Monday, December 22, 2014

Lionel Messi (3 - Habis): Belum Teruji Di Premier League

Selain titel Piala Dunia, faktor lain yang mencurigai kadar kelegendaan Lionel Messi tiada lain soal kiprah satu-satunya di Barcelona dan hanya bermain di La Liga. Beda dengan Diego Maradona yang selain merumput di tanah Spanyol juga bermain di Serie A dan Liga Argentina, tidak demikian dengan Messi. Berbeda dengan Cristiano Ronaldo yang pernah tampil di Premier League Inggris dan Primeira Liga Portugal. Buat sebagian pihak, hal ini ternyata sangat signifikan menjadi satu hipotesis.
 faktor lain yang meragukan kadar kelegendaan Lionel Messi tiada lain soal kiprah satu Lionel Messi (3 - Habis): Belum Teruji di Premier League
Akankah Lionel Messi seumur hidupnya hanya bermain di La Liga?
Bahkan Messi itu belum pernah merumput di Liga Apertura atau Clausura di negerinya sendiri! Lantas bagaimana jikalau Messi bertemu klub papan bawah Premier League atau kasta lebih rendah lagi yang dikenal punya bek-bek bengis dan kejam tiada ampun? Membayangkan Messi beraksi di depan Stoke City atau Millwall di Piala FA bakal menjadi keinginan tersendiri buat khalayak dunia. Di langgar resmi, selama ini Barcelona hanya bertanding dengan klub-klub papan atas di ajang Liga Champion. Arsenal, Chelsea, Liverpool, Manchester City, dan Manchester United.

Begitu pula andai Messi main di Italia yang punya barisan pertahanan super ketat. Apakah beliau sanggup melewatinya dan tetap menjadi raja gol seperti yang disandangnya di Spanyol dan Eropa? Sepak bola olah raga unik. Kadang-kadang tubruk terberat bukan dikala meladeni klub-klub elite, tapi justru di depan klub-klub kecil berteknik lemah yang sangat mengandalkan kekuatan fisik. Lepas dari segala argumentasi, benar juga kalau disebut Messi belum teruji terutama di Inggris dan Italia.

Paul Hayward, redaktur olah raga The Telegraph bahkan menyebut Liga Spanyol tidak mempunyai kekuatan paripurna dan pertahanan sempurna untuk menghentikan sepak terjang penyerang. Faktor inilah kenapa Messi, termasuk Cristiano Ronaldo, terus merajalela di Spanyol. Ronaldo melaksanakan banyak tipuan untuk mengelabui bek-bek Premier League sewaktu membela Manchester United. Dia juga beberapa kali terkena kartu merah akibat emosi yang bablas setelah habis akal.

Tensi Ronaldo kini jauh lebih kalem di La Liga. Messi malah belum pernah mencicipi provokasi pemain dan tekanan penonton khas Inggris atau Italia. Secara masif, dia tak pernah dikerjai bek keras bin kerok macam Ryan Shawcross atau Giorgio Chiellini. Berbeda dengan La Liga, Premier League dan Serie A punya kesamaan esensial di mana sepak bola hasil jadi tujuan utama. "Untuk menghormati ciri khas sebagai hiburan, La Liga berubah menjadi menjadi permainan basket bagi kedua superstar-nya," tulisnya.

Kelemahan klub-klub Spanyol yaitu counter-balancing force, kekuatan menahan serangan balik yang menciptakan Messi dan Ronaldo sangat merajalela, duopoli yang sulit dilarang serta nyaris untouchables. Saat itu baik Messi maupun Ronaldo bak banteng mengamuk. Jika keduanya sudah satu melawan satu dengan bek, maka 90 persen menghasilkan gol. Bayangkan dalam sepekan di pekan kedua Desember, dua megabintang itu mencatat rekor-rekor yang bikin mata orang mendelik.

Sepak Bola Ding-Dong

 faktor lain yang meragukan kadar kelegendaan Lionel Messi tiada lain soal kiprah satu Lionel Messi (3 - Habis): Belum Teruji di Premier League
Faktanya, di Inggris Lionel Messi hanya bisa bikin satu gol.
Usai mencetak hattrick ke gawang Celta Vigo, Ronaldo mengemas rekor barunya: 23 kali mencetak tiga gol atau lebih yang menumbangkan Alfredo Di Stefano dan Telmo Zarraonandia Montoya (22 kali). Tak usang kemudian, Messi juga menumbangkan rekor total gol Telmo Zarra (251). Tiga golnya ke gawang Espanyol melambungkan rekor baru dengan 253 gol. Sistem permainan di La Liga terang-jelas menyuburkan kedua bintang saling memperbarui rekor-rekor sensasional.

Messi dan Ronaldo memasuki zaman keemasan. Keterampilan yang memukau, aplikasi permainan yang di atas rata-rata, kharismatik, atletis; merupakan hiasan asli publik layaknya matador usai menusuk-nusuk punggung banteng kemudian mengeksekusinya sampai tewas. Penonton pun bersorak kegirangan "ole! ole! ole!". Sungguh pemandangan yang ironis mengingat di abad sepak bola modern, dominasi seharusnya sulit mendapat daerah.

Mencetak gol selalu ditunggu-tunggu dalam sepak bola. Namun terlalu mudah mencetak gol melahirkan banyak pertanyaan. Apakah keduanya terlalu dihormati atau dilindungi? Bagaimana La Liga jika mereka usang cedera barengan? Ada apa dengan sistem permainan? Apa sebab mereka itu pemain Real Madrid dan Barcelona? Seberapa jauh kepentingan para sponsor, pengiklan, bahkan pemegang hak siar atas terciptanya sensasi Messi dan Ronaldo setiap pekan?

Lupakan praduga liar seperti itu. Sistem permainan sepertinya paling disorot. Andai pun bukan Messi atau Ronaldo, maka Karim Benzema, Gareth Bale, Isco, James Rodriguez, Neymar Da Silva atau Luis Suarez bakal bertindak sebagai pengganti mereka secara otomatis. Perlu diingat, lewat talenta dan keterampilannya, seorang Messi mampu bikin gol dari setengah lusin sudut tanpa perlawanan. Di Inggris Messi hanya bisa bikin satu gol. Ketidak-seimbangan permainan di La Liga pun semakin jelas.

Di Premier League, Messi mampu sangat menderita, terutama menghadapi bek-bek Stoke City, West Ham, atau Southampton. Ronaldo, Thierry Henry, Ruud van Nistelrooij hingga Luis Suarez pun merasakannya. Mereka pernah 'dizalimi' bek-bek Premier League. Perbedaan rasa permainan, ditambah dengan kehebatan talenta kadangkala membuat laga-laga di La Liga mirip sepak bola ding-dong.

Boleh disebut semua ini dikarenakan oleh sistem. Gara-gara sistem seperti ini pula lahir anggapan stereotif bahwa bek-bek di Spanyol berkelas rata-rata. Kehebatan pemain butuh kekuatan besar lawan biar terlihat semakin brilyan. Sayang La Liga tidak menyediakan. Inikah yang menjadikan Messi dan Ronaldo menerima nirwana reputasinya?

(foto: isu-mali/soccermaylife)

0 comments:

Post a Comment