Thursday, June 25, 2015

Dilema Berlusconi: Dosa Galliani Dan Ambisi Thaechaubol

Bergerak yakni awal kesuksesan bisnis. Zaman semakin maju, dan waktu terasa cepat. Ini barangkali yang sekarang semua rasakan. Bergerak cepat, lebih proaktif, dan berani ambil resiko merupakan cara-cara supaya tidak ditinggal zaman dan lawan. Meski bukan yang pertama, namun planning pembelian 48% saham pribadi Silvio Berlusconi oleh Thai Prime Company Ltd pimpinan Bee Thaechaubol, amat lazim terjadi di periode globalisasi.
 Ini barangkali yang sekarang semua rasakan Problem Berlusconi: Dosa Galliani dan Ambisi Thaechaubol
Silvio Berlusconi dan Bee Thaechaubol. Melepas saham 48%.
Di dalam buku The Commandments of the 21st Century Management, Matthew Kiernan bilang bahwa di era 21, eranya kecepatan dan responsif, perubahan peta persaingan berjalan parsial dan harus toleran pada ambiguitas. Perjalanan berbeda di era 20 yang lebih stabil dan mudah diprediksi, alasannya adalah prosesnya selalu berpatokan pada ukuran, skala, dan kepastian.

Kini kepemimpinan mampu dilakukan setiap orang karena tuntutan agar lebih luwes lebih signifikan akhirnya. Klub-klub tradisional Italia mirip Milan punya kepemimpinan dan hirarki dalam organisasinya. Namun sekarang kemenangan persaingan di kala depan bukan ditentukan oleh seberapa besar penguasaan pasar, tapi seberapa besar penciptaan pasar. Yang niscaya, sepak bola juga harus menyisakan harta karun terakhirnya berupa 2V, vision dan values.

Internazionale sudah melakukannya dua tahun silam ketika konglomerat Indonesia Erick Thohir membeli 70% saham leluhur Keluarga Moratti. Bahkan sebelum di kurun Calciopoli, Juve pernah membiarkan Al-Saadi Qaddafy meraup 7,5% sahamnya. Milan dilamar Thaechaubol seharga 1,1 milyar pound atau Rp 22,73 trilyun (dengan kurs Rp 20.663,95 per 12 Juni 2015) untuk saham sebesar 60%. Jika setuju, Thaechaubol siap membayar uang muka untuk 20%.

CEO Milan Barbara Berlusconi dan GM Adriano Galliani kelimpungan mendengarnya. Jika bilang 'ya' Milan akan berpindah tangan seperti Inter. Seluruh jajaran manajemen dan hak marketing yang kini ini berjalan akan berganti. Thaechaubol pun akan jadi pemilik Milan yang baru. Dia cuma mempertahankan posisi Barbara dan Galliani setahun sebagai transisi. Sekali lagi, jika mendapatkan tawaran ini, dipastikan Berlusconi akan kehilangan belahan jiwanya.

Berlusconi gamang. Uang teramat banyak untuk ditolak. Berhari-hari beliau memikirkan sembari cari ilham. Suatu hari Thaechaubol diundangnya ke Arcore untuk rapat intensif. Lantas Berlusconi berkisah sejarah Milan. Thaechaubol, pendiri Private Equity Group, tekun mendengarkan dan terkesima dengan argumentasi sang capo. Thaechaubol hasilnya sadar, AC Milan adalah Berlusconi itu sendiri. Barbara lega mendengarnya, terlebih lagi Galliani.

Namun walau bagaimana Thaechaubol dalam posisi di depan dibanding Berlusconi. Jika dilepas, barangkali Berlusconi akan gigit jari dan peluang untuk mengubah nasib Milan sirna. Jangan-jangan di demam isu berikut Rossoneri kembali ke Dark Ages seperti 1983 akan degradasi ke Serie B. Beberapa pekan kemudian komposisi deal itu berubah. Saham yang dilepas 48% tapi nilai nominalnya turun jauh menjadi 500-an juta euro atau lebih dari Rp 7,5 trilyun.

Dengan 52% saham di tangan, Berlusconi tetap menjadi pemilik Milan dan pengambil keputusan tertinggi. Semuanya tidak berubah kecuali profit Milan kini dibagi dua. Berlusconi berkilah, pelaminan dengan orang Thai ini jauh lebih baik ketimbang ajuan sekumpulan konsorsium milyuner Tiongkok yang didukung penuh pemerintah Cina. Sebelum Thaechaubol masuk, ia mendapat tawaran mengejutkan bercap bintang merah Republik Rakyat Cina.

Barbara Berlusconi
 Ini barangkali yang sekarang semua rasakan Problem Berlusconi: Dosa Galliani dan Ambisi Thaechaubol
Barbara Berlusconi, Sinisa Mihajlovic, Silvio Berlusconi, dan Adriano Galliani.
Konsorsium yang namanya dirahasiakan itu punya tujuan yang penting yakni mempromosikan Serie A dan memberi peluang bagi Milan membuat perguruan tinggi yang jadi pilot project untuk 200 juta anak-anak di Cina berusia di bawah 8 tahun. Awalnya Berlusconi melalui Fininvest, menyodorkan 75% sahamnya yang logikanya akan berbanding lurus dengan 1,5 milyar populasi insan.

Menurut laporan La Gazzetta dello Sport, kelompok ini siap mengakuisisi 60% saham Milan yang ditukar dana segar 365 juta pound atau sekitar Rp Rp 7,5 trilyun, sama dengan tawaran Thaechaubol. Namun kubu Tiongkok meminta khusus supaya Paolo Maldini dijadikan direktur teknik dan konsultan finansial top Italia, Victor Dana, menjadi CEO-nya. Orderan ini tentu saja berat bagi Berlusconi lantaran korelasi dirinya dengan Maldini rada acuh taacuh.

Di luar kontak eksternal, persoalan Milan sebetulnya ada di dalam. Manajemen yang centang perenang. Don Silvio tidak menutup mata. Keputusan memutasi sahabatnya, Galliani, dari CEO menjadi GM tidak mengecewakan mengejutkan. Galliani (71), kini di bawah kendali Barbara (30), yang diangkat sebagai CEO gres. Dosa Galliani terbesar ialah gagal mencari manajer baru seusai Max Allegri resign mendadak. Tassotti? Seedorf? Pippo, untuk Milan? Ayolah.

Namun problem terbesar justru dengan hengkangnya Ariedo Braida, administrator transfer terkenal di Italia, sempurna di malam tahun gres 31 Desember 2013. Bagaimana kelihaian Braida di bursa transfer bisa melihat Sampdoria, yang memakai jasanya per 1 Juli 2014. Sampdoria sekarang berada tiga tingkat di atas Milan di klasemen selesai 2014/15 sehabis menyediakan pemain yang tepat buat pelatih Sinisa Mihajlovic.

Tak heran Braida lalu digaet Barcelona untuk jabatan yang sama semenjak 12 Februari 2015. Galliani seorang die-hard, namun dikala mengambil keputusan, kapasitasnya tidak ada separonya bos besar. Dia amat erat dengan tim, rajin menonton di stadion atau dikala latihan. Berlusconi tahu betul tangan kanannya ini sangat setia, seorang negosiator ulung berjuluk seekor burung kondor yang akan menjamin pasokan pemain sempurna untuk manajer baru Milan, Sinisa Mihajlovic!

Konon, Zlatan Ibrahimovic dan Jackson Martinez jadi buruan Galliani paling kakap. Tapi ini dinilai untuk menyelamatkan reputasinya. Beberapa grup Milanisti di Italia bermimpi Berlusconi segera mencampakkan Galliani. Mustahil. Gara-gara Galliani juga, seorang legenda macam Baresi tak berkembang di level manajemen. Bahkan Maldini terang-terang enggan masuk ke dalam lingkaran. Seedorf yang ogah jadi yes man hasilnya bentrok juga dengan Galliani.

Milanisti juga berharap agar skuad Milan dicuci gudang, terutama untuk pemain senior macam Michael Agazzi, Michaelangelo Albertazzi, Cristian Zaccardo, Michael Essien, Nigel De Jong dan Pablo Armero. Satu-satunya yang patut dipertahankan ialah Ignazio Abate. Menurut mereka kunci kehancuran Milan yakni lenyapnya fighting spirit yang jadi karakteristik awet. Galliani dituding jadi biang keroknya. Oh sialnya beliau. Itulah resiko bila jadi bemper big boss.

(foto: bangkokpost/straitstimes)

Prahara Ac Milan: Teori Dingklik Oblak

Siapa yang tak tahu AC Milan, klub retro-historia dalam pentas Serie A? Di eranya, Milan ialah Italia, dan Italia adalah Milan. Tapi, kini...hmm. Anda pasti kenal siapa Franco Baresi, Paolo Maldini, Billy Costacurta, Mauro Tassotti, Roberto Donadoni, Carlo Ancelotti dan seterusnya? Tapi kenapa sekarang hegemoni tim penuh cita-cita itu berhenti mendadak?
 Tapi kenapa sekarang hegemoni tim penuh impian itu berhenti mendadak Prahara AC Milan: Teori Kursi Oblak
Silvio Berlusconi (kanan) paling bertanggung jawab atas degradasinya prestasi Milan. 
Nama-nama di atas adalah ikon generasi pertama, tengah hingga tamat 1980-an, hanya setahun sesudah Rossoneri dibeli Silvio Berlusconi sejak 1986. Tim super dilahirkan dari orang-orang berkemampuan super, dan administrasi yang super pula. Kepopuleran skuad Milan dikatrol lagi oleh trisula stranieri; Marco van Basten, Ruud Gullit, dan Frank Rijkaard, plus superallenatore Arrigo Sacchi.

Hanya tim super yang mampu mengalahkan tim super, dan terbukti, Milan yang memenangi persaingan antar tim super Serie A di puncak kejayaan kompetisi terbaik di dunia, Napoli dengan Diego Maradona-nya, Juventus dengan Michel Platini, dan Inter dengan Lothar Matthaeus.

Milanisti sejati rada uring-uringan kalau tokoh-tokoh berikutnya, di awal hingga tengah 1990-an dilupakan. Lahir nama-nama pribumi mirip Alberigo Evani, Marco Simone, Demetrio Albertini, Stefano Eranio, Gianluigi Lentini hingga Daniele Massaro; yang rupanya mulus-mulus saja bersinergi dengan para senior termasuk trio Belanda, saat stik estafet Milan dicabut paksa oleh Don Silvio ke Fabio Capello.

Pada masa inilah dominasi il Diavolo Rosso melesat seperti roket, mengawang-awang kolam satelit yang mapan di jagat raya. Di ketika bersamaan akar Milan sangat kokoh, menancap ke dasar paling dalam, menjalar ke sela-sela kehidupan masyarakat negeri calcio. Sementara itu ruang dan waktu juga berpihak kepada mereka. Terlebih lagi Napoli sontak lumpuh begitu Maradona dicekal gara-gara narkoba.

Inter kehabisan tenaga. Juve kerap kena macet. Fiorentina masih merangkak, Roma wara-wiri entah ke mana, sehingga praktis musuh serius Milan cuma gugusan lunak bin jinak seperti Sampdoria, Parma, atau Lazio. Berlusconi memupuk talenta Capello dengan telaten. Buahnya amat elok, titel invicibles nan langka "juara liga tanpa kalah" di 1991/92 digapai. Masih belum cukup, kejayaan bersambung menjadi tripel scudetto 1992/93, serta 1993/94 sebelum hasilnya dipuncaki titel kelima Liga Champion di animo yang sama. Memang sungguh nikmat mengenang euforia.

Menanggung realita itu yang berat. Milan, klub yang dulu bakatnya sangat bernutrisi kini sedang berada di persimpangan nasib dan kasta. Zona pembatas antara miskin dan kaya, kuadran kiri dan kanan, atas atau bawah, kelas penggembira atau pelakon. Sejarah kelam suka mengintip di sepak bola. Ingat peristiwa Parma? Amit-amit, jangan mirip itu ah! Tapi mesti diingat juga tak ada klub yang spontan ambruk kecuali dengan perlahan-lahan, dengan gejala. Milan mesti sabar, semoga cuma 2-3 tahun untuk memetik buah reformasi manajemen dan revolusi mental yang sebentar lagi katanya mau di-overhaul.

Kejayaan sepak bola memang ditentukan oleh momen atau kurun. Namun momen dan kala mesti dikreasi dan dibentuk; bukan hanya dinantikan. Anda mesti paham betapa terjalnya merebut kembali lahan era positioning kita telah direbut orang. Juve perlu 5 tahun untuk seperti sekarang ini. Bahkan mereka pernah berpuasa 8 tahun, tamat 1980-an sampai pertengahan 1990-an, untuk menanti kejayaan yang dimulai oleh Marcello Lippi dan Alessandro Del Piero. Napoli malah 9 tahun untuk berdiri, ini pun belum sampai ke puncak juga. Inter, Roma, Lazio, Fiorentina, Sampdoria, Genoa juga mulai bangun dari tidur. 
 Tapi kenapa sekarang hegemoni tim penuh impian itu berhenti mendadak Prahara AC Milan: Teori Kursi Oblak
Riccardo Montolivo dan Mario Balotelli. Mulai masuk siaga merah.
Nah, demam isu kemarin posisi mereka semuanya membawahi Milan, bahkan dua isu terkini beruntun ini Torino selalu di atas Milan! Bicara improvisasi, prosesnya sangat terang. Jika mereka berlari, maka Milan berjalan. Jika mereka berjalan, maka Milan membisu di daerah. Tren penurunan jadi bukti sahih: 2010/11 juara, 2011/12 runner up, 2012/13 ketiga, 2013/14 kedelapan, dan 2014/15 sepuluh! 

Kemana perginya tradisi menang atau mental juara yang menjadi ciri khas Rossoneri? Julukan skuad Merah-Hitam tampaknya terpenggal otomatis menjadi merah untuk rapor atau status siaga mereka, dan hitam atas abad atau nasib mereka. Banyak yang harus dilihat untuk memahami kekacauan tiga tahun terakhir. Saling tuding cari biang kerok, siapa yang paling salah, tidak akan mengatasi persoalan. 

Pandanglah ke depan, pahamilah bahwa kegagalan dan kekecewaan yakni bahan bakar utama kesuksesan. Kalau pun ada yang bertanggung jawab atas degradasi prestasi Milan, cuma satu orangnya: Berlusconi. Dia pun cuma punya satu kesalahan sepele: tidak menyiapkan pengganti dikala dirinya menapaki karier ke panggung politik yang menyita waktu dan perhatian.

Awal Prahara

Bukan belakang layar lagi, semua yang terjadi di Milan, hingga detik ini, harus diputuskan dan direstui Berlusconi, pria bangkotan berumur 78 tahun. Hukum yang berlaku: Milan ialah Berlusconi, Berlusconi yaitu Milan. Sayangnya usia tak bisa dibohongi. Sel-sel otaknya semakin menua, kemampuan menjadi terbatas meski wajahnya rajin di-facelift.

Adriano Galliani, teman yang dijadikan CEO tak bisa diandalkan karena sampai kapan pun tetap canggung untuk memutuskan sesuatu. Selepas kala Ancelotti di 2009, penunjukkan manajer atau pelatih kepala di Milan kian asing alasannya adalah di luar tradisi nama besar.

Pertama, Leonardo Araujo, eks gelandang Milan 1997-2001, yang menukangi tim anabawang saja belum mantap namun mampu memikat Berlusconi sehingga sempat diparkir dulu sebagai eksekutif teknik. Dapat ditebak, Leonardo akhirnya mengecewakan pemilik dan publik lantaran cuma membawa Milan di peringkat ketiga. Isu yang beredar, selain lisensi kepelatihannya digugat UEFA, orang ini juga ternyata normatif.

Giliran Massimiliano Allegri, yang diciduk dari Cagliari pada 25 Juni 2010. Uniknya meski CV-nya belum mumpuni serta timnya mulai jadi 'panti jompo', ia sukses memberi scudetto terakhir Milan berkat usaha keras tridente Zlatan Ibrahimovic, Robinho, Alexandre Pato. Saat itu para pengamat sudah yakin, ini laskar Milan terakhir yang sulit bersaing lagi ke depan.

Dan benar, Allegri resign mendadak alasannya stres melihat menciutnya dana transfer. Masuknya Clarence Seedorf pada 16 Januari 2014, hanya dua pekan setelah Allegri cabut dan sepekan dipegang Tassotti, pastinya bikin para pesaing kesenangan. Meski mengerahkan daya cipta dan value-nya hingga jontor, namun gelandang Milan selama 10 tahun (2002-2012) ini tidak berdaya juga mengakali skuad uzur.

Di akhir trend 2013/14, Rossoneri terjerembab ke posisi delapan. Milanello terguncang, Milanisti meradang. Tiada ampun bagi Seedorf. Jimatnya ternyata tidak sakti lagi. Berlusconi mereplika lagi keputusan nalar-akalan tatkala merestui Filippo Inzaghi sebagai suksesor. Seperti aksinya dulu sewaktu jadi striker yang kayak layangan putus dan sering sruntulan, begitu juga performa Milan di bawah kendali Pippo. Kejengkelan suporter fanatik kini naik ke ubun-ubun, hingga-hingga untuk pertama kalinya berani menggugat Berlusconi.

Problem Milan adalah persoalan klasik. Aura pemilik otoriter yang jenius bin mahir serta berstatus the only-man, tapi bakat atau wataknya sulit diwarisi oleh keturunannya, terutama Pier Silvio, putra pertama dari pernikahannya dengan Carla Dall'Oglio. Belakangan, Berlusconi mengakibatkan Barbara, putri ketiganya, sebagai CEO Milan. Untuk mencari lagi akar terdalam prahara Milan, sulit ditampik itu berasal dari ambisi pribadi Berlusconi sendiri yang awalnya memanfaatkan brand Milan untuk terjun ke dunia politik.

Penggambaran ihwal mantan Perdana Menteri Italia selama tiga kali itu barangkali mirip Arsene Wenger di Arsenal, dan partai Forza Milan identik dengan Stadion Emirates. Kedua orang ini sendiri yang sama-sama memporak-porandakan dominasi dan kejayaan yang sudah mapan dengan pendirian Forza Milan atau Emirates, yang pasti akan menyeret semua sumber daya, waktu, perhatian hingga konsentrasi.

Apakah keduanya naif, karena menganggap persaingan di dunia ini masih belum masuk tingkatan edan? Entahlah. Yang pasti, manakala impian atau visi yang berskala 9,5 sekalipun dikumandangkan tanpa menghitung segala skenario terburuk, maka cikal bakal nestapa cepat lambat bakal terhampar. Andai kedua orang ini konsisten dengan kekuatan bakatnya, mungkin kisah sukses lebih banyak dari gagalnya.

Faktanya, setiap Berlusconi menjadi PM Italia, hasil yang dicapai Milan malah mengecewakan. Forza Milan barangkali memang momentum terbaik. Dia telah mendapatkannya. Namun dikala mulai ketagihan, ini terperinci awal keruntuhan. Berlusconi ambruk, Milan bakal tersuruk.

Kohesi antara kekuasaan, keserakahan, intrik hingga skandal selalu mencirikan dunia politik, dan ketika dipadukan oleh mengurus klub sekelas Rossoneri, tujuh kali juara Eropa, barangkali alhasil cuma ada dua: Anda akan semaput, atau Anda akan ngaco. Dan Berlusconi jadi ngaco dikala lebih mengakrabi Forza Milan daripada AC Milan, bagian jiwa yang sesungguhnya.

Hasilnya amburadul. Arus profit dua kerajaan bisnisnya, Finninvest dan Mediaset, ikut terganggu. Keuntungan klubnya juga menciut, hingga-hingga kesulitan membeli bintang top yang berharga mahal, atau untuk mengontrak manajer berkaliber kakap. Rumah tangga juga ikut berantakan. Pada 2010 Berlusconi bercerai dengan istri keduanya, Veronica Lario.

Kemunculan Taechaubol
 Tapi kenapa sekarang hegemoni tim penuh impian itu berhenti mendadak Prahara AC Milan: Teori Kursi Oblak
Bee Taechaubol, pebisnis Thailand, diharapkan sebagai tonik penambah vitalitas buat AC Milan.
Layaknya kultur Italia yang seperti-mirip dengan di Indonesia, saat bakti pada ibu dan hormat pada istri, atau salah satunya, sudah dilanggar seorang pria, maka bencana di ambang mata. Percaya atau tidak, ini juga terjadi pada Berlusconi. Bahkan akal sehatnya makin singit tatkala ia terbukti punya skandal memalukan dengan gadis di bawah umur.

Dasar Berlusconi, meski sudah hancur-hancuran, kini ini masih terus saja ngotot untuk menjadi PM keempat kalinya setelah tergusur pada 2011. Kakek kelahiran 29 September 1936 itu nyaris tidak punya energi lagi untuk Milan alasannya waktu dan tenaganya sudah tersedot untuk mengatasi kasus demi masalah.

Mulai dari politik hingga bisnis. Keluarga sampai reputasi pribadinya yang membuat beliau lebih sering tiba ke pengadilan ketimbang ke Milanello, markas besar klubnya. Siapapun tahu, bahwasanya nama Berlusconi lebih indah di sepak bola, dari pada di bisnis atau politik.

Berlusconi lebih mahir dari beberapa manajer dan administrator transfer di Italia. Dia hanya meminjam badan Allegri saat menimbulkan Milan scudetto 2010/11. Saat berjaya menangani Milan, kunci sukses Capello paling awal adalah menuruti kemauan capo di cappi tutti (bos dari segala bos) itu.

Ariedo Braida, master transfer kelas kakap sesudah Luciano Moggi, juga belajar dari Don Silvio sehingga lancar mendatangkan Van Basten, Andriy Shevchenko, Ricardo Kaka, dan Thiago Silva - empat pilar sukses Milan di tiga kala sebelumnya. Usai melihat Milan melakoni dua trend terakhir yang paling hitam di eranya, Berlusconi mirip tersadarkan.

Dia mengumpulkan keluarganya serta orang-orang terdekatnya di Arcore, vilanya yang terletak antara Monza dan Milano. Agendanya mampu ditebak, rencana pelepasan sebagian saham Milan kepada pebisnis Thailand, Bee Taechaubol. Di ujung rapat keluarga itu sang supremo datang-datang berwasiat. "Kalian boleh menjual apapun yang saya atau kamu miliki, kecuali dua hal yakni rumah ini, dan AC Milan," ujar Berlusconi di depan anak-cucunya soal hasrat terpendamnya.

Munculnya Taechaubol, 39 tahun, seperti tonik penambah vitalitas untuk Milan yang sedang babak belur. Celakanya hal ini dirasakan oleh Milan pada dua folder terpenting sepak bola, ialah pelatih berkualitas dan beberapa calon superstar. Masih disebut calon, sebab superstar yang orisinil biasanya butuh panggung Liga Champion atau Liga Europa untuk bersolek diri. Maaf, soalnya kini masuk tahun kedua bawah umur Milan tidak akan jalan-jalan ke Eropa.

Usai jumpa Taechaubol, giliran Sinisa Mihajlovic yang dibidik Berlusconi untuk dijadikan manajernya ke-14. Sayang Carlo Ancelotti menolak pinangannya lantaran ingin cuti setahun penuh sesudah menjalani periode yang melelahkan di Real Madrid. Harapan buat Milan selalu ada kalau Berlusconi memberikan atensinya.

Belakangan dia rajin menyambangi Milanello. Hal ini saja sesungguhnya sudah menggembirakan para Milanisti. Apakah ia sudah tobat? Semoga. Ibarat dingklik oblak, empat kaki kursi di Milan adalah Berlusconi, manajer, dana transfer, dan terakhir stadion. Teori empat kaki kursi berlaku untuk semua klub Italia, yang bisa diterjemahkan sebagai presiden klub, manajer, pemain top, dan pabrik uang.

Tapi teori kursi oblak sekarang sedang diderita Milan. Juventus merupakan satu-satunya, dan pertama, yang baut-mur kaki kursinya kokoh dan mantap. Yang lain kebanyakan hanya mentok punya 2-3 kaki bangku yang sehat, bahkan ada yang bersandar atau duduk hanya dengan satu kaki dingklik.

Berjalan tertatih-tatih masih lebih bagus daripada membisu di kawasan. Jika mulai bulan ini Berlusconi sudah mau turun gunung dan deal dengan Taechaubol dan pencarian manajer top berakhir indah, artinya Milan telah mereparasi tiga kaki kursinya, lumayan banget dibanding sebelumnya.

Kaki bangku terakhir yakni mesin uang untuk pengembangan infrastruktur. Kebutuhan pada stadion, untuk menggelontorkan pemasukan rutin jadi prioritas setelah urusan administrasi dan konten permainan kelar. Tampaknya Milan mulai punya jarum dan benang untuk menjahit lagi sejarahnya yang sempat sobek.

(foto: nouvasocieta/casamilan)

Monday, June 22, 2015

Top Transfer: Label Gladiator Modern

Dalam geliat bursa transfer sepak bola, Real Madrid dan Barcelona menyerupai AS dan Rusia di DK PBB. Aksi beli kedua klub supremo besar lengan berkuasa pada nilai superstar lain. Masuknya Rafael Benitez sebagai head coach gres Real Madrid, atau hasil yang digapai Barcelona di musim 2014/15, hampir niscaya akan mengubah lanskap bisnis dan strategi transfer mereka.

 Real Madrid dan Barcelona menyerupai AS dan Rusia di DK PBB Top Transfer: Label Gladiator ModernSaat CIES mengeluarkan acuan harga transfer untuk belanja klub, laporannya mampu dijamin kredibel sebab sebagai panduan penting. Meski tak semuanya menjadi tumpuan, akan tetapi setidaknya angka-angka versi penjual dan peminat sama-sama tidak berbeda jauh. Salah satu teknik akumulatif yang digunakan forum nirlaba prestise CIES Football Observatory, kecuali harga Messi dan Bale, ialah dengan cara memproses algoritma seluruh transfer pemain top yang terjadi semenjak 2009. Performa para gladiator kelas kakap ini juga diukur. Mulai dari gol, assist, posisi bermain, serta donasi untuk tim baik di klub maupun timnas. Dengan metode yang transparan begitu, balasannya bisa diraba dengan seksama. 

Sebanyak 70% investasi transfer di dua ekspresi dominan terakhir terjadi di lima kompetisi terbaik di dunia yang berimbas ke potongan wilayah lain, ialah Premier League (semua wilayah), La Liga (Latin dan Afrika), Serie A (Afrika), Bundesliga (Latin dan Asia), dan Ligue 1 (Afrika). Sepak bola yaitu sebuah industri terbarukan, terkait dengan aneka industri yang menggerakkan industri hajat hidup masyarakat. 

Industri kuliner hingga transportasi, telekomunikasi hingga media massa. Karena buntutnya soal untung rugi atau berorientasi kepada pencapaian target, jadinya banyak hulu dan setiap inventori di sepak bola sekarang banyak disarati oleh ukuran, standar, sampai kebijakan, baik yang terlihat maupun tidak.
 Real Madrid dan Barcelona menyerupai AS dan Rusia di DK PBB Top Transfer: Label Gladiator Modern
Ricardo Kaka dan Zlatan Ibrahimovic.
Dampaknya ekonomi-psikologi-sosialnya juga melejit ke mana-mana seperti informasi jual-beli pemain, investasi aneh, faktor identitas sampai kepada polemik ketenaga-kerjaan. Bahkan kerap muncul kenyataan lain yang mengakibatkan permainan ini sebagai perdagangan gelap insan dan tren perbudakan modern yang mengulangi masa para gladiator di zaman Romawi, di mana mereka biasanya ditaruh di dalam kerangkeng besi dengan cap harga.

Dalam sepak bola, pemain adalah entitas terpenting kedua sesudah bolanya itu sendiri. Dalam kerangka bisnis atau peta persaingan di era info dan marketing yang kini berkembang makin dahsyat, mau tak mau mereka memang berstatus komoditi. Dilabeli harga, ditakar value-nya sampai dihitung berapa depresiasinya per-tahun. Orang kok ada harganya, begitu celetukan orang awam.


TOP 20 WORLD RECORD


# Pemain
Usia 1
Posisi   
Musim
Dari
Ke
Awal*
Kini *
Usia 2
01. Cristiano Ronaldo
(24)
Sayap kiri   
09/10
Manchester United (Inggris)
Real Madrid (Spanyol)
82,72
105,60
30
02. Gareth Bale
(24)  
Sayap kanan
13/14 
Tottenham (Inggris)
Real Madrid (Spanyol)
82,72
70,40 
26
03. Neymar Junior
(21)  
Sayap kiri   
13/14 
Santos (Brasil)
Barcelona (Spanyol)  
73,48
70,40 
23
04. Luis Suarez
(27)  
Penyerang tengah
14/15 
Liverpool (Inggris)
Barcelona (Spanyol
71,28
52,80 
28
05. James Rodriguez
(23)  
Gelandang serang
14/15 
Monaco (Prancis)
Real Madrid (Spanyol)
70,40
52,80 
24
06. Angel Di Maria
(26)  
Sayap kanan
14/15 
Real Madrid (Spanyol)
Manchester United (Inggris)
66,00
57,20 
27
07. Zinedine Zidane
(29)  
Gelandang serang
01/02 
Juventus (Italia)
Real Madrid (Spanyol)
64,68
-
42
08. Zlatan Ibrahimovic
(27)
Penyerang tengah
09/10 
Inter (Italia)
Barcelona (Spanyol)
61,16
18,48 
33
09. Ricardo Kaka
(27)  
Gelandang serang
09/10 
Milan (Italia)
Real Madrid (Spanyol)
57,20
4,40  
33
10. Edinson Cavani
(26)  
Penyerang tengah
13/14 
Napoli (Italia)
Paris Saint-Germain (Prancis)
56,76 
44,00
28
11. Luis Figo
(27)
Sayap kanan
00/01 
Barcelona (Spanyol)
Real Madrid (Spanyol)
52,80
-     
42
12. Radamel Falcao
(27)  
Penyerang tengah
13/14 
Atletico Madrid (Spanyol)
Monaco (Prancis)
52,80
39,60 
29
13. Fernando Torres
(26)  
Penyerang tengah
10/11
Liverpool (Inggris)
Chelsea (Inggris)
51,48
6,16  
31
14. Hernan Crespo
(25)  
Penyerang tengah
00/01 
Parma (Italia)
Lazio (Italia)
48,40
-     
40
15. Gianluigi Buffon
(23) 
Kiper    
01/02 
Parma (Italia)
Juventus (Italia)
46,54
1,76  
37
16. Mesut Oezil
(24)  
Gelandang serang
13/14 
Real Madrid (Spanyol)
Arsenal (Inggris)
44,00
35,20 
26
17. David Luiz
(27)
Bek tengah   
14/15 
Chelsea (Inggris)
Paris Sain-Germain (Prancis)
43,56
26,40 
28
18. Gaizka Mendieta
(27)  
Gelandang kanan 
01/02 
Valencia (Spanyol)
Lazio (Italia)
42,24
-     
41
19. Rio Ferdinand
(23)  
Bek tengah   
02/03 
Leeds (Inggris)
Manchester United (Inggris)
40,48
0,88  
36
20.Ronaldo Nazario
(25) 
Penyerang tengah
02/03 
Inter (Italia)
Real Madrid (Italia)
39,60
-     
38
Catatan: Usia 1 = Usia saat ditransfer, Usia 2 = Usia sekarang. * Nilai Transfer (dalam juta pound), 
1 pound = Rp 20.400, 84; kurs per 8 Juni 2015). Sumber: Transfermarkt

(foto: ronaldo/istimewa)