Monday, September 7, 2015

Maurizio Sarri: Tantangan Gres Si Mantan Bankir

Buat tifosi Napoli yang militan dan fanatik, begitu melihat jagoannya cuma meraup dua poin dari tiga tabrak terperinci bikin dongkol selain gundah. Ini terang jauh panggang dari api, alias melenceng berat dari ekspektasi. Si biang kerok pun harus dicari. Benarkah ini gara-gara ketidak-becusan si instruktur gres yang ditugaskan meneruskan peran Rafael Benitez? Begitu menuai hasil jelek, orang ini seketika jadi antagonis.

Buat tifosi Napoli yang militan dan fanatik Maurizio Sarri: Tantangan Baru Si Mantan Bankir
Memandang Teluk Napoli yang terkenal indah dengan latar belakang Gunung Vesuvius.
Untuk mengurai cita-cita gres berbekal start buruk Partenopei abad Benitez, mau tak mau mesti membahas sosok mastermind-nya yang teranyar, alasannya perubahan terbesar Napoli ada di sektor pelatih. Maurizio Sarri namanya. Sebagai orang asli Napoli, eksistensi Sarri di klub yang berjuluk il Vesuvio ini mendapat dua laba langsung. Pertama, sang pemilik, Aurelio De Laurentiis (ADL), tak perlu capek-capek memotivasi atau ceriwis mewanti-wanti. Kedua, tifosi risih mengajari Sarri soal sikap abjad atau sikap mental khas Campania alasannya adalah semua itu sudah ada dalam jiwa raganya.

Sarri, yang dilahirkan pada 10 Januari 1959, adalah anak seseorang yang sama sekali tidak punya DNA keturunan pemain bola. Ayahnya hanya buruh garang di pabrik, miskin pula, sehingga suatu hari pada 1962 ia mesti membawa keluarganya ke Figline Valdarno, Italia tengah, demi kehidupan yang lebih baik. Meski tinggal jauh, keluarga ini merasa akrab dengan kampung halaman jika mengingat klub idola.

"Sejak lahir saya sudah Napoli, mirip halnya budaya Italia di mana orang akan membela klub kota kelahirannya hingga mati," kata Sarri seakan-akan menegakkan loyalitasnya. Dia pun terobsesi seperti kebanyakan anak lelaki Neapolitan, sebagai Surdato 'nnammurato (serdadu cinta), yang salah satu jalan terbaiknya dengan jadi bagian dari Napoli, entah itu pemain, instruktur atau pengurus klub.

Sarri memang tidak dibesarkan di Napoli, tapi soal kesetiaan jangan diragukan. Apapun soal Napoli, ia masih ingat secara mendetil sampai 50 tahunan ke belakang. "Saya yakni satu-satunya bocah di kota Figline Valdarno yang menjadi tifosi Napoli. Anak-anak lain niscaya pendukung Juve, Inter, atau Milan, atau setidaknya klub lokal di kawasan itu, Fiorentina," kenangnya gembira.

Lantaran babe-nya bukan pemain bola, sejak bocah sampai remaja Sarri sempat tidak pede, apalagi mampu santunan keluarga untuk jadi pemain bola. Ayahnya ingin dia jadi pebisnis. Akan tetapi hasratnya pada calcio tak pernah padam, seolah menghantuinya setiap detik. Apa mau dikata, karier Sarri sebagai pesepak bola pun hanya kelas tarkam, kampus, atau level kantoran.

Sejak kuliah di fakultas ekonomi hingga kelulusannya, ia selalu bergelut dengan sepak bola. Ya jadi pemain, ya jadi instruktur di kampusnya. Apapun. Begitu juga waktu kerja di bank. Ia jadi 'pemain nasional' di kantornya. Di luar itu, Sarri muda lihai memanfaatkan kesempatan termasuk menyambi, bekerja paruh waktu, untuk melatih tim belum dewasa dan akil balig cukup akal di awal tahun 1990-an.

Kecintaannya pada sepak bola terus dibuktikannya. Selama 10 tahun dia tekun menyemai bibit-hibrida. Terlahir ke dunia tanpa titisan ayah pemain bola justru jadi pemicu dan pemacu Sarri untuk fokus memuaskan dirinya. Lagi pula Sarri tahu diri, ini mungkin jalan terbaik baginya mengingat di satu sisi dia menjadi tiang keluarga dan cita-cita ayahnya.

Sarri berpindah sesuka-sukanya melatih klub-klub dewasa, pokoknya yang seiring sejalan dengan penempatan di kantor cabang mana dia bekerja. Setahun di Stia, dua tahun di Faellese, dan tiga tahun di Cavriglia (1993-96). Lantas di Antella (1996-98), Valdema (1998-99), dan Tegoleto (1999-2000), klub terakhir di mana pandangan hidup Sarri akan berubah selama-lamanya.

Di luar sepak bola, masuk di usia 30 tahun-an itu kehidupan keluarga Sarri sudah amat berkecukupan. Dia sukses mengubah kuadran garis ekonomi leluhurnya. Ayahnya amat besar hati punya anak lelaki yang jadi sarjana ekonomi, bekerja di bank, sering keliling Eropa pula. Tapi ini tidak lama. Nah masuk di umur kepala empat, gres kegamangan melandanya tiap hari layaknya kaum pria di umur 40-an.
Buat tifosi Napoli yang militan dan fanatik Maurizio Sarri: Tantangan Baru Si Mantan Bankir
Karena bosan, banting stir tidak tanggung-tanggung.
Ada kebosanan kelamaan jadi bankir meski kariernya sukses. Ada tuntutan hidup, tapi di sisi lain ada pula hasrat terdalamnya. Suatu ketika dari relung hatinya keluar tanggapan. Setelah berkonsultasi dengan anak-bininya, Sarri bertekad untuk resign. Rupanya ia melihat sedikit celah untuk menekuni calcio secara serius. Mulai di usia 41 tahun itu, Sarri ingin total di sepak bola.

Mister 33

Oleh alasannya itu pada Juni 2000 ia mengajukan diri melatih Sansovino, satu klub di Serie Eccelenza, kasta keenam dalam hirarki sepak bola Italia. Ini cukup mengejutkan alasannya Sarri tak punya CV blas sama sekali sebagai pelatih. Walaupun untuk divisi rendah, namun peraturan menjadi instruktur di Italia tetap terbilang ketat. "Jalan saya awalnya memang dibantu keberuntungan," akunya.

Namun tentu tiada hasil tanpa perjuangan. Rupanya ada sebuah kalimat sakti dari Sarri yang kelak akan mengubah skenario hidupnya, selain menciptakan klub itu penasaran atau merasa tertantang. Apa bunyi kalimat sakti itu? "Saya bilang pada mereka, saya akan eksklusif berhenti jadi instruktur kalau tidak membawa klub itu menjadi juara Eccelenza," kata Sarri gembira mengenang agresi spekulasinya.

Sarri patut dipuji. Bukan soal Sansovino-nya, tetapi caranya semoga berkecimpung resmi di blantika calcio atau namanya mampu teregistrasi di FIGC. "Akhirnya saya sadar untuk fokus dan meraih banyak terusan juga supaya jerih payah atau pencapaian kita bisa tercatat, maka secara ekslusif harus menjadi instruktur," ucap Sarri yang di rumah kerjaannya membaca berita bisnis dan mengutak-atik angka-angka.

Derit pintu itu kian melebarkan celah. Sansovino tak pernah memecatnya alasannya selama tiga animo menangani klub provinsi Arezzo itu, Sarri sanggup memanggulnya hingga naik dua kasta ke Serie C2. Pada 2003, sukses Sarri jadi buah bibir seantero Toscana. Jika Sansovino ke C2, Sarri malah ke Serie C1 setelah salah satu klubnya, Sangiovannese, mengaku kesengsem dengannya.

Karier Sarri terus menjulang. Setelah dua tahun di Serie C1, pria yang berpotongan lebih seperti pak guru ini naik pangkat lagi ke Serie B sebab salah satu klub populer, Pescara, gantian meminangnya pada 2005. Curriculum Vitae Sarri pun terus bertambah secara signifikan. Reputasinya kian mengkilap. Mulai dari Pescara inilah Sarri tidak pernah lagi turun kasta dari Serie B.

Durasi lima tahun (2006-2011), laki-laki paruh baya yang termasuk mahir hisap, alias perokok berat, seperti ketagihan ber-wara-wiri di kasta kedua calcio. Mulai Arezzo, Avellino, Verona, Perugia, Grosseto, Alessandria, Sorrento, sampai menclok di Empoli, Juni 2012. Kelak di klub yang cuma berjarak 26 km dengan Fiorentina ini, lamat-lamat semerbaknya nama Sarri mulai terendus.

Selama 25 tahun menjadi allenatore, atau 15 tahun terakhir secara profesional (mulai Serie C), ia dikenal orang sebagai workaholic, perfeksionis, dan preventif dalam rumusan kepelatihannya. Saat di Sansovino, demi impian kala depannya, Sarri mampu bekerja 13 jam setiap hari. Di sini pula ia dijuluki Mister 33 sebab dia punya 33 konsep mengantisipasi situasi bola-bola mati.

"Tapi karenanya cuma 4 atau 5 yang digunakan," terang si pengganti Antonio Conte di Arezzo, alasannya dipecat, mulai 2006/07. Semusim di sini, Sarri bikin dua catatan hebat adalah menahan Juventus - yang diperkuat Gianluigi Buffon, Alex Del Piero, dan David Trezeguet - dengan skor 2-2 di Delle Alpi sewaktu Bianconeri berkompetisi di Serie B buah eksekusi atas masalah Calciopoli.

Satu lagi pencapaian terbaiknya di Arezzo tatkala mempermalukan Milan dengan kemenangan 1-0 dan 2-0 di perempatfinal Coppa Italia. Setelah hinggap ke sana ke mari selama empat tahun lebih di enam klub, pada Juni 2012 tanpa diduga Sarri menjadi manajer Empoli, klub Serie B yang tidak mengecewakan punya nama. Pucuk dicinta ulam tiba. Di sinilah Sarri menerima kegairahan gres.
Buat tifosi Napoli yang militan dan fanatik Maurizio Sarri: Tantangan Baru Si Mantan Bankir
Sesama putra asli Napoli. Aurelio De Laurentiis dan Maurizio Sarri.
Jika gairah bertemu tempat yang cocok, maka kesudahannya mampu mengejutkan. Inilah yang dirasakan Sarri di Carlo Castellani, markas Empoli. Baru semusim, ia nyaris meloloskan Empoli ke Serie A, sehabis menempati urutan empat di Serie B. Namun sayang Empoli dikalahkan Livorno dalam playoff. Pengalaman menyakitkan ini justru bermanfaat besar alasannya adalah beliau memperbaiki kekurangannya.

Di animo kedua, 2013/14, apa yang dicita-citakan Sarri selama puluhan tahun tercapai. Dia menjadi pelatih di Serie A! Empoli, yang menjadi runner-up Serie B, sehabis enam tahun lolos lagi ke puncak piramida calcio. Ia menikmati pengalaman barunya di trend 2014/15. Tahun pertamanya di Serie A Sarri mendapat dua pelajaran mahal yang membuatnya kian yakin sepak bola itu mirip ilmu ekonomi.

Pertama, segala sesuatunya dimulai dengan kekuatan finansial, terutama untuk biaya mercato dan pengembangan infrastruktur lainnya. Kedua, tidak ada tempat untuk kesalahan yang paling kecil pun. Empoli kewalahan, kecuali potensi pemain mudanya. Sarri memandangnya sebagai investasi. Ia mengenang, "Saya selalu yakin, pemain muda bakal berkembang setelah banyak melaksanakan kesalahan."

Janji Napoli

Sarri memilah 38 berkelahi menjadi beberapa bagian. Ada yang jadi prioritas, pengalaman, eksperimen atau tindakan spekulatif. Dari sini ia bisa mematok tujuan Empoli pada musim pertama di Serie A. Berapa batas poin yang kondusif untuk bertahan telah didapat. Tujuan itu tercapai, Empoli bertahan di Serie A meski harus diarungi dengan penuh duri dan onak untuk menempati posisi ke-15.

Namun dua kemenangan sangkar, 2-1 atas Lazio, dan 4-2 atas Napoli, membuka mata banyak pengamat betapa potensialnya si pelatih Empoli. Sarri dinilai punya permainan dinamis, mengalir, dan efektif yang jadi dambaan klub-klub Serie A. Pernyataan itu dimaknai betul oleh Mister De Laurentiis, yang menonton pribadi kekalahan klubnya di tangan Sarri.

Setelah tiga kemenangan beruntun demi target ke zona Liga Champion, skuad Rafa Benitez malah dibantai Empoli 2-4 di Carlo Castellani, simpulan April. Bayangkan, keinginan Napoli ke Liga Champion justru dihambat oleh seorang putra Napoli sendiri. Bukannya sebal, entah kenapa seketika itu juga ADL malahan mencap jidat Sarri sebagai calon pelatih Napoli berikutnya!

ADL terkesima dengan cara Sarri mengatur Massimo Maccarone dan Manuel Pucciarelli mengobrak-abrik timnya yang jauh lebih berpengalaman. Bagaimana mungkin kuartet Marek Hamsik, Gokhan Inler, David Lopez, dan Walter Gargano mampu ditekuk oleh tiga gelandang Empoli sehingga di babak pertama Napoli tertinggal 0-3. Melihat timnya dipermalukan, ADL justru 'jatuh cinta' pada pelatih lawan.
Buat tifosi Napoli yang militan dan fanatik Maurizio Sarri: Tantangan Baru Si Mantan Bankir
Punya banyak konsep dan detil di sepak bola.
Don Aurelio percaya pada Sarri alasannya visinya. Untuk itu ia rela membayar Sarri 1,5 juta euro setahun demi menghapus obsesinya pada Unay Emery yang sekarang di Sevilla. Meski demikian ADL tetap pasang sasaran kencang. "Kita mampu kalah 5 atau 6 berkelahi, dan keputusan aku ini tidak akan berubah," kata ADL. Maksudnya? Artinya Sarri akan dipecat jikalau Napoli kalah di atas enam kali. Ini klausul terselubung.

Sarri tahu ekspektasi pemilik dan pemirsa di Napoli seribu persen di atas Empoli. Maka demi keamanan bersama, ADL dan Sarri setuju berafiliasi semusim dulu dengan opsi perpanjangan kalau Napoli lolos ke Liga Champion. Tapi posisi tawar Sarri pada ADL rada manis sebab dia diizinkan menggamit Mirko Valdifiori dan Elseid Hysaj, dua pemain kesayangannya di Empoli.

Di Napoli Sarri langsung mampu pelajaran berharga dari aspek psikologis melihat peran Valdifiori dan Hysaj yang malah melempem. Sulit dipungkiri, Sarri telah mengatasnamakan perasaan mereka mirip dirinya. Tensi bermain di Napoli jauh berbeda. Apalagi Valdifiori merasa, kedatangannya memakan korban dengan dijualnya Inler, salah satu idola tifosi, ke Leicester City.

Valdifiori, dibeli 6,5 juta euro, sesungguhnya pemain bagus yang bertugas sebagai jangkar atau kopling di lini tengah. Maret lalu beliau bahkan memulai debut di tim nasional. Namun tubuhnya yang kecil (176 cm) serta usia yang mulai senja (29 tahun) sering jadi kendalanya dalam berkolaborasi dengan Lorenzo Insigne (Italia), Dries Mertens (Belgia) atau Jose Callejon (Spanyol) yang dikenal amat eksplosif.

Penekanan pada tempo tinggi, mengalir, dan bernaluri menyerang selalu jadi obsesi Sarri sejak di Empoli. Namun ironisnya di Napoli hal ini baru jalan begitu Marek Hamsik yang melakoni tugas regista, sang konduktor. Kecepatan passing dan pergerakan jadi kelemahan Valdifiori. Jorginho atau David Lopez dan Allan Loureiro tampaknya lebih klop dan sepadan dengan Hamsik.

Perekrutan Valdifiori disesali. Yang digaet harusnya Riccardo Saponara, rekan dia di Empoli, atau Roberto Soriano (Sampdoria). Kesalahan awal Sarri berikutnya ada di pertahanan. Ia seperti resah untuk memilih siapa yang menjadi tandem Raul Albiol, Kalidou Koulibaly atau Vlad Chiriches. Juga soal mendahulukan Hysaj dibanding Faouzi Ghoulam sebagai bek kiri.

Kalau di Napoli beliau suka bereksperimen, itu sebab falsafah permainan yang cenderung ingin tepat seperti sedang menganalisis harga saham. Prinsip calcio terkadang seperti dengan akuntansi di mana keseimbangan jadi prioritas utama. Sarri teliti bin detil soal mengantisipasi lawan demi lawan alasannya adalah terbiasa jadi analis bank. Laptop-nya berisi statistik lengkap dan daftar SWOT seluruh pesaingnya.

Ditentang Maradona

Mengidentifikasi contoh-acuan kelemahan lawan menjadi obsesinya. Menurutnya itu ialah cara termudah untuk memenangi persaingan. Awalnya Sarri mengidolai denah terkenal 4-2-3-1, yang dipahami dengan baik oleh belum dewasa Napoli dua tahun terakhir alasannya Rafael Benitez juga memakainya. Namun satu penemuan di Empoli mengubah segalanya. Kini beliau fanatik dengan teladan 4-3-1-2 atau 4-3-3.

Cetakan inilah yang kini dipakai Napoli. Artinya dalam 6 tahun terakhir saja para pemain Napoli telah tiga kali ganti acuan. Formasi 3-5-2 (Walter Mazzarri), 4-2-3-1 (Benitez), dan 4-3-3 (Sarri). Alasan Sarri memakai 4-3-3 sebab ia percaya inilah acuan yang terbaik untuk mengontrol permainan serta mengorganisasi garis pertahanan yang selalu menjadi fokus perhatiannya.

"Gayanya berbeda dengan Benitez. Benitez memakai mentalitas Inggris dengan memakai ketenangan menghadapi aneka macam situasi. Tapi Sarri selalu mengharapkan peran maksimal di setiap situasi dan memanfaatkan kesempatan sekecil apapun," kata bek kanan Christian Maggio (33), salah satu veteran yang bermain di tiga rezim selain Hamsik, Insigne dan Juan Zuniga.

Sarri sadar reputasinya bakal meroket begitu menangani Napoli. Oleh karena itu dia punya cara untuk memanfaatkannya. Pers di Italia kembali menyorot perannya seusai Napoli bikin 10 gol tanpa bobol hanya dalam waktu tiga hari. Melumat Brugge 5-0 di Liga Europa, kemudian menelan Lazio 5-0 di pekan keempat Serie A, pertengahan September, yang menciptakan aib Diego Maradona.

"Sarri yakni Sacchi gres," begitu salah satunya, untuk menggambarkan metode permainannya enerjiknya yang menggairahkan, persis seperti debut Arrigo Sacchi di Milan akhir 1980-an. Sebelum dua kemenangan itu, Sarri  bagai 'babak belur' dihajar ucapan pedas. Salah satunya justru dari Maradona, sang mahadewa Napoli, yang sebelumnya marah melihat Napoli ditahan Empoli 2-2.

Sebelum mukanya merah Maradona berujar: "Kondisi Napoli mengingatkan animo pertama saya, berjuang untuk keluar dari degradasi. Sekarang terulang lagi. Saya tak melihat sedikitpun ada aura menang di wajah Sarri. Napoli bikin kesalahan fatal mengganti Benitez." Kritik ini sulit ditanggapi karena selain ada faktanya yang ngomong juga dewa. Tapi buat Sarri jauh lebih sulit lagi kalau didiamkan.

Buat tifosi Napoli yang militan dan fanatik Maurizio Sarri: Tantangan Baru Si Mantan Bankir
Pemandangan yang sulit diubah Maurzio Sarri sampaim kapanpun.
"El Diego yaitu idola Napoli selamanya. Saya harap dia akan mengubah opininya di bulan-bulan ke depan. Buat saya, beliau kenal nama aku saja aku merasa tersanjung," kata Sarri bernada agak polos kalau tidak disebut jujur dan rendah hati. "Empat bulan lalu Napoli kebobolan empat gol dan kalah, sekarang cuma dua gol dan seri. Buat aku, ini langkah maju," jawab Sarri yang tampak terbiasa menyeimbangkan situasi seperti seorang ekonom.

Opini Maradona beda 180 derajat dengan Giovanni Trapattoni. Manajer veteran ini mengaku mengikuti kiprah Sarri. "Benitez memang lebih populer, tapi Sarri paling cocok untuk Napoli. Kenapa? Karena beliau bisa bekerja dengan situasi penuh konflik tanpa harus kehilangan kualitas permainan dan mampu meraih hasil," kata Il Trap, si gaek yang telah berusia 74 tahun.

Dukungan lain juga datang dari Claudio Prandelli, yang selalu mengagumi Napoli. "Napoli harus paham bahwa perubahan tidak selamanya menyakitkan. Ada metode gres, sistem baru dan pandangan baru-inspirasi baru. Sarri butuh waktu, sesederhana itu. Saat dipilih dia bilang jangan terburu-buru dengan saya. Sabarlah. Awas kritik negatif bisa menjadi bumerang," pesan mantan pelatih tim nasional.

Atas prahara bulan pertamanya di Napoli, Sarri tak pernah menanggapi serius saking fokusnya dengan besok dan besok. "Saya ini kan pelatih proyek. Pemain Napoli mudah panik, itu yang bikin jadi sulit fokus untuk mendominasi permainan. Mengubah sistem bisa cepat, tapi mengubah pandangan baru jauh lebih sulit," ucap Sarri yang di Empoli sukses mengkreasi 16 dari 56 total golnya dari bola-bola mati.

"Siapapun yang menyewa aku, beginilah karakteristik orisinil aku," lanjutnya lagi. Ditanya wartawan apakah dia tidak marah sewaktu melatih Empoli hanya dibayar 300 ribu euro setahun, gaji pelatih terkecil di Serie A, dia menjawab, "Kok murka? Anda ini bagaimana, aku itu beruntung sekali. Mereka membayar saya untuk sesuatu yang bebas saya lakukan setelah bekerja."

Hidup Tidak Bebas

Inilah drama pertama untuk Maurizio Sarri. Sesuai tradisi calcio: faksi-faksi tifosi pun secara bergiliran menyambangi markas latihan Castel Vortuno setiap pagi dalam beberapa hari untuk mengomel sepuasnya atas kekacauan start Napoli. Melihat rombongan itu para pemain acuh taacuh saja, paling cuma waswas. Perasaan menyampaikan harusnya malah berterima kasih, sebab menunjukan mereka masih dicintai, diawasi dan dipedulikan. "Suara mereka yakni materi bakar permainan Napoli," kata kapten Marek Hamsik. "Kami mendengarnya tanpa syarat."

Aktivitas rutin: tiba di parkiran kendaraan beroda empat, pemanasan, gelar strategi, berlatih, mandi lalu ke parkiran lagi untuk pulang ke rumah, terpaksa ditambah modulnya: bertatap muka dengan tifosi. Begitulah cara orang-orang Pompeii modern itu mengelola San Napoli dan San Paolo, yang disimbolkan oleh dua ikon: kapten dan instruktur.

Keduanya inilah yang biasanya dicecar tifosi dengan pertanyaan bernada vibrato dan legato, yang ditabukan para jurnalista. Walau bikin suasana jadi tegang, namun melihat kejujuran aspirasi mereka itu, haram hukumnya bagi klub di Italia termasuk Napoli untuk tidak menggubrisnya. Serie A adalah harga diri sekaligus identitas.
Buat tifosi Napoli yang militan dan fanatik Maurizio Sarri: Tantangan Baru Si Mantan Bankir
Punya strategi mahir dan corak keindahan dalam permainan.
Mereka pantas gundah karena melihat dengan mata kepala sendiri proses hilangnya 7 poin di tiga giornata pertama yang terbilang tak wajar. Ini belum lawan tim kelas kakap. Sejak kalah 1-2 dari Sassuolo, lalu imbang 2-2 dengan Sampdoria dan Empoli, Napoli pribadi didera krisis. Padahal belum.

Napoli gres krisis ketika tifosi San Paolo apatis. Sarri mengaku pantas disalahkan soal hasil buruk Napoli. Namun beliau merasa tidak pantas disalahkan soal mercato. Misalnya kegagalan transfer Roberto Soriano (Sampdoria) dan masuknya teenager berusia 20 tahun berjulukan Nathaniel Chalobah (Chelsea).

"Saya tidak mau menjawab pertanyaan kalian alasannya saya tidak tahu apa-apa soal (kedatangan) Chalobah. Tapi jika klub sudah memilihnya, maka seharusnya dia punya kualitas. Tugas saya cuma melatih siapa (pemain) pun yang dimasukan ke folder aku," begitu Sarri beralasan. Memang jangan salahkan beliau.

Kembalikan sang waktu ke tanggal 11 Juni 2015 saat nama Maurizio Sarri datang-tiba muncul mengejutkan setelah ditahbiskan sebagai manajer gres. Tidak ada informasi yang menggema, kasak-kusuk, atau spekulasi berlebihan sebelumnya; baik dari analisis pengamat, investigasi pers maupun dari bibir masyarakat Campania.

Jangan lagi dunia, warga Napoli yang setiap hari mampu mencium atau merasakan denyut nadi Azzurri Brigade saja merasa kecolongan dan terkejut. Dengan rekor tak mengesankan - 37% menang, 34% seri, 29% kalah untuk 25 tahun kariernya di 18 klub beraneka ragam - sosok Sarri pantas menjadi trending topic di seantero kota.

Hikmah terbaik untuk Sarri yaitu dikala beliau merasa lagi 'ditempa' sebagai calon panglima cinta di Napoli. Sebenarnya banyak pihak yang mengharapkan Sarri sukses melihat fakta primordial. Setelah Vincenzo Montefusco, 17 tahun silam, inilah pertama kali lagi Napoli punya pelatih yang orisinil putra kawasan.

Target besar yang ditaruh di bahu Sarri yaitu meloloskan Napoli ke Liga Champion 2016/17. Bagaimana dengan scudetto? Jika uang Anda cuma cukup untuk nonton tapi kemudian dapat kenalan cewek yang akhirnya menjadi pacar Anda, itu namanya karunia. Begitu kira-kira kans scudetto di mata Napoli.

Mengisi pos Benitez sontak mempercepat adrenalin laki-laki 56 tahun itu. Ada rasa hormat dan besar hati yang menumpuk di hatinya. Setelah melatih Napoli, hidup Sarri tidak bebas lagi. Setiap gerak-geriknya jadi atensi dan buah bibir warga di pasar, di warung kopi, di teras rumah, atau ruang rapat di kantor. Tidak mampu dihindari. 

(foto: sports.yahoo/api.nuzzel/vesuviolive/gazzettaworld/napolimagazine/newstalk)

0 comments:

Post a Comment