ke kursinya, ia terkejut sebab skor telah 1-1. Sel-sel otaknya masih kacau memikirkan situasi, Solskjaer kembali membuat gol!

"Saya tidak percaya menyaksikan semuanya. Sang juara malah menangis, sedangkan yang kalah amat bergembira," komentar Johansson melihat drama paling menggegerkan di Liga Champion. Di lapangan Samuel Kuffour meraung-raung sambil mencium rumput. Dan untuk kedua kalinya Matthaeus gagal mencium trofi. "Ini adu yang dimenangkan oleh tim beruntung, bukan oleh tim terbaik," kata sang kapten yang mesti merasakan kepedihan serupa seperti 12 tahun silam!

Rahasia Dortmund

Apapun prosesnya, sepak bola berlangsung 90 menit atau 120 menit lebih. Pantangan keempat yang tabu dibuat: jangan pernah percaya dengan skor babak pertama. Selain Ferguson, Rafael Benitez juga melakoninya di 2005. Dua gol Hernan Crespo dan Paolo Maldini di babak pertama tak menyurutkan semangatnya untuk menang. Di babak kedua Liverpool mampu mencetak tiga gol. 3-3! Lalu perpanjangan waktu. Lalu drama tabrak penalti. Lalu Milan kalah!

Cuma ada empat tim yang bangkit setelah tertinggal selisih dua gol, lalu jadi juara. Pertama di final 1956. Setelah ketinggalan 0-2, Real Madrid memukul balik Stade De Reims 4-3. Benfica melakukannya di tamat 1962. Tertinggal 2-3 oleh superteam Real Madrid, pelatih Bela Guttman menyiapkan seni manajemen jitu di babak kedua: menyuruh satu pemain untuk mengurung Alfredo Di Stefano, pemain kunci yang jadi kreator tiga gol buatan Ferenc Puskas. Hasilnya berjalan manis, Benfica ganti menyerang dan bikin tiga gol di babak kedua dan menang 5-3.

Faktor kelima, ini taktik terpenting untuk merebut titel: selalu memiliki seni manajemen tak diduga. Rafa Benitez mengganti bek kanan Steve Finnan dengan breaker Dietmar Hamann bukan sebab disfungsi, namun melihat tiga strategi baru dari observasi brilyan. Pertama, Milan jarang menusuk dari wilayah itu. Kedua, si pendulum permainan Milan ketika itu, Ricardo Kaka, mesti dihentikan. Ketiga, Benitez mengubah tugas Xabi Alonso-Gerrard menjadi lebih menyerang. Inilah intisari strategi jago Benitez yang dilabeli Rafalution oleh pers. 

Di tamat 1969 Nereo Rocco membuat keputusan yang mengelabui Rinus Michels. Catenaccio, yang dipakai dikala menyingkirkan skuad Matt Busby di semifinal, tiba-datang dibuang Milan tatkala bertemu Ajax di simpulan. Dia malah menyajikan sajian menyerang membabi buta. Milan menang 4-1. Taktik ini ditiru Arrigo Sacchi (1989) dan Fabio Capello (1994). Milan menghantam Steaua Bucuresti dan Barcelona masing-masing 4-0.

Strategi tidak terduga mesti diterapkan oleh mereka yang ingin menciptakan sejarah baru. Tidak mampu tidak, alasannya adalah Liga Champion cenderung memihak kepada mereka yang 'berpengalaman' juara. Secara kebetulan penulis pernah menyaksikan proses kelahiran juara baru, tepatnya Rabu, 28 Mei 1997, di Olympiastadion, Muenchen, dikala Borussia Dortmund menantang Juventus.
 juga medan tempur ideal buat yang biasanya cuma  5 Tabu dan 3 Syarat Menjadi Juara Liga Champion
Andrea Moeller tahu banyak kekurangan Juventus.
Hebat di Jerman, tangguh di Eropa. Dortmund yang digarap Ottmar Hitzfeld, sukses memukul favorit kuat, si juara bertahan Juventus dengan skor 3-1. Dua gol Karl-Heinz Riedle dan the rising star Lars Ricken menutup ambisi Juve menjadi klub pertama yang bisa menahan trofi lebih dari sekali. Namun, apa sih tanda-tanda lahirnya juara gres di Liga Champion?

Pertama dan wajib hukumnya, punya manajer andal. Dortmund memilikinya pada diri Hitzfeld. Kedua, bahan tim mumpuni, minimal seimbang. Lini pertahanan Dortmund amat tangguh. Bek kanan Stefan Reuter, duet bek tengah Juergen Kohler-Matthias Sammer serta bek kiri Joerg Heinrich. Di tengah, trio Paul Lambert, Paulo Sousa, dan sang kreator Andreas Moeller mampu meredam kuartet Angelo Di Livio, Vladimir Jugovic-Didier Deschamps, dan Zinedine Zidane.

Ketiga, ini soal lumrah tapi suka dilupakan: tabah menunggu waktu yang tepat untuk melaksanakan pukulan terakhir. Pendek kata, banyak yang menanti dengan cara apa Hitzfeld bisa mengalahkan Marcello Lippi di kala kecenderungan sejarah tidak memihak mereka? Satu hal yang agak luput diperhatikan adalah bahwa sepertiga skuad Dortmund merupakan eks legiun Juventus.

Kohler, Reuter, Moeller dan juga Sousa merupakan bekas tokoh kunci Bianconeri. Memahami kekuatan dan kelemahan individu per individu ialah kunci sukses Dortmund. Hebatnya lagi mereka menjadi juara cuma melalui satu kesempatan, mengikuti kiprah Steaua Bucuresti (1986), Crvena Zvevda alias Red Star alias Stella Rossa (1991), serta Olympique Marseille (1993). Apakah di kala milenium prestasi yang mereka lakukan bisa terjadi lagi? Inilah misterinya.

(foto: digital-news/memosport/bbc/arhiva.srbija)