Friday, September 11, 2015

Manchester United 2015/16 (1): Revolusi Makan Hati

Penggemar Manchester United mulai yakin dengan gerakan revolusioner ala Louis van Gaal. Bukan mengamini ucapan Sir Alex Ferguson, tetapi barangkali lebih kepada fakta. Kalau begitu teruslah Anda, hai para Mancunian, duduk bagus dan bersabar.
Penggemar Manchester United mulai yakin dengan gerakan revolusioner ala Louis van Gaal Manchester United 2015/16 (1): Revolusi Makan Hati
Wajah skeptis pendukung Red Devils menjawab posisi Louis van Gaal di mata publik.
Ferguson omong apa? "Silsilah ia jelas," katanya ringkas. "Van Gaal punya pengalaman yang cantik, tahu bagaimana menangani duduk perkara. Hanya saja akan butuh waktu."Anda betul, tuan Fergie! Namun semusim telah lewat, thanks pada Van Gaal untuk Liga Champion-nya, sementara dua ekspresi dominan ke depan, revolusi yang didengung-dengungkan itu rasanya masih berbentuk arsiran.

Pandangan soal United niscaya tak ada yang setajam sang empu, apalagi menilai suksesornya. Bayangkan, salah satu modal Ferguson untuk mengatakan Van Gaal itu bakal sukses cuma dari observasinya saat jumpa pers di Carrington. "Saya suka gayanya menghadapi wartawan, menurut saya itu brilyan. Anda tahu, pertanyaan mereka suka menyentak. Tapi beliau pede mengatasi itu," ucap Fergie buka diam-diam.

Barangkali buat manajer klub seberat United, mengatasi rentetan pertanyaan menusuk menyerupai menghadapi serangan Arsenal, Chelsea, atau Liverpool. Sanggup mengatasi para jurnalis kawakan ketika jumpa pers jadi sinyal manis di atas lapangan. Namun, tentu, ekspektasi khalayak ramai biasanya sederhana. Sebatas hasil, skor, cara mata menangkap kepuasan permainan, dan ini repotnya, perbandingan!

Inilah barangkali yang bikin roda revolusi Van Gaal dianggap masih bengkak-bengkak alias belum mulus. Memang, Anda mesti membaca dan melihat secara utuh siapa bantu-membantu pria Belanda yang berjulukan lengkap Aloysius Paulus Maria van Gaal ini. Apa, bagaimana, bahkan kenapa saja masih kurang untuk merasakan denyut gaya baru permainan United, apalagi soal peluang atau harapan.

Van Gaal coba menjelaskan falsafahnya panjang lebar kepada Anda. "Yang kalian perkaya itu bukan hasil, tapi permainan. Skor itu hanyalah untaian data. Apakah angka kelahiran yang meningkat adalah kesuburan? Bukan. Penyebab kesuburan yakni prosesnya. Yang kalian debat itu permainan, bukan hasil, sebab hasil tak bisa diperdebatkan. Itulah kalian!" katanya rada sengit.

Di depan wartawan kawakan Sid Lowe, laki-laki temperamental itu menjelaskan analoginya yang lain. "Apakah Anda mau membeli koran seharga satu euro pada Senin pagi tapi semua isinya data hasil pertandingan? Apakah Anda akan membeli tiket ke stadion dikala menit-menit akhir, lalu sesudah melongok ke papan skor Anda keluar lagi? Anda pasti membayar 90 menit untuk menonton proses!"

Skor 1-0 untuk Van Gaal. Dia telah memenangi sekaligus menancapkan impresi wacana siapa dirinya. Namun publik tetap belum puas soal falsafah itu, meski mereka memang tak mampu menuntut gaya permainan LVG seperti SAF. Di mana letak harga diri jikalau begitu. Pelatih besar selalu punya gaya tersendiri. Di mata LVG, yang frustrasi itu, jikalau memang begitu, justru publik bukan dirinya.

Van Gaal selalu percaya diri, kapan pun di mana pun. Seusai kena kritikan Jose Mourinho sewaktu pasukannya mengalahkan United 1-0, April silam, beliau tetap tak bergeming. "Dia terlalu peduli dengan possession dan kurang perhatian pada hasil," senggol Mou. Ini bukan sindiran pertama yang ia dengar. Dua dekade silam, mahabintang Belanda Johan Cruijff pun menghujat gayanya.

Penggemar Manchester United mulai yakin dengan gerakan revolusioner ala Louis van Gaal Manchester United 2015/16 (1): Revolusi Makan Hati
Trial by error sering ditunjukkan saat pertempuran berlangsung.
Menurut salah satu ilmuwan taktik permainan itu, gaya Van Gaal terlalu mekanis, kaku, tak lentur. "Pola itu menawarkan ketakutan berlebihan beliau jika kehilangan bola yang solusinya sudah ditemukan di awal 1970-an," kata Cruijff cukup pedas. Repotnya lagi, gaya possession akan mengurangi totalitas serangan alasannya adalah tuntutan pada peran seorang gelandang yang jadi pendulum permainan.

Ciri Diktator

Istilah Italia menyebutnya regista, kira-kira berperan seperti playmaker. Sayang sekali di United, dia kesulitan menemukan aktornya. Lebih tepat lagi tidak konsisten. Terkadang Juan Mata, sering juga Wayne Rooney, Ander Herrera, Michael Carrick bahkan Bastian Schweinsteiger atau Daley Blind. Terus terang LVG terobsesi dengan peran Jari Litmanen (Ajax), atau Juan Riquelme (Barca).

Interpretasi pemain 'bernomor 10' versi LVG tidak lazim. Ini yang barangkali bikin pendukung United gemas bin geram melihat Rooney jadi mandul. Menurut Henry Kormelink dalam The Coaching Philosophies of Louis van Gaal and the Ajax Coaches, fungsi utama The Ajax No.10 yakni menjadi orang pertama yang menguber-uber lawan yang menguasai bola dikala tim kehilangan possession. Waw!

Ia juga pemain defensif yang tiba-tiba bermutasi jadi second-striker. Bayangkan, Van Gaal pernah mencoba Dennis Bergkamp, kemudian Rob Alflen, sebelum menetap infinit di Litmanen. Cruijff terbahak-bahak melihat cara LVG yang menafikan sosok penting di sebuah tim. Bergkamp, Rivaldo, hingga Rooney tak ada bedanya seperti bek lainnya. Mungkin ini alasan utama ia sama sekali ogah menjajal Serie A.

Celakanya, ternyata ini bukan gaya Ajax sejati. Konsep Van Gaal adalah satu sekte karena ia bikin pemikiran sempalan yang menyimpang. Dalam Brilliant Orange karangan David Winner dikisahkan bahwa Sjaak Swart, gelandang Ajax 1970-an, mencerca cara main winger kala 1990-an, Finidi George dan Marc Overmars yang mesti 'panca-longok' dulu sebelum menerobos pertahanan lawan.

"Saya tak pernah memberi bola ke belakang dulu. Tak akan pernah! Ini luar biasa! Tetapi begitulah sistem Van Gaal. Di banyak tabrak Anda mampu tertidur!" sergah Swart, 77 tahun. "Di TV dia berkata 'Ajax meraih 70% penguasaan bola' apa maksudnya? Ini bukan sepak bola sebab kreativitas telah hilang!" lanjut kakek yang 461 kali membela Ajax dengan 170 gol pada 1956-1973.

Apa yang mendasari Van Gaal pada konsepnya yang saklek itu? Inikah wujud sifat super-egonya? Sinyalnya memang ada. Belakangan ia memuji dirinya sebagai pelatih yang piawai memilih bakat muda dan kehebatan mengkreasi dinasti. "Xavi, Iniesta, Valdes yang telah menjadi kapten Barcelona. Begitu juga Alaba, Mueller, Badstuber yang kini tulang punggung di Bayern," ungkap Van Gaal lugas.

Soal ini beliau amat serius. Jika tidak, mustahil Glazer mau meneken bon senilai 70 juta pound untuk Memphis Depay (21) dan Anthony Martial (19)? Van Gaal mengklaim keduanya plus Luke Shaw dan Adnan Janujaz yakni calon dinasti berikut. "Saya yakin keberagaman budaya kelak membanjiri sepak bola sehingga mendidik mereka begitu penting sebagai bagian dari budaya klub," kilahnya.
Penggemar Manchester United mulai yakin dengan gerakan revolusioner ala Louis van Gaal Manchester United 2015/16 (1): Revolusi Makan Hati
Dari sisi persiapan pertempuran menjadi salah satu yang terbaik.
Silakan Anda mewaspadai LVG, tapi beliau tidak akan pernah canggung dengan prinsip-prinsipnya. Van Gaal ialah diktator, kreator, manajer, instruktur, pendidik bertipe tank yang melindas semua yang menghambat laju pemikirannya. Itulah kenapa Ferguson pun menyukainya. Perbedaan dengannya hanya gaya permainan, dan itu wajar alasannya adalah sekarang LVG punya tanggung-jawab yang amat berat.

Tanpa direcoki rengekan fan, kebandelan pemain, atau tornado kritikan saja otak LVG sudah puyeng. Untungnya ia selalu yakin dan yakin alasannya adalah ratusan juta loyalis United sejagat pasti berharap padanya sehingga tidak ada pilihan lain bagi mereka kecuali mendapatkan dan mendukungnya. "Saya bertugas membangun tim untuk (diteruskan) bos United yang berikut," ucapnya tanpa basa basi.

Satu kritikan tajam pengamat pada Van Gaal yakni cara dia memperlakukan eksponen lama entah itu pemain atau ofisial lainnya. Di lingkup administrasi, Giggs mungkin yang paling tragis. Ia ialah salah satu staf Van Gaal yang totalnya ada 11 orang. Penempatan Giggs adalah hak prerogatif pemilik serta rekomendasi empat administrator; Ferguson, Sir Bobby Charlton, Michael Edelson, serta David Gill.

Kasus Giggs

Namun dari 11 staf itu cuma lima yang paling teras karena prioritasnya. Selain Giggs, ada Albert Stuivenberg, Frans Hoek, Jos van Dijk, Marcel Bout, dan Max Recker yang semuanya ber-KTP Belanda. Anehnya tangan kanan LVG adalah Stuivenberg (44), si spesialis pemain muda. Orang ini selalu di samping LVG ketika pertandingan, yang seperti halnya Giggs, duduk di kiri atau di kanan.

Sebelumnya Nicky Butt juga berstatus sebagai asisten instruktur. Namun entah kenapa belakangan Butt ditugaskan melatih U-19. Frans Hoek sejatinya salah satu instruktur kiper terbaik di Eropa. Jos Van Dijk yakni perencana sesi latihan sekaligus analis data kebugaran. Keputusan manajer siapa jadi starter atau cadangan diambil dari rapor Van Dijk setiap pekan.

Bout ialah staf khusus yang kerjaannya mengintip perkembangan seluruh calon lawan dan memantau para pemainnya. Dari hasil risetnya, LVG baru bisa merancang seni manajemen United secara tuntas. Sedang Reckers, seorang mahir komputer, punya spesialisasi di bidang disain performa tim, yang siap menjelaskan visualisasi taktik yang sewaktu-waktu diperlukan Van Gaal untuk membuat terobosan baru.

Karena job-description-nya terang, maka bisa dipahami betapa hebohnya khalayak ramai membaca opini Wim Kieft seusai United kalah 1-2 dari tuan rumah PSV di matchday 1 Liga Champion. "Kami di Belanda tidak percaya melihat itu. Mereka menyiapkan Marcos Rojo sebagai pengganti Luke Shaw, namun sesuatu yang aneh telah terjadi," ucap mantan bintang Ajax dan PSV itu. Apakah itu?

Rupanya Kieft mengamati betul ritual United menjelang pergantian pemain. "Tiba-tiba Hoek berdiri, menggunakan beling matanya, mengambil papan seni manajemen lalu memberi aba-aba pada Rojo. Hoek? Si pelatih kiper itu? Kieft terus dibelit kebingungan. Lalu giliran Stuivenberg menyuruh Rojo untuk melaksanakan ini-itu di lapangan. Terakhir giliran Van Gaal menjelaskan sesuatu pada Rojo," kata Kieft takjub.

Penggemar Manchester United mulai yakin dengan gerakan revolusioner ala Louis van Gaal Manchester United 2015/16 (1): Revolusi Makan Hati
Sulit mendapat solusi terbaik dari staf andal yang terus-saluran gamang.
"Ryan Giggs tidak terlihat, padahal ia satu-satunya staf Van Gaal yang paling berpengalaman di Premier League, sebagai pemain dan pernah melatih United. Terlihat sekali Van Gaal terlalu mengandalkan staf Belanda-nya. Kita semua tahu, tampaknya Van Gaal mengulangi kesalahan yang sama dikala di Barcelona," lanjut mantan striker yang mencetak 11 gol dari 42 laganya di tim Oranje (1981-1993).

Dua pesan tersirat dari opini Kieft, pertama, Van Gaal tidak terbiasa dengan reaksi dadakan, keputusan seketika melihat kemalangan Shaw. Kedua, ini lebih penting alasannya bikin makan hati kaum tradisionalis, jika Van Gaal terus menyepelekan Giggs maka proses peralihan tidak mungkin berjalan mulus. Jangankan Giggs, manajer mana pun yang yang jadi suksesor, niscaya butuh waktu panjang lagi untuk memulai.

Bagi kalangan tradisional, sikap skeptis ini sama urgensinya melihat anomali rekor trend pertama Van Gaal di United yang terburuk selama kariernya. Hingga tulisan ini dibuat, kiprahnya di United berusia 436 hari. Dari 55 adu, rekornya cukup redup alasannya cuma 31 kali menang, 12 kali seri, dan 12 kalah. Sementara selama 648 hari di Bayern, total 96 laganya menghasilkan rekor 59-18-19.

Hidup selama 1.054 hari di Barcelona jauh lebih mumpuni. Rekornya 72-24-36 dari 132 total tubruk. Bicara gol, penggemar United patut khawatir karena rata-rata gol memasukkan hanya 1,69 sementara kemasukannya cukup tinggi, 0,96 atau hampir satu gol setiap partai. Bila dikomparasi, jadinya bikin tertegun. Di Bayern rata-ratanya 2,23/1,02, sedangkan di Barcelona 2,04/1,36.

Konfirmasi Falsafah

Catatan ini memang tak menandakan Van Gaal kelak akan gagal di United. Dia enggan mengandalkan data-data, kecuali pencarian proses yang tepat yang menjadi drama permainan itu sendiri. Kesempurnaan kekuasaan permainan selalu jadi tujuan revolusi Van Gaal. Dia semakin obsesif lagi jikalau hal itu dapat konsisten di United. Kebetulan belum lama ini beliau punya acuannya.

Usai mengalahkan Southampton 3-2, simpulan September, beliau segera mengklaim adu itu sebagai yang terbaik. "Saya selalu bilang pada pemain, selalu ada celah yang mampu dimanfaatkan pada acuan defensif mereka. Hari ini aku sangat besar hati, karena hal itu bekerja dengan baik untuk mengkonfirmasi falsafah kami," ungkap LVG yang merasa mirip mengalahkan Ronald Koeman dalam permainan catur.

Pada duel antar manajer Belanda itu, demi memainkan tempo tinggi, seperti biasa Van Gaal menggunakan sketsa 4-2-3-1. Dia menaruh Rooney, sang menteri, di belakang Martial, sebagai pemain film nomor 10 yang kerap dilakoni Herrera. Sejajar dengan Rooney yakni sepasang kuda, Depay dan Juan Mata. Di belakang mereka ada dua pion penghambat di diri Morgan Schneiderlin dan Michael Carrick.

Matteo Darmian dan Rojo, yang mengisi pos Shaw, diplot Van Gaal sebagai benteng. Sementara dua pion pelindung di depan raja, tak lain Daley Blind dan Chris Smalling. Intisari tubruk ini adalah kelihaian Van Gaal melindungi Blind, titik terlemah incaran Koeman. Bagaimana caranya? Ia mematok dua benteng untung membendung dua sayap lawan, James Ward-Prowse dan Dusan Tadic.
Penggemar Manchester United mulai yakin dengan gerakan revolusioner ala Louis van Gaal Manchester United 2015/16 (1): Revolusi Makan Hati
Perang taktik melawan pasukan Ronald Koeman menjadi harapan gres.
Pada 20 menit pertama, permainan milik tuan rumah. Ward-Prowse bertugas mengangkat bola ke jantung pertahanan, sedangkan Tadic lebih kongkrit lagi alasannya sering menusuk sektor kanan pertahanan United. Jika Depay dan Mata alpa ikut membantu di lini sayap itu, alamat celaka alasannya adalah Sadio Mane dan Graziano Pelle amat efektif melihat peluang yang paling kecil pun.

Gol pertama dari Pelle membuktikan teori permainan. Bermula dari umpan Mane dari tengah, bola dikebut Ward-Prowse kemudian diumpan lagi ke depan gawang untuk dihantam Mane. David De Gea menangkis, namun bola melejit lagi ke Pelle yang segera menghujamkan bola ke gawang. Sejatinya, Smalling ditugaskan untuk menempel Pelle sebab tinggi tubuhnya memungkinkan untuk itu.

Sedangkan keuletan Blind dirasa dapat mengimbangi kegesitan Mane. Andai Pelle dan Mane menukar posisinya dengan baik, ini yang paling dikuatirkan Van Gaal alasannya adalah bola-bola lambung ke Pelle pasti sulit dihadapi Blind yang tubuhnya lebih pendek. Umpan Ward-Prowse juga sangat berbahaya ketika set-piece sehingga LVG menekankan jangan hingga bikin pelanggaran di sayap, atau sepak pojok.

Strategi yang satu ini cukup berhasil, kecuali di sektor kanan. Di sini Tadic keseringan mengeksploitasi Darmian, sehingga di babak kedua, LVG mengganti bek asal Italia itu dengan Antonio Valencia. Hal yang sama terjadi di Southampton dikala Matt Targett diganti Cuco Martina demi menyetop penetrasi Mata. Berkat kualitas skuadnya, keseimbangan permainan lebih dimiliki United.

Sementara itu alasannya adalah timnya tidak memiliki kedalaman, Koeman kesulitan untuk memenangkan pertarungan. Dua kali keteledoran bek kanan Maya Yoshida, bahkan sekali blunder dikala back-pass, menciptakan Koeman menderita kekalahan. Baik United dan Soton punya kelemahan di barisan beknya, namun United lebih beruntung alasannya adalah punya De Gea, dan lebih baik memanfaatkan kesalahan lawan.

Bagi pecinta berat United, melihat kemenangan di St Mary's mendekatkan ingatan mereka pada kejayaan lama di kala Ferguson. Selalu tampil berani, antusias, dan cekatan melihat peluang. Anda mungkin gres sadar bahwa tidak ada bedanya di zaman Van Gaal. Rupanya revolusi baru yang menerjang United cuma terjadi pada konteksnya, bukan pada kontennya. Itu barangkali yang bikin makan hati.

(foto: mirror/thenational/haydensport)

0 comments:

Post a Comment