Thursday, June 25, 2015

Dilema Berlusconi: Dosa Galliani Dan Ambisi Thaechaubol

Bergerak yakni awal kesuksesan bisnis. Zaman semakin maju, dan waktu terasa cepat. Ini barangkali yang sekarang semua rasakan. Bergerak cepat, lebih proaktif, dan berani ambil resiko merupakan cara-cara supaya tidak ditinggal zaman dan lawan. Meski bukan yang pertama, namun planning pembelian 48% saham pribadi Silvio Berlusconi oleh Thai Prime Company Ltd pimpinan Bee Thaechaubol, amat lazim terjadi di periode globalisasi.
 Ini barangkali yang sekarang semua rasakan Problem Berlusconi: Dosa Galliani dan Ambisi Thaechaubol
Silvio Berlusconi dan Bee Thaechaubol. Melepas saham 48%.
Di dalam buku The Commandments of the 21st Century Management, Matthew Kiernan bilang bahwa di era 21, eranya kecepatan dan responsif, perubahan peta persaingan berjalan parsial dan harus toleran pada ambiguitas. Perjalanan berbeda di era 20 yang lebih stabil dan mudah diprediksi, alasannya adalah prosesnya selalu berpatokan pada ukuran, skala, dan kepastian.

Kini kepemimpinan mampu dilakukan setiap orang karena tuntutan agar lebih luwes lebih signifikan akhirnya. Klub-klub tradisional Italia mirip Milan punya kepemimpinan dan hirarki dalam organisasinya. Namun sekarang kemenangan persaingan di kala depan bukan ditentukan oleh seberapa besar penguasaan pasar, tapi seberapa besar penciptaan pasar. Yang niscaya, sepak bola juga harus menyisakan harta karun terakhirnya berupa 2V, vision dan values.

Internazionale sudah melakukannya dua tahun silam ketika konglomerat Indonesia Erick Thohir membeli 70% saham leluhur Keluarga Moratti. Bahkan sebelum di kurun Calciopoli, Juve pernah membiarkan Al-Saadi Qaddafy meraup 7,5% sahamnya. Milan dilamar Thaechaubol seharga 1,1 milyar pound atau Rp 22,73 trilyun (dengan kurs Rp 20.663,95 per 12 Juni 2015) untuk saham sebesar 60%. Jika setuju, Thaechaubol siap membayar uang muka untuk 20%.

CEO Milan Barbara Berlusconi dan GM Adriano Galliani kelimpungan mendengarnya. Jika bilang 'ya' Milan akan berpindah tangan seperti Inter. Seluruh jajaran manajemen dan hak marketing yang kini ini berjalan akan berganti. Thaechaubol pun akan jadi pemilik Milan yang baru. Dia cuma mempertahankan posisi Barbara dan Galliani setahun sebagai transisi. Sekali lagi, jika mendapatkan tawaran ini, dipastikan Berlusconi akan kehilangan belahan jiwanya.

Berlusconi gamang. Uang teramat banyak untuk ditolak. Berhari-hari beliau memikirkan sembari cari ilham. Suatu hari Thaechaubol diundangnya ke Arcore untuk rapat intensif. Lantas Berlusconi berkisah sejarah Milan. Thaechaubol, pendiri Private Equity Group, tekun mendengarkan dan terkesima dengan argumentasi sang capo. Thaechaubol hasilnya sadar, AC Milan adalah Berlusconi itu sendiri. Barbara lega mendengarnya, terlebih lagi Galliani.

Namun walau bagaimana Thaechaubol dalam posisi di depan dibanding Berlusconi. Jika dilepas, barangkali Berlusconi akan gigit jari dan peluang untuk mengubah nasib Milan sirna. Jangan-jangan di demam isu berikut Rossoneri kembali ke Dark Ages seperti 1983 akan degradasi ke Serie B. Beberapa pekan kemudian komposisi deal itu berubah. Saham yang dilepas 48% tapi nilai nominalnya turun jauh menjadi 500-an juta euro atau lebih dari Rp 7,5 trilyun.

Dengan 52% saham di tangan, Berlusconi tetap menjadi pemilik Milan dan pengambil keputusan tertinggi. Semuanya tidak berubah kecuali profit Milan kini dibagi dua. Berlusconi berkilah, pelaminan dengan orang Thai ini jauh lebih baik ketimbang ajuan sekumpulan konsorsium milyuner Tiongkok yang didukung penuh pemerintah Cina. Sebelum Thaechaubol masuk, ia mendapat tawaran mengejutkan bercap bintang merah Republik Rakyat Cina.

Barbara Berlusconi
 Ini barangkali yang sekarang semua rasakan Problem Berlusconi: Dosa Galliani dan Ambisi Thaechaubol
Barbara Berlusconi, Sinisa Mihajlovic, Silvio Berlusconi, dan Adriano Galliani.
Konsorsium yang namanya dirahasiakan itu punya tujuan yang penting yakni mempromosikan Serie A dan memberi peluang bagi Milan membuat perguruan tinggi yang jadi pilot project untuk 200 juta anak-anak di Cina berusia di bawah 8 tahun. Awalnya Berlusconi melalui Fininvest, menyodorkan 75% sahamnya yang logikanya akan berbanding lurus dengan 1,5 milyar populasi insan.

Menurut laporan La Gazzetta dello Sport, kelompok ini siap mengakuisisi 60% saham Milan yang ditukar dana segar 365 juta pound atau sekitar Rp Rp 7,5 trilyun, sama dengan tawaran Thaechaubol. Namun kubu Tiongkok meminta khusus supaya Paolo Maldini dijadikan direktur teknik dan konsultan finansial top Italia, Victor Dana, menjadi CEO-nya. Orderan ini tentu saja berat bagi Berlusconi lantaran korelasi dirinya dengan Maldini rada acuh taacuh.

Di luar kontak eksternal, persoalan Milan sebetulnya ada di dalam. Manajemen yang centang perenang. Don Silvio tidak menutup mata. Keputusan memutasi sahabatnya, Galliani, dari CEO menjadi GM tidak mengecewakan mengejutkan. Galliani (71), kini di bawah kendali Barbara (30), yang diangkat sebagai CEO gres. Dosa Galliani terbesar ialah gagal mencari manajer baru seusai Max Allegri resign mendadak. Tassotti? Seedorf? Pippo, untuk Milan? Ayolah.

Namun problem terbesar justru dengan hengkangnya Ariedo Braida, administrator transfer terkenal di Italia, sempurna di malam tahun gres 31 Desember 2013. Bagaimana kelihaian Braida di bursa transfer bisa melihat Sampdoria, yang memakai jasanya per 1 Juli 2014. Sampdoria sekarang berada tiga tingkat di atas Milan di klasemen selesai 2014/15 sehabis menyediakan pemain yang tepat buat pelatih Sinisa Mihajlovic.

Tak heran Braida lalu digaet Barcelona untuk jabatan yang sama semenjak 12 Februari 2015. Galliani seorang die-hard, namun dikala mengambil keputusan, kapasitasnya tidak ada separonya bos besar. Dia amat erat dengan tim, rajin menonton di stadion atau dikala latihan. Berlusconi tahu betul tangan kanannya ini sangat setia, seorang negosiator ulung berjuluk seekor burung kondor yang akan menjamin pasokan pemain sempurna untuk manajer baru Milan, Sinisa Mihajlovic!

Konon, Zlatan Ibrahimovic dan Jackson Martinez jadi buruan Galliani paling kakap. Tapi ini dinilai untuk menyelamatkan reputasinya. Beberapa grup Milanisti di Italia bermimpi Berlusconi segera mencampakkan Galliani. Mustahil. Gara-gara Galliani juga, seorang legenda macam Baresi tak berkembang di level manajemen. Bahkan Maldini terang-terang enggan masuk ke dalam lingkaran. Seedorf yang ogah jadi yes man hasilnya bentrok juga dengan Galliani.

Milanisti juga berharap agar skuad Milan dicuci gudang, terutama untuk pemain senior macam Michael Agazzi, Michaelangelo Albertazzi, Cristian Zaccardo, Michael Essien, Nigel De Jong dan Pablo Armero. Satu-satunya yang patut dipertahankan ialah Ignazio Abate. Menurut mereka kunci kehancuran Milan yakni lenyapnya fighting spirit yang jadi karakteristik awet. Galliani dituding jadi biang keroknya. Oh sialnya beliau. Itulah resiko bila jadi bemper big boss.

(foto: bangkokpost/straitstimes)

0 comments:

Post a Comment