Sunday, May 19, 2013

Sir Alex Ferguson (3): Cara Mengendalikan Bisnis

Di suatu pagi suram pada final Maret 2005, angin menderu liar menciptakan dedaunan dan ranting aneka pepohonan besar yang memagari markas latihan Carrington ikut bergoyang keras. Musim semi baru saja tiba, namun suhu sudah menukik tajam mendekati titik nol. Para pemain melakoni latihan mirip biasa tanpa pemanas ruangan, tapi tidak demikian dengan dua perjaka ini.
 angin menderu liar membuat dedaunan dan ranting aneka pepohonan besar yang memagari marka Sir Alex Ferguson (3): Cara Mengendalikan Bisnis
Bekerja di bar ialah modal awal untuk mengendalikan bisnis di sepak bola.
Sebagai orang Portugal dan Argentina yang hawanya terbilang hangat, keduanya seketika sengsara begitu disapu suhu masbodoh. Mereka yaitu Cristiano Ronaldo dan Gabriel Heinze. Di rumah pemanas eksklusif menyala begitu termometer menunjuk suhu di bawah 20, apalagi di lapangan terbuka seperti ini? Usai tubuh agak hangat, Ronaldo dan Heinze baru bergabung dengan gerombolan pemain.

Cuaca redup di sekitar jam 07.00-08.00 itu seolah ikut bersimpati dengan murung yang sedang melingkupi Manchester United. Baru kemarin mereka disingkirkan AC Milan di Liga Champion. Sedangkan isu pengambil-alihan kepemilikan klub oleh orang Amerika tampaknya makin mendekati kenyataan. Di dalam dan di luar lapangan, sungguh, klub ini sedang menghadapi tantangan besar.

Latihan berjalan normal seperti biasa. Pemanasan Phil Neville meloncat-loncat. Abangnya yang sedang cedera, Gary, berlari-lari kecil sambil terus melihat-lihat perimeter di tangannya. Di pagi yang acuh taacuh itu, superstar muda Wayne Rooney, malah menyemplung ke kolam renang khusus, hydrotherapy pool, untuk refleksi peredaran darah di kakinya yang memar.

Ketika kabut makin menyelimuti Carrington, kurang jelas terlihat wajah merah Sir Alex Ferguson. Dia mengenakan pelatihan-suit lengkap dengan epilog kepala berbahan wol. Bagi yang tak biasa melihatnya, wajah merahnya bakal bikin kikuk. Antara marah dan menahan acuh taacuh mirip tidak ada bedanya. Apakah beliau sedang memikirkan Milan atau Malcolm Glazer? Atau kedua-duanya? Bisa jadi.

Satu Carrington tahu, sang manajer paling benci dengan kekalahan. Hal itu baru akan normal kalau para pemain bisa memberi kemenangan berikutnya. Para wartawan yang hanya boleh melihat latihan dari jarak minimal 50 meter jadi beruntung melihat wajah si pemarah seperti itu. Mereka bisa berimajinasi apa saja tanpa harus bertanya eksklusif, yang tampaknya agak riskan dilakukan.

Ada yang menebak Fergie marah alasannya adalah merasa 'dipermalukan' Jaap Stam, bek Milan yang dua tahun lalu dijualnya ke Lazio. Di dua adu babak 16 besar Liga Champion 2004/05, Stam bermain ahli dan jadi penghalang duet Rooney dan Ruud van Nistelrooij untuk mencetak gol. Tidak di Old Trafford, tidak di San Siro, United sama-sama kalah 0-1. Uniknya kedua gol dibentuk oleh Hernan Crespo.

Sebagai mentor terkemuka sekolah administrasi hair-dyer  - memotivasi, memaki, menasehati, dan menginstruksikan pemain dengan mendekatkan wajah sehingga bersuara kencang yang menyebabkan angin - wajar bila wartawan juga jadi takut. Manajemen Ferguson penuh dengan agresi fisik dan air mata yang puncaknya ada di kamar ganti. Itu belum seberapa alasannya adalah terkadang ia bisa membabi-buta.

David Beckham pernah sobek alis matanya sebab terkena hantaman sepatu bola yang ditendang Ferguson. Jauh sebelumnya, Stam juga meringis keras alasannya jari jemarinya tertimpa bangku yang disepak sang bos. Namun di luar kamar ganti, bos temperamental ini dikenal hangat dan suka bercanda. Teknik motivasi ala Fergie sulit ditiru meski bikin resah banyak kalangan tentang keefektifannya.

Ada yang bilang, begitu cara simpel Fergie memberdayakan Emotional Intelligence seseorang. "Hari ini aku ingatkan pemain betapa bagusnya mereka. Yang terpenting adalah kita kalah dengan terhormat. Mereka orang-orang jago dan amat penting punya kerendahan hati. Bahkan menjadi aktual dikala kalah," tutur Ferguson sebelum memulai latihan untuk merefleksikan kekalahan dari Milan.
 angin menderu liar membuat dedaunan dan ranting aneka pepohonan besar yang memagari marka Sir Alex Ferguson (3): Cara Mengendalikan Bisnis
Manajemen Ferguson penuh dengan aksi fisik dan air mata.
Buat yang berpikiran konkret, beliau dianggap orang yang hati-hati dalam beropini, penuh pertimbangan bahkan pendiam. Kecintaannya pada kecepatan mampu dilihat kepemilikan atas seekor kuda balap. Obsesinya pada pengetahuan dibuktikan oleh kemauannya belajar bahasa Prancis dan piano, yang mana lagu andalan beliau mirip dengan kesukaannya Muhammad Ali, The Tennessee Waltz.

Sifat Kebapakan

Dengan model orang seperti itulah Ferguson terinspirasi punya cara mengendalikan bisnis di Manchester United. Tiada yang salah. Begitulah sosok Alexander Ferguson, yang abad muda dijuluki Furious. Seorang guru di Skotlandia mengenang era kecil salah seorang muridnya yang menjadi label Fergie hingga selesai hayatnya. Seperti apakah? "Seorang anak yang gampang memulai perkelahian di ruangan kosong," kenang guru tadi.

Faktanya tidak jauh alasannya huruf telah terbentuk semenjak awal. "Jika kami kalah di hari Sabtu, aku harus segera mencari tahu kenapa. Tapi aku paling tidak mampu menangani mitos. Padahal katanya semakin Anda sukses, semakin besar pula mitos itu. Saya pernah mendengar dongeng wacana aku yang berlatih meneriaki pemain. Saya sungguh-sungguh membacanya. Itu tidak benar," kata Ferguson.

Ferguson adalah figur mitos itu sendiri. Sejak tiba di Old Trafford pada 1986, dia telah mengubah klub pesakitan menjadi klub paling konsisten sukses di dunia. Diantara empat lusinan trofi, satu-satunya mahkota yakni dikala meraih treble - Piala FA, Premier League, dan Liga Champion - di 1998/99. Hanya Roberto Mancini, Sven-Goran Eriksson, dan Lazio-nya di Piala Super yang mencegahnya meraih quadruple.
 angin menderu liar membuat dedaunan dan ranting aneka pepohonan besar yang memagari marka Sir Alex Ferguson (3): Cara Mengendalikan Bisnis
Fergie: kalau kalah, aku harus segera mencari tahu kenapa.
Buat Ferguson yang lahir dari golongan kelas pekerja, lintasan hidup di abad renta seperti itu terlalu bagus. Bapaknya hanya buruh galangan kapal di pelabuhan Govan, Glasgow. Di abad mudanya, Fergie tak ada punya dongeng apa-apa apalagi prestasi sebab beliau gantung sepatu secara dini pada 1974 di klub Ayr United. Bahkan ia nyaris melupakan sepak bola dikala membuka kafetaria berjulukan Fergie's.

Bekerja di kafetaria selalu mendapatkan pengalaman dan wangsit gres setiap hari. Ini ialah modal awalnya, modal awal cara mengendalikan bisnis di sepak bola. Ketika beralaskan antusiasme beliau mampu sukses di klub kecil Queens Park dan Saint Mirren, pada 1977 sebuah klub besar Aberdeen menantang kepiawaiannya. Sejak itulah hidupnya berubah. Sejak itu pula beliau tak pernah istirahat dari seluk beluk dan sepak terjang sepak bola. Hingga hari ini.

Mitos kedua Ferguson paling santer tiada lain pendekatan paternalistik untuk memberi tantangan pada pemain muda sebagai langkah penentu cara mengendalikan bisnis di Old Trafford. Tak tanggung-tanggung, segerombolan pemain satu angkatan tiba-datang menjadi skuad inti pasukannya yang secara bisnis menghemat ratusan juta pound. Paul Scholes, David Beckham, Nicky Butt, Neville bersaudara, dan Ryan Giggs tidak akan pernah melupakan jasa Ferguson.
 angin menderu liar membuat dedaunan dan ranting aneka pepohonan besar yang memagari marka Sir Alex Ferguson (3): Cara Mengendalikan Bisnis
Gaya kebapakan yang terbuka, efektif dan efisien.
Di kala itu, anggaran transfer dialihkan buat  membangun markas latihan Carrington lebih glamor dan pendirian Manchester United Academy. Di sini talenta-talenta lokal dicetak sejak usia 9 tahun. Beberapa diantaranya kini jadi calon bintang. Tanpa harus masuk bangku kuliah lagi, Fergie punya cara mengendalikan bisnis yang hebat dengan membentuk sistem paling efisien sebuah korporasi raksasa untuk ke era depan.

Sejak bocah, para pemain sudah mengenal etika panglimanya sehingga mereka rela dikontrol, dikuasai, dimotivasi ketika beranjak sampaumur. Gaya kebapakan yang terbuka terbukti efektif dan efisien sehingga suasana kekeluargaan tampak positif. Gordon Strachan, yang dibina Fergie ketika di Aberdeen, mengakui melihat mobil sang manajer suatu malam di depan rumahnya sehingga dia yakin beliau diawasi.

Beckham, yang menimbulkan Fergie ayah keduanya, dan Ferguson juga menimbulkan Beckham sebagai salah satu putranya, punya kekerabatan jauh lebih unik. Fergie begitu marah dan cemburu setelah tahu anak kesayangannya akan mengawini seorang wanita ambisius yang bukan menjadi 'menantu' idamannya. Hingga kini, Victoria Adams tidak pernah bertegur sapa dengan Ferguson.

Melakukan patroli ketat selama dua dekade lebih, baik di Carrington maupun di Old Trafford bukan pekerjaan enteng. Pada kesudahannya manajerial Fergie bernilai bisnis yang tinggi. Ada dua hal yang penting, begitu beliau berpendapat soal cara mengendalikan bisnis. "Paling utama yaitu memenangkan pertandingan, sesudah itu urusan komersial akan lebih mudah meraih sukses." Wow, cerdas dan sederhana!

Pembelajaran bagaimana Fergie menangani sisi bisnis mampu dilihat pada Wayne Rooney. Ketika tahu pemain Everton itu 'mampu' dibeli, Fergie pribadi mendatangi David Gill, dan berkata tegas: "Kami mesti menerima anak ini, ayolah, hanya 20 juta (pound)! Itu tidak berarti apa-apa dibanding Chelsea atau Arsenal yang merebutnya. Dan jikalau itu terjadi, fans kita akan memperabukan kawasan ini!"

Peran David Gill

 angin menderu liar membuat dedaunan dan ranting aneka pepohonan besar yang memagari marka Sir Alex Ferguson (3): Cara Mengendalikan BisnisSesi latihan gres usai, saat para wartawan tersadar apa yang terjadi pagi itu. Kegalauan Fergie bukan sebab aksi perang investor, tapi memang akhir kalah dari Milan. Bertebaran rumor bahwa Fergie akan resign karena hubungan dengan owner, terutama John Magnier dan John Patrick McManus, terus memburuk. Tapi analis yakin investor dari AS berusaha sekuat tenaga biar Fergie bertahan. Terus jelas, inilah pertama kalinya semenjak 1986, Ferguson terlibat office-politicking di Old Trafford. Di satu sisi beliau menyanjung tradisi klub yang memang pantas dimiliki oleh bangsa Britania. Pada sisi lain, dirinya tidak cocok dengan pemilik lama. 

Sementara calon pemilik gres malah menginginkan dirinya. Fergie paham, tuntutan pemilik saham terkadang membuatnya frustrasi. Untungnya sejak muda dia paham cara mengendalikan bisnis di sepak bola. "Ada saatnya dikala saya dihadapkan oleh situasi bahwa klub harus membayar deviden kepada pemegang saham sebagai bentuk tanggung-jawab. Terkadang hal itu bisa memancing pertanyaan 'kenapa mereka yang harus diberi uang?' 

Berikan saja kepada saya sehingga aku bisa membelanjakan untuk pemain baru. Namun Anda mesti memahami bahwa keseimbangan keuangan mampu saja terganggu. Kepergian Peter Kenyon pada 2003, yang dibajak Roman Abramovich, justru mengakrabkan Fergie dengan Gill. Kohesi keduanya terbilang prima. Fergie jadi bersemangat melihat Gill antusias. Pun sebaliknya. Padahal Fergie tahu betul kelakuan investor gres yang menyakiti Gill. Bayangkan, Glazer memboyong para akuntannya untuk mengontrol keuangan klub dari celah mana saja.
 angin menderu liar membuat dedaunan dan ranting aneka pepohonan besar yang memagari marka Sir Alex Ferguson (3): Cara Mengendalikan Bisnis
Inilah intisari cara mengendalikan bisnis ala Ferguson.
Gaya Amerika dengan kultur koboi-nya suka membingungkan budaya aristokrasi British. Jika peperangan antar investor itu ikut diladeni, barangkali dongeng Fergie di United sudah berakhir pada 2005. Tapi kecintaan pada permainan, terobsesi pada kemenangan, menciptakan sang grandmaster Old Trafford ini terasa mendidih oleh tantangan gres yang mengusik dirinya: sepak terjang Chelsea!

Bukan Fergie tidak tahu ketamakan Glazer. Dia juga paham nilai bisnis United di lantai bursa saham di London dan New York. Beliau juga maklum jikalau Nike dan Vodafone justru menggelontorkan bujet edan di abad klub dilanda kekisruhan. Pendek kata, beliau tahu Old Trafford itu yakni tempat menetasnya telur emas. Jika ada telur, pasti ada angsa atau ayam. Siapa bebek atau ayamnya dia juga paham. Inilah intisari cara mengendalikan bisnis ala Fergie.

Acapkali idealistis harus berada di depan dari realistis. Ini pemahaman berikut dari cara mengendalikan bisnis ala Ferguson: mengembalikan ke khittah fundamental sepak bola itu sendiri: sebagai permainan, peperangan di lapangan hijau. Dia berpikir, selama kepentingannya tak dihambat, termasuk posisi Gill, ia tak begitu peduli dengan semuanya. Hanya itu syaratnya. Ferguson tahu betul di mana posisinya, kompetensinya, keahliannya. Dia coba bersikap pragmatis saja.

Ada satu nama yang diwaspadai, dijadikan tantangan gres, yang mengembalikan lagi kesehatan jiwa dan raganya. Orang ini bernama Jose Mourinho. Keputusan Fergie untuk bertahan menyelamatkan nasib dan era depan sekitar 20 pemain utama, serta puluhan pemain anabawang. Yang signifikan lagi, milyaran suporter Red Devils menyambut gembira dan mendoakan kesehatannya.

"Yang aku lakukan dalam hidup ini ingin main di klub  terbaik, yang punya manajer terbaik di dunia," ucap si pemain. Gill dan Fergie paham seluruh skuad buatan mereka. Secara struktur, Gill adalah bosnya Fergie. "Dia selalu minta lebih. Ada saatnya berkata tidak. Dia tak merajuk lagi untuk kedua kali," ucap Gill tentang Fergie.

"Saya banyak belajar darinya. Setiap hari kami bicara di telpon, dan seminggu sekali bertemu secara formal. Istri saya bilang aku gampang terbujuk. Tapi buat saya tidak," ucap sang CEO. "Dia datang dengan tawaran gaji baru beberapa pemain. Jika saya pikir memang harus, maka saya akan bayar. Ada banyak David Gill di luar, tapi tidak ada lagi Ronaldo dan Rooney di luar," tuturnya lagi.

Mengingat United ditopang oleh tradisi yang kuat di satu sisi, dan loyalitas fans di sisi lainnya, hampir niscaya akan terjadi kekacauan besar-besaran jika mereka serempak mundur. Sejarah mencatat, mereka bertahan hingga delapan tahun ke depan dan Manchester United meraih 16 trofi (5x di liga, 5x Community Shield, 4x di Piala Liga, 1x Liga Champion, dan 1x Piala Dunia Antarklub).

(foto: radiotimes/mirror/telegraph)

0 comments:

Post a Comment