Friday, January 16, 2015

Stan Kroenke: Kapitalis Pemuja Wenger

Sosoknya kaku, irit bicara, pelit senyum apalagi sampai tertawa terpingkal-pingkal. Tak salah jika pers Inggris menjulukinya the silent man atau si pendiam. Sorot matanya tajam, gerak-geriknya tanpa mulut, pikirannya selalu fokus tanda suka berpikir sesuatu yang menarik minat. Suasana hatinya acuh taacuh, barangkali sedingin darahnya, dan kelihatannya orang ini rada susah untuk dijadikan sobat atau sahabat.

 pelit senyum apalagi sampai tertawa terpingkal Stan Kroenke: Kapitalis Pemuja Wenger
Dua orang terpenting yang mengemudikan kapal Arsenal ke kurun depan. 
Pria berkumis inilah yang membuat David Barry Dein, pujaan sejati kaum Gooner sejati, hingga terusir dari ruang komisaris Arsenal. Enos Stanley Kroenke, 67 tahun, beken disapa Stan Kroenke, ialah pebisnis Amerika Serikat yang kini menjadi pemegang saham terbesar Arsenal Football Club dengan kepemilikan 66,94% atau 41.652 lembar saham atau senilai lebih dari 1 milyar pound alias setara dengan Rp 20 trilyun. Bagaimana beliau melaksanakan ini semua?

Tampaknya cuma pembicaraan bisnis bermutu saja yang bikin dia mau menggerakan bibirnya. Namun di balik banyak sekali ketidak-asyikan tersebut, sungguh beruntung, dia super kaya raya alias tajir banget. Sepintas tak ada tongkrongan mahluk ini menjadi Qarun zaman modern, salah satu warga bumi terkaya nomor 247 di dunia, 89 di AS. Menurut situs Forbes, Kroenke punya harta 5,8 milyar dollar AS atau setara dengan Rp 75 trilyun.

Sebagai komparasi, 'Paman Gober' nomor satu di dunia termasuk di AS adalah William Henry Gates III, 59 tahun. Gudang uang pendiri Microsoft ini ditimbuni harta 79,2 milyar dollar AS atau sekitar Rp 10,1 bilyun alias Rp 10 ribuan trilyun. Dengan kekayaan ini, bila mau, Bill Gates bisa membeli semua klub sepak bola yang ada di dunia. Soal harta, Kroenke boleh kalah sangat jauh darinya, namun soal minat dan kegairahan di olah raga ceritanya berbeda.

Di AS ia dikenal sebagai pemilik 5 klub top di NBA, MLS, NHL, NLL, dan NFL yang semuanya berada di bawah imperium bisnisnya, Kroenke Sports Entreprises (KSE). Portofolionya belum stop hingga di sini. Kroenke juga menjadi salah satu mogul real estate dan bankir ulung. Reputasinya kian paten alasannya adalah dia suami dari Ann Walton, putri James Lawrence Walton, pendiri Wal-Mart, jaringan ritel terkuat di dunia.

Hikayat lulusan MBA dari Universitas Missouri ini bisa hingga terdampar di Arsenal, lantas menjadi orang nomor satu di klub paling tradisional se-London itu menjadi menarik atensi lantaran jalannya tidak mengecewakan berliku-liku. Tanpa Arsenal, boleh jadi beliau tidak dikenal dunia kecuali di negerinya sendiri. Serial hidup Kroenke di blantika Premier League yaitu pengayaan kredibilitasnya sebagai pecinta olah raga.

Buat Gooner yang belum sampai lima tahun, Kroenke boleh saja disukai. Tapi bagi Gooner karatan dan konservatif, katakanlah seperti Piers Morgan atau Myles Palmer, sangatlah berbeda. Mereka tahu, Kroenke-lah yang dianggap menghentikan roda juara Arsenal di Premier League akibat kebijakan keuangan lantaran masih berkutat dengan peperangan perebutan saham serta dituding tidak tahu banyak soal Arsenal dan tradisi sepak bola Inggris.

Sumber malapetaka prestasi The Gunners di Liga Inggris terjadi pada 2006-2007, yang dimulai dari peperangan di ruangan komisaris alias para pemilik. Yang jadi ironi hal itu terjadi justru seusai Arsenal merenggut prestasi tiada tara yang sulit dijiplak di Inggris: menjuarai Premier League tanpa terkalahkan pada 2004. Kemudian disusul raihan Piala FA 2005, kemudian ke simpulan Liga Champion 2006 serta memiliki stadion baru nan megah bernama Emirates.

Bagaimana semuanya bisa terjadi? Keempat torehan indah itu bak menjadi karya terakhir duet Dein dan Arsene Wenger. Dein yang dikenal master di bursa transfer, hebat dalam melobi atau negosiator ulung mendedikasikan semuanya itu untuk melengkapi kehebatan Wenger. Keduanya sangat inovatif, ekspansif, punya khayalan liar dan yang terpenting saling mengisi satu sama lain sehingga suka dianggap sebagai Yin dan Yang-nya sukses Arsenal.

Ancaman Usmanov

 pelit senyum apalagi sampai tertawa terpingkal Stan Kroenke: Kapitalis Pemuja Wenger
Barangkali Kroenke tersenyum melihat Wenger tidak menuntut saham Arsenal.
Saking liarnya duet ini suka berkreasi di luar otoritasnya, contohnya hasrat memiliki stadion yang besar dan megah. Stadion Highbury merupakan satu-satunya minus Arsenal di mata Wenger sejak dia tiba di London pada 1996. Dengan kapasitas hanya 37-an ribu penonton plus luas lapangan 100 x 67 meter, Wenger berani bilang ke dewan komisaris Highbury kurang layak menjadi stadion klub sekharismatik Arsenal.

Mereka harus punya stadion besar dengan tiga alasan: untuk menampung lebih banyak fan, menikmati permainan lebih tepat secara langsung ataupun dari televisi, serta sebagai bentuk apresiasi atas pencapaian historis Arsenal dan menyongsong era depannya. Bahkan Wenger punya rancangan beberapa bagian stadion baru mirip atap, lantai, kamar ganti dan kamar mandi pemain, auditorium pers serta ruangan rehabilitasi cedera.

Di sisi lain Dein bicara potensi pendapatan tiket, iklan dan sponsor yang dijamin jauh lebih besar. Mereka telah menciptakan mesin uang untuk periode depan. Presentasi keduanya memuaskan dewan komisaris sehingga bersedia membebaskan satu lahan di pinggir jalan kereta di area Ashburton Grove. Namun seseorang mengawasi Dein dengan kewaspadaan: Peter Hill-Wood (PHW). Dia yaitu anaknya Denis Hill-Wood, dan cucu dari Samuel Hill-Wood.

Samuel menguasai saham terbesar semenjak 1929 serta mengkreasi Arsenal meraih era kejayaan pertama di 1930-an. Pada 1946 beliau mengajak rekan Partai Konservatifnya, Sir Guy George Bracewell Smith, membangun ulang manajemen Arsenal yang berantakan usai Perang Dunia II. Karena itulah, demi menjaga tradisi dan menghormati keluarga Hill-Wood, lalu Peter diaklamasikan menjadi presiden klub semenjak 1983 setahun setelah wafatnya sang ayah.

Rupanya kesuksesan Dein dengan mahakarya melahirkan Premier League di 1992 dan mendatangkan Arsene Wenger pada 1996 menciptakan saling silang di dewan komisaris. Ada yang pro, namun lebih banyak yang kontra. Meski jadi pendatang gres sehabis membeli 16,6% saham Arsenal pada 1983, reputasi Dein eksklusif meroket dengan posisi wakil presiden klub sekaligus chief operating untuk semua aktivitas bisnis. Selain itu beliau juga master transfer jempolan.

Lewat tangan acuh taacuh lelaki kelahiran 7 September 1943 itu datanglah Ian Wright pada 1991 dan Dennis Bergkamp pada 1995 di abad George Graham. Ketika Wenger masuk, semua orderan sang profesor dipenuhinya. Patrick Vieira, Emmanuel Petit, Marc Overmars, Thierry Henry, Davos Suker, Robert Pires, Sol Campbell, Gilberto Silva, Gael Clichy, Kolo Toure, Cesc Fabregas dan Robin van Persie hingga nama yang terakhir...Theo Walcott.

Akibat kiprahnya yang kian dahsyat, saham Dein di Arsenal sempat melesat jadi 42% pada 1991. Lama kelamaan PHW, dan juga pemegang saham tradisionalis merasa Arsenal akan dijadikan ajang kepentingan bisnis eksklusif Dein. Apalagi di Rusia, bisnis langsung PHW ikut bersentuhan dengan kekerabatan bisnis Dein. Salah satunya dengan Alisher Burkhanovic Usmanov.

Di era PHW amat membenci pebisnis baja Rusia berdarah Uzbekistan itu, Dein justru menjadikan kolega terbaiknya. Api perseteruan di dewan komisaris pun kian membara. April 2007, dewan mencopot jabatan Dein dari semua aktivitas sebagai eksekutif alias dipaksa cuma disuruh duduk hening menunggu deviden. Merasa telah berbuat banyak untuk mereka dan Arsenal, tentu saja Dein sangat sakit hati akhir pengkhianatan tersebut.

Bukan Dein namanya kalau tidak kontroversial. Pada Agustus 2007, datang-datang dia melepas seluruh 14,58% sisa sahamnya ke Usmanov yang kmeudian mengajak Farid Moshiri, pebisnis Iran, mendirikan konglomerasi khusus bernama Red & White Holdings. Mereka mengangkat Dein sebagai CEO-nya. Misi ketiganya yaitu mengambil alih secara umum dikuasai saham Arsenal. Tapi PHW dan semua anggota dewan komisaris lain telah menebaknya Dein akan melaksanakan apa.

Kematian Fiszman

 pelit senyum apalagi sampai tertawa terpingkal Stan Kroenke: Kapitalis Pemuja Wenger
Tanpa Wenger, mustahil Kroenke mampu percaya diri seperti ini.
Sebelum memecat Dein, PHW telah mengontak seorang investor Amerika tidak populer. Digembongi PHW, dewan komisaris mengundangnya untuk membeli saham ITV. TV kabel asal Irlandia itu melepas 9,9% andilnya di Arsenal sebab butuh investasi di bidang lain. Harga saham per lembar masih dihargai 8.000 pound. Orang Amerika ini berjulukan Stan Kroenke. Dewan juga segera memasukkan Kroenke jadi direktur non-executive pada September 2008.

Kroenke segera tahu soal prahara kepemilikan yang sedang terjadi di Arsenal. Akal bulus bisnisnya eksklusif menerawang. Ia ingin lebih jauh terlibat. Sesuai aturan, untuk jadi eksekutif dan mengontrol semua bisnis Arsenal, minimal harus punya 30% saham. Selang tak usang Kroenke melaksanakan misinya. Pertama membeli saham Danny Fiszman sebanyak 10,6%, kedua memborong saham keluarga Richard Carr lebih dari 17,7%. Saham Kroenke menjadi 29,9%!

Namun mencari 0,1% saham setengah mati sulitnya alasannya adalah semua pemilik saham tahu, Kroenke berambisi mengontrol Arsenal. Akibatnya saham Arsenal per lembarnya melonjak jadi 12.000-an pound per lembar. Kubu trio Dein-Usmanov-Moshiri juga melakukan ekspansif. Mereka bergerilya melaksanakan pembelian saham dengan cara retail, lembar per lembar, dari beberapa orang yang punya saham minoritas di Arsenal. Meski capek, akhirnya lumayan.

Hingga masuk ke 2011, Usmanov cs sukses mengumpulkan saham 29,25%! Final antara Amerika vs Rusia di bisnis Arsenal mencapai kulminasinya. Kroenke cuma butuh 0,1% sedang Usmanov 0,75%. Sementara itu harga saham AFC terus melonjak di London Stock Exchange (LSE) meroket 16.000-an pound (Rp 300-an juta) per lembar! Kedua kubu dengan progresif merayu pemegang saham minoritas. Namun mereka bersepakat untuk menunggu keadaan, termasuk perwakilan fans, Arsenal Supporters Trust (AST) yang hanya punya 3 lembar saham!

Prestasi The Gunners abad itu mencapai puncak kegelisahan. Satu-satunya kans juara, di Piala Liga 2011 pun gagal alasannya adalah secara mengejutkan Arsenal ditaklukkan Birmingham 1-2 di Wembley pada bulan Februari. Di grup pemilik saham minoritas, muncul faksi pro dan anti baik Kroenke maupun Usmanov. Bukan itu saja, abad depan sang manajer juga tidak terang. Kontrak Wenger habis di medio 2011. Mudah, ia sedang berdiri di persimpangan jalan.

Di luar pintu, Real Madrid, Bayern Muenchen, PSG bahkan Juventus sudah mengantri untuk meminangnya. Di dikala menegangkan mirip itu, muncullah sesuatu yang tidak diduga, yang membelokkan nasib baik menjadi milik Kroenke dan Wenger: akhir hayat Fiszman pada April 2011. Fiszman, pemilik saham terbesar sebelum dibeli Kroenke, merupakan satu-satunya teman Dein di dewan. Pedagang berlian itu meninggal dunia sehabis usang sakit keras.

Entah mengapa sisa 16,11% saham almarhum bisa dibeli Kroenke, hanya beberapa hari kematiannya. Kroenke pun otomatis jadi preskom Arsenal dengan saham 45,36%. Tamatlah harapan Usmanov dan Dein untuk mengusai Arsenal! Bola salju tidak stop sampai di situ. Wafatnya Fiszman, plus jenuh dengan prahara kepemilikan dan prestasi klub yang merosot; melahirkan sesuatu yang mengubah era depan Kroenke menjadi jelas.

Lady Nina-Bracewell Smith, adalah janda Sir Charles Bracewell-Smith, anak dari Sir Guy George Bracewell Smith ikut melepas seluruh sahamnya yang 15,9%. Langkah itu juga diikuti oleh cucu Sir Guy ialah Clive dan Richard Carr untuk menjual sisa sahamnya pada Kroenke. Per 4 September 2011, Kroenke mutlak menguasai Arsenal dengan 66,76% saham atau 41,537 lembar. Dasar kapitalis, beliau makin giat membeli saham lembar per lembar tiada henti hingga sekarang.

Menurut LSE, di 3 Oktober 2014 saham Kroenke berjumlah 41.639 helai usai membeli 36 lembar saham perorangan. Persentase naik jadi 66,92. Lalu 8 Desember 2014, tim sukses Kroenke menemukan 13 lembar lagi saham yang bersedia dilepas 15.500 pound per lembar. Andilnya pun naik lagi menjadi 66,94% dengan 41.652 lembar saham. Ia masih butuh 3,06% saham untuk menguasai mutlak Arsenal tanpa halangan dari siapapun adalah senilai 70%.

Terkesima Wenger

 pelit senyum apalagi sampai tertawa terpingkal Stan Kroenke: Kapitalis Pemuja WengerHal pertama yang dirasakan Stan Kroenke, Arsenal itu identik dengan Arsene Wenger. Di matanya cuma orang inilah sejagat yang paling pas jadi panglima The Gunners. Kontroversial atau normatif, benci atau cinta, beliau berharap Wenger terus meneruskan darma baktinya di Emirates, kalau perlu sampai jompo sendiri. Ada alasan? "Arsene adalah orang paling mengesankan yang pernah aku temui 20 tahun terakhir ini. Dia orang besar dan aku sangat suka melihat caranya mengatasi dirinya sendiri. Orang ini sangat cerdas alasannya beliau bisa bicara hal apa pun dan amat mengesankan saat berbicara. Saya terpukau mendengarkannya. Harusnya beliau sering mengadakan seminar bisnis," kata Kroenke dikala diwawancarai Jeremy Wilson (The Telegraph).

Faktor Wenger juga jadi motif terkuat Kroenke ketika membeli saham Arsenal. Keyakinannya pada manajer hebat, instruktur luar biasa, ekonom mumpuni, sosiolog, jago gizi atau masakan, pakar statistik, arsitek stadion, konsultan bisnis sampai motivator ini semakin menggiatkan dirinya untuk terus menambah sahamnya di salah satu klub paling tradisional di Inggris tersebut.

Mana kala kepeduliannya pada Arsenal makin besar, semakin terikat pula Kroenke pada sang manajer. Di mata pemilik klub NBA Denver Nuggets ini, enerji Wenger sangat membara. "Fisik dan staminanya luar biasa. Dia merancang, membina, melatih, bepergian, berbicara dan meladeni tekanan dengan luar biasa. Begitu seterusnya. Kadang era beliau seperti yang terlihat menjadi atlet. Arsene adalah Arsenal itu sendiri," papar orang kaya berpenampilan sederhana yang mengaku telah memantau Wenger dan Arsenal semenjak 15 tahun kemudian.

"Saat Arsene membawa Arsenal juara tidak terkalahkan di 2004 itu sesuatu luar biasa dan aku semakin yakin untuk terlibat ke dalamnya," lanjut pengusaha asal Missouri yang mulai masuk ke Arsenal sesudah membeli 9,9% saham Arsenal Holdings plc melalui ITV pada 2007. Di luar respek yang mendalam pada Wenger, tentu Kroenke terkesima dengan karyanya. "Saya suka dengan cara main Arsenal, umpan-umpannya, pergerakan, indah untuk ditonton dan sangat menarik. Saya mengikutinya dari dekat dikala mereka menjadi juara tak terkalahkan pada 2004. Itu hal luar biasa. Saya sering menontonnya eksklusif dikala Thierry Henry masih ada. Itulah awal mula saya suka Arsenal," timpalnya lagi.

Setiap tahunnya owner klub hoki NHL Colorado Avalanche ini menghabiskan 30-40 hari berada di London untuk kegiatan bisnis. Di saat-ketika seperti itu, hampir saban hari beliau pasti bertemu dan berbicara dengan Wenger. Ada banyak kepentingan. Selain salah satu ladang usahanya, kini Arsenal jadi passion barunya. Apalagi putra semata wayangnya, Josh, kebetulan seorang Gooner. Belakangan Josh telah diangkatnya menjadi salah satu administrator Arsenal.

Keterkaitan hubungan pemilik klub MLS Colorado Rapids dengan Wenger lebih dari sekedar profesional tingkat tinggi tapi juga keeratan personal. Mereka saling menghormati, memahami, membutuhkan dan tentu saling berkepentingan. Dua hal yang disukai Wenger padanya: ia fokus pada bisnis dan bukan jenis pemilik yang main atur atau intervensi konten sesukanya. Kroenke bukan bertipe Abramovich atau Berlusconi.

Sebaliknya Wenger dihargai Kroenke karena tak cengeng, tukang todong minta ini-itu bahkan acara terpenting di bisnis sepak bola: bursa transfer. Kroenke paham bursa transfer separonya sepak bola. Respek melahirkan doktrin. Saking percayanya, Kroenke memberi kekuasaan mutlak pada Wenger untuk mengambil semua keputusan go or no go soal produksi, soal teknis, soal pemain dan permainan. Faktor subyektif lainnya ialah, Kroenke dan Wenger nyaris seumuran. Artinya semenjak kecil hidup di zaman yang sama.

Dia merasa hanya disuruh duduk manis oleh sang manajer asal Ivan Gazidis memahami apa yang diinginkan dan dibutuhkan Wenger. Jika Wenger tangan kirinya, maka Gazidis - CEO Arsenal - merupakan asisten Kroenke.

"Saya sangat menikmatinya. Dia sangat cerdas, berintelejensia tinggi dan kita semua tahu Arsene berpendidikan ekonomi seperti halnya saya. Ide beliau bagaimana menjalankan klub amat luar biasa. Arsene adalah pemikir, perencana, pekerja keras, manusia yang mempunyai rekor serta sejarah indah," papar presiden komisaris korporasi KSE UK itu lagi, yang dua tahun lebih bau tanah dari Wenger.

Khawatir Petir

Kisah penyanjungan penganut Partai Republik ini pada Wenger tak berhenti hingga di situ. Anda pernah membaca novel atau minimal menonton film Moneyball? Di situ diungkap sosok konkret Billy Beane, diperankan dengan apik oleh pemain drama Brad Pitt, yang sepintas mengesankan peran Wenger sebab kemiripan contoh pikir. Ternyata memang berkaitan. Keahlian Wenger: kehebatan membelanjakan uang dan menggali nilai secara efektif dan efisien menjadi wangsit Michael Lewis menulis sosok Billy Beane dalam buku Moneyball: The Art of Winning an Unfair Game.

"Billy Beane itu sosok olah raga populer di AS. Anda tahu siapa idola beliau? Arsene Wenger! Ini bukan guyon. Anda tahu itu kenapa," ujar lelaki kalen itu penuh semangat. Alumnus master bisnis di Universitas Missouri begitu takjub alasannya inspirator kunci sukses bisnis olah raga apa pun di dunia itu mengidolai juga Wenger. "Jika Anda melakukan lebih baik dari orang lain, maka Anda selalu jadi yang terbaik. Ini bukan ucapan saya tetapi ucapan Billy Beane, orang yang mengidolakan Arsene Wenger. Silakan Anda cek," sergah laki-laki berkumis ala Adolf Hitler itu dengan serius. Luar biasa.
 pelit senyum apalagi sampai tertawa terpingkal Stan Kroenke: Kapitalis Pemuja Wenger
Dedikasi Arsene Wenger seperti ini yang dikagumi Stan Kroenke.
Waktu terus berjalan. Tak terasa sudah delapan tahun Kroenke berkutat di Arsenal. Namun di balik kekagumannya ada kerisauan mendalam pada Wenger. Bukan kasus sudah 10 tahun Arsenal tanpa gelar liga, tapi soal kelayakan sang maestro meneruskan darma baktinya. Meski dia punya hak prerogatif mempertahankan pria Prancis itu, namun bunyi terkuat pantas tidaknya kelanjutan misi sang profesor ada pada suporter, 60-an ribu pelanggan tetap yang saban minggunya membanjiri Stadion Emirates.

Setelah Sir Alex Ferguson pensiun, Wenger sekarang menjadi manajer paling kekal di Premier League dengan dua rekor terukir langgeng: manajer asing terbaik sepanjang era di Arsenal dan di Inggris, serta satu pencapaian awet: meraih juara tanpa terkalahkan di 2003/04, menjadi tiga rekor kalau dia sukses mengantarkan Arsenal menjuarai Piala FA 2016. Tampaknya hanya Wenger sendiri yang bisa mengusir dirinya dari Emirates. Musim 2016/17 adalah periode terakhir sang profesor di Arsenal sesuai kontrak pada Juni 2017.

"Ia memahami perasaan kita, apa filosofi klub, apa yang ingin kita lakukan dan ini menciptakan saya merasa bahwa kami total menyatu. Arsene Wenger selalu ingin melaksanakan cara yang sama dengan yang kita pikirkan. Saya tidak mau berbicara sesuatu yang bukan beliau rasakan. Selama ini ia telah melakukan apa yang dia cintai. Pada akibatnya keputusan ada pada Arsene sendiri," jelas laki-laki kelahiran 29 Juli 1947 itu dengan pasrah.

Tak satupun orang di Diklat Colney atau di kabinet Emirates ingin Wenger pergi, bahkan membayangkan kelanjutan Arsenal pun tidak. Semua besar hati bekerja untuk dan dengan Wenger semoga roda klub terus menggelinding ke seluruh dunia. Sebuah klub berusia 127 tahun. "Ia telah melaksanakan hal luar biasa untuk Arsenal. Namun Arsene pemilik dirinya sendiri, pikirannyalah yang kelak menetapkan itu," imbuh ayah dari Josh Kroenke dan Whitney-Ann Kroenke.

Kroenke menanggung beberapa perasaan sekaligus. Tatkala membahas Wenger, pria bermisai ini bersemangat namun juga berhati-hati. Ia harus mengakui dirinya telah terlibat dalam dengan Arsenal, baik sebagai penggemar maupun pemilik. Semua orang suka dengan kemenangan. Pemilik, pemain, instruktur, apalagi fans. Buat Arsenal dengan sejarah hebatnya, kepedulian mereka untuk menjadi yang terbaik menjadi gairah hidup sehari-hari yang bisa menembus khayalan dan membuka motivasi. Ini pula yang dirasakan Stan Kroenke.

Satu kisah pada 2012 yang kelak tak pernah dilupakan Kroenke perihal Wenger. Saat itu beliau mengajak Josh dan beberapa temannya, juga rombongan tim basket Denver Nuggets ke Colney untuk melihat latihan Arsenal. Tiba-datang hujan turun dengan deras, ada gemuruh halilintar.

Mereka tak percaya pada pemandangan gila. Wenger masih di lapangan terbuka, basah kuyup, tetap melatih skuatnya sambil berteriak meski suaranya tak didengar pemain. "Oh, begitu rupanya keseharian Arsene. Oh Tuhanku, saya khawatir mereka disambar petir. Semuanya itu pasti alasannya adalah cinta karena Anda tak akan melakukan tanpanya. Itulah sebuah passion," pungkas Kroenke sepenuh hati.

(foto: mirror.co.uk /greatgoals/thesun/arsenal.ir/sport&style/pinterest)