Thursday, April 15, 2004

Jerman Tambah Capek

Ini episode kebencian klub-klub top Eropa. Sejak resmi dikreasi FIFA pada 1997, ajang bergengsi di pertengahan tahun ini selalu dirasuki kontroversi dan disarati kepentingan banyak pihak, mulai dari FIFA, masing-masing konfederasi, tim nasional, klub, televisi, iklan, sampai sponsor bahkan juga keluarga si pemain.

 ajang bergengsi di pertengahan tahun ini selalu dirasuki kontroversi dan disarati kepenti Jerman Tambah Capek
Prancis juara 2003 di hadapan arwah Marc-Vivien Foe.
Tewasnya Marc-Vivien Foe di atas rumput Stade Gerland, Lyon, 28 Juni 2003, ternyata tak menyurutkan niat Sepp Blatter untuk melestarikan Piala Konfederasi. Foe diduga mati keletihan luar biasa akibat agenda padat Liga Eropa, tepatnya Premier League. Siapa yang dirugikan? Tentu banyak. Lalu siapa yang diuntungkan? Kelihatannya tidak ada

Namun the show must go on. Kejuaraan ini memang dua tahunan, tepatnya di tahun ganjil, namun sifat paradoksnya beruntun dengan gelaran yang direstui FIFA sendiri, seperti Piala Eropa, Piala Afrika, Piala Amerika, sampai Piala Asia. Bayangkan dalam tahun-tahun ke depan ini bagaimana seorang Jacques Santini atau Sven-Goran Eriksson meracik timnya untuk Piala Eropa 2004, Pra-Piala Dunia 2006, Piala Konfederasi 2005, dan puncaknya Piala Dunia 2006.

Hal yang sama dirasakan Arsene Wenger (Arsenal), Carlos Quieroz (Real Madrid), Ottmar Hitzfeld (Bayern Muenchen), atau Claudio Ranieri (Chelsea). Keempat manajer top Eropa ini saling bertaut kepentingan dengan instruktur nasional Prancis itu. Idem ditto soal penyelenggaraan. FIFA masih awut-awutan menentukan tuan rumah turnamen antarjuara benua ini. Sepertinya tak ada patokan, kecuali ia sebagai host Piala Dunia. Dua 'korban' anyar yakni Korea Selatan/Jepang, dan Jerman.

Tinggal Empat

Anehnya, tahun lalu program ini justru diadakan di Prancis. Sampai di sini, Blatter tampaknya takut pada UEFA. Bagaimana kesannya bila Belanda dan Belgia serta Portugal diberi kerja ekstra untuk menggarap Piala Konfederasi 1999 dan 2003. Mungkin FIFA berkilah bahwa Confederations Cup mampu dijadikan testing atau gladi resik menjelang pesta besar bantu-membantu. Kini yang bakal ekstra capek ialah Jerman.

Demikianlah ketetapan FIFA yang lahir dari rapat organizing committee di Zuerich, yang diketuai Chuck Blazer dari AS pada 30 Oktober silam. Ya, tuan rumah Piala Dunia 2006 itu ditunjuk sebagai tuan rumah Piala Konfederasi edisi ketujuh. "Piala Konfederasi ialah ajang yang menarik karena menjadi simbol solidaritas antarkonfederasi. Tanpa harus mengesampingkan Piala Dunia, ini juga merupakan turnamen resmi," tulis Sepp Blatter dalam pernyataannya yang dibacakan Blazer.

Turnamen yang murni lahir dari wangsit Blatter pada 1997 itu menurut rencana akan digulirkan tanggal 15-29 Juni di enam kota: Kaiserslautern, Hannover, Frankfurt, Leipzig, Nuernberg, dan Koeln. Kejuaraan ini akan diikuti 8 negara.

Separo pesertanya sudah tersedia. Tuan rumah Jerman, juara dunia 2002 Brasil, juara Afrika 2004, Tunisia, dan juara Concacaf 2003, Meksiko. Sisanya ditunggu dari Piala Eropa, Piala Amerika, Piala Asia, dan Piala Oseania tahun ini. Jika Brasil menjuarai Copa America 2004, yang akan digelar Juli ini di Peru, maka sang runner-up yang akan lolos ke FIFA Confederations Cup Germany 2005. Hal yang sama berlaku buat wakil Eropa andai Jerman memenangi Euro 2004.

Piala Konfederasi sejak 1992

Tahun             Tuan rumah     Juara
1992         Arab Saudi Argentina
1995         Arab Saudi Denmark
1997         Arab Saudi Brasil
1999         Meksiko Meksiko
2001         Korea-Jepang Prancis
2003         Prancis Prancis
2005         Jerman ?

(foto: rediff)

Piala Dunia Klub: Ambisi Blatter Semata?

Mau diakui atau tidak, hambatan terbesar FIFA untuk menyatukan sepak bola dunia ada di arena ini. Ajang yang bernama resmi Club World Cup FIFA Championship ini bukan saja menerima sambutan dingin, tapi lebih dari itu, ditentang keras. Siapa lagi bila bukan oleh klub-klub top Eropa yang tergabung dalam kelompok G-14.

"Tidak! Selama ini kami telah puas dengan kompetisi yang ada. Tak ada lagi acara di luar itu," kata juru bicaranya, Karl-Heinz Rummenigge. Tanggapan atas impian FIFA menggelar Kejuaraan Dunia Antarklub II, yang berdasarkan planning digulirkan di Jepang pada Desember 2005, terasa kencang.

Alasan Rummenigge paling utama yakni kepadatan acara Eropa selama ini. "Kami menolak bermain di kejuaraan dunia klub dan keputusan ini simpulan. Tak satu pun klub dari G-14 yang akan berpartisipasi di kompetisi buatan FIFA itu. Keputusan ini juga selesai," tegas salah bos Bayern Muenchen tersebut.

Bagi FIFA, boikot G-14 ini sama saja mimpi di siang bolong. Apa akhirnya menggelar pentas para pendekar dari enam konfederasi tanpa wakil Eropa? Soalnya bisa dipastikan, sang duta Eropa akan diwakili salah satu dari mereka. Mungkin kalau ingin melihat satu-satunya kekompakan antara UEFA dengan G-14 juga ada di sini. G-14 yaitu kumpulan elite klub-klub top Eropa yang terbentuk sejak 1998. Mereka yakni kunci industri sepak bola di negaranya.

Demi Solidaritas

G-14 ialah: Real Madrid, AC Milan, Ajax Amsterdam, Bayern Muenchen, Manchester United, Juventus, Liverpool, Barcelona, Internazionale, Borussia Dortmund, Olympique Marseille, Paris SG, PSV Eindhoven, dan FC Porto. Asosiasi G-14 resmi dibuat tahun 2001. Pada 2003, Valencia, Arsenal, Bayer Leverkusen, dan Olympique Lyon bergabung. Walhasil, posisi tawar G-18 semakin menguat lagi bukan saja pada UEFA, tapi juga di depan FIFA.

UEFA amat menyadari bahwa tanpa G-14 sepakbola tidak akan menarik, bahkan proses industri akan mati perlahan. Karena G-14 mirip duri dalam daging di tubuh UEFA, akibatnya FIFA juga tak mampu memaksa atau menekan UEFA. FIFA telah merilis pernyataan pada 19 Februari 2004 bahwa semenjak 2005, Piala Toyota - yang selama ini menjadi ajang kekuatan klub di dunia - akan dihapus. Sebagai gantinya, FIFA mengadakan Kejuaraan Dunia Antarklub alias Piala Interkontinental.

Di Piala Toyota, FIFA melihat tak ada keadilan. Dalam ajang tersebut, mana bisa para juara dari Asia, Afrika, Concacaf serta Oseania ikut serta? Ini soal solidaritas. Keempat zona itu juga butuh identitas serta sasaran puncak dari eksistensinya. Hingga usainya sidang Komite Eksekutif FIFA, 29 Februari kemudian di London, titik temu belum diperoleh. Apalagi duduk perkara lain juga muncul setelah asosiasi Guatemala menolak akhir dilema finansial internal.

Kenapa Diboikot?

Belakangan ini tensi Sepp Blatter mampu jadi meninggi. Sudah berkoar-koar setengah mati untuk meramaikan Piala Konfederasi, tapi ditanggapi dengan hambar, eh presentasinya di Piala Dunia Antarklub juga ditolak sana-sini. Yang niscaya presiden FIFA ini bertekad akan jalan terus, walau diboikot G-14. "Tak ada negosiasi dengan mereka. Ini sama halnya dengan pembicaraan diakui atau tidaknya institusi (G-14) oleh FIFA," terperinci Blatter sengit.

Seusai sidang komite eksekutif di London, pada 15 Maret silam, bergotong-royong Blatter telah men-setting FIFA Club World Championship. Menurut Blatter, turnamen yang diikuti enam klub itu cuma berlangsung tak lebih dari 8 hari. Juara Asia, Afrika, Concacaf, dan Oseania akan diundi untuk mencari dua pemenang di penyisihan. Mereka kemudian diadu dengan juara Amerika Latin dan juara Eropa di semifinal untuk menentukan dua kawasan di simpulan.

 kendala terbesar FIFA untuk menyatukan sepak bola dunia ada di arena ini Piala Dunia Klub: Ambisi Blatter Semata?
"Kami telah memikirkan dan menghormati padatnya agenda kompetisi reguler dan juga perjalanan jauh ke dan dari Jepang. Mereka cukup main dua kali dengan waktu istirahat yang memadai," ujar Blatter penuh harap. Ia menyadari bahwa Amerika Latin dan Eropa masih merupakan dua kekuatan dunia. Karena itu, mereka mendapat dispensasi hanya pribadi tampil di semifinal. Tapi, rupanya hal ini masih belum cukup menggerakan isu terkini kubu Eropa.

Kenapa mereka tetap menolak? Pemicunya adalah pengalaman buruk Manchester United pada Kejuaraan Dunia Antarklub pertama pada 5-14 Januari 2000 di Brasil. Pengalaman Red Devils tersebut hingga sekarang menjadi trauma jawara-jawara Eropa.

Kekompakan Eropa

Saat itu, masih dengan euforia juara Liga Champion, United terpaksa mengorbankan ajang tradisional nan penting, Piala FA. Walau dikecam rakyat Inggris dan membuat FA geram, David Beckham dkk. tetap terbang. Akibatnya sudah bisa ditebak. United tersingkir di fase penyisihan bahkan kalah 1-3 dari Vasco Da Gama.

Hal sama juga dirasakan Real Madrid. Los Blancos gagal ke final Piala Interkontinental. Kedua klub pun merasa malu dan sia-sia. Visi Blatter membentuk an expression of solidarity in world football pada kesannya menemui jalan buntu karena mengganggu mesin uang klub-klub top termasuk industri sepak bola Eropa.

Alasan kedua wacana ogah tampilnya Eropa rada berat. Selama ini tuntutan G-14 ke FIFA dan UEFA soal kompensasi uang bagi para pemain yang digunakan tim nasional masih belum digubris. Boleh jadi hal ini memang sengaja dikait-kaitkan. Yang ketiga yaitu keraguan soal perlindungan keikutsertaan mereka di sana, termasuk keuntungan finansial. Khusus yang ini justru telah disepakati sejak Januari 2003, bukan saja G-14 malah oleh sebuah grup yang terdiri 102 klub top.

Di pertemuan The European Club Forum di markas UEFA di Nyon, telah dideklarasikan bahwa Eropa tak akan mengikuti Piala Dunia Antarklub versi FIFA. Sampai di sini kelihatannya Blatter bertekuk lutut. Menyerah tanpa syarat! "Kami tak yakin di turnamen tersebut ada suatu kebutuhan atau sebuah hasrat bagi klub-klub Eropa, penggemar, pemain, atau partner komersial. Kami tetap bersikap menentang hingga kapan pun," demikian pernyataan tunggal lembaga Eropa.

Plintat-plintut
 kendala terbesar FIFA untuk menyatukan sepak bola dunia ada di arena ini Piala Dunia Klub: Ambisi Blatter Semata?

Menurut Jaime Orti, Presiden Valencia, pihak G-14 masih akan mengadakan pertemuan di Brussel, Belgia, pada 2 Juni depan untuk mengantisipasi 'serangan' FIFA. Melihat tekad baja Blatter tadi agaknya pertikaian akan kian panas. Siapa akan menang? Menurut para pengamat, Blatter akan tetap terpojok.

Walau kini datang dengan janji lebih elok, kegagalan Piala Dunia Antarklub I pada 2000 ialah fakta yang tak terbantahkan dan amat traumatis. Puncaknya yaitu di dikala turnamen kedua di Spanyol siap digelindingkan. Tiba-datang saja ISL Worldwide, mesin uang FIFA yang menjadi marketing partner sah kolaps, pailit berat dan gulung tikar.

"Terlalu banyak faktor kesulitan segi komersial, karena ketika itu. Blatter terlalu percaya diri dan sering menggampangkan duduk perkara. Blatter plots wrong course," komentar Phil McNulty, chief football writer pada tajuknya di BBC edisi 20 Februari 2004. Bahkan ada analisis yang menyebutkan betapa mudahnya Blatter memutar haluan pikirannya. Ini mungkin salah satu karena kenapa beliau ditinggalkan istrinya belum lama ini atau yang membuat Corinthians dia campakkan pada tahun 2001.

Gara-gara jadwal sepak bola di dunia yang sudah kelewatan banyak, Blatter alhasil terpaksa harus plintat-plintut. Sebelum 16 Desember ia ingin hanya enam klub yang tampil sebagai wakil dari seluruh zona yang ada.Jepang bukanlah isu pertama, mungkin juga kata terakhir, lantaran pada rilis FIFA 30 Oktober 2003 ia akan memberi tuan rumah pada anggota Concacaf.

Setelah itu, baru Asia pada 2007 katanya. Melihat Blatter sendiri yang bersemangat dan bak kebakaran jenggot, orang mampu saja curiga. Ada apa di balik itu semua? Benarkah Blatter mengusung rencana terselubung atau ambisi pribadinya lewat bendera FIFA? Semakin dipikir, semakin buang waktu. Sementara jadwal di depan harus dijalani. Inilah yang akibatnya membuat mereka muak.

(foto: youtube/Een/soccerly)