Saturday, April 19, 2014

Renaissance Liverpool (4): Memahami Luis Suarez

Kontroversial merupakan elemen terpenting yang menciptakan permainan terindah di bumi ini menjadi menarik, hidup, alamiah. Sebagai panggung institusi, sejak dulu sepak bola selalu berisikan tim yang di dalamnya mengandung unsur anarkisme, anti-kemapanan, antitesis, eksentrik, siapapun beliau atau kiprahnya. Kali ini Luis Suarez hampir niscaya termasuk pesohor tematis yang dimaksud.
Kontroversial merupakan elemen terpenting yang membuat permainan terindah di bumi ini menj Renaissance Liverpool (4): Memahami Luis Suarez
Pindah ke Liverpool, sikap kontroversial Luis Suarez kian menjadi.
Sejarah mengajarkan tanpa bad boys, kesuksesan biasanya lama tiba. Setelah enam ekspresi dominan tanpa gelar liga, gres pada 1991 Sir Alex Ferguson menemukan solusi paten yang berbentuk sosok Eric Cantona untuk mendobrak rintangan lantaran kelamaan apes. Peran itu kemudian disambung Roy Keane untuk lakon mendominasi. Kalau Lionel Messi punya sedikit sifat Cantona, Keane atau Luis Suarez, hampir niscaya Argentina menjadi juara dunia pada 2006 atau 2010, minimal pernah merenggut Copa America.

Dalam cakupan luas, orang-orang mirip George Best, Johan Cruijff, Diego Maradona, Hristo Stoichkov, sampai Ronaldo Nazario barangkali jadi teladan ekstrem asal muasal bagaimana seorang biang kerok jadi sukses. Anda niscaya lebih banyak punya datanya. Sayang terlampau banyak menyebutkan kategori-kategori di bawah level para legenda, lepas apapun motif atau similarisasi mereka.

Perjalanan hidup Luis Suarez di musim ini begitu menggairahkan, kolam from zero to jagoan. Dari yang tadinya nyaris berstatus penjahat sekarang jadi hero. Tanpa Suarez kekuatan Liverpool cuma setengah. Namun dengan Suarez kekuatan Liverpool menjadi satu setengah. Pria bengal tapi cinta keluarga ini tak syak lagi mampu menjadi 'Maradona-nya' The Reds. Ya, siapa tahu.

Penampilan Liverpool sepanjang ekspresi dominan ini makin terbentuk lewat aksara Suarez, baik sandiwaranya di lapangan, kepribadian eksentriknya. Pemberontakan ayah dua anak itu, benar atau salah, kerapkali dipersepsikan sebagai ancaman buat forum yang menaunginya. Dia yaitu ikon yang gampang difitnah dunia sehingga sering dijuluki Che Guevarra-nya sepak bola.
Kontroversial merupakan elemen terpenting yang membuat permainan terindah di bumi ini menj Renaissance Liverpool (4): Memahami Luis Suarez
Memang punya kepribadian unik dan eksentrik.
Suatu ketika Suarez tampak terlihat sebagai pejuang ketidak-adilan pada sebuah struktur. Namun dalam dimensi serta ruang waktu yang berbeda, secara morfologis dia gampang terpeselet menjadi pejuang anarkis, public enemy. Sifat ini merupakan doktrin kekiri-kirian, radikalisme, oposisi, otorianisme yang melawan hirarki organisasi yang tidak adil yang menjadi ciri khas laki-laki-laki-laki Amerika Latin.

Pengalaman hidup dan realita kesudahannya mendarahi ideologi permainan Suarez di mana saja. Persepsi ialah kenyataan. Di mana pun, ke mana pun Suarez berada peluit dan usikan selalu mengikutinya. Wasit harus mengawasinya ekstra keras, mendekatinya sebisa mungkin dan bersumpah semenjak di kamar ganti dirinya tak akan ragu-ragu. Sayangnya Suarez terlatih semenjak kecil. Maka yang terjadi justru kekonyolan: bukan yang seharusnya, atau tidak yang seharusnya.

Darah Indian

Karakter Latin beda jauh dengan budaya Eropa, dan terlalu aneh di Inggris. Itulah kenapa Suarez bukan kelasnya Fernando Torres. Pada konteks ini, jika pada Mei nanti lahir kejutan, orang baru sadar bahwa Suarez itu sekelas dengan Diego Maradona, Ronaldo Nazario, atau Jose Luis Chilavert, orang-orang yang mempunyai gambetta atau furbizia selayaknya lelaki Latino.

Reputasi Suarez sanggup mengubah atau merusak Rule of the Games, arahan-kode sepak bola. Keputusannya meninju bola dengan sengaja ketika meluncur ke gawang Uruguay pada 2010, sangat menyakitkan satu Afrika. Sesuatu yang seperti dengan Tangan Tuhan Maradona pada 1986. Suarez sangat paham hal itu sebuah kesalahan; yang penting baginya bukan sebuah dosa.
Kontroversial merupakan elemen terpenting yang membuat permainan terindah di bumi ini menj Renaissance Liverpool (4): Memahami Luis Suarez
Menjuarai Copa America 2011 dengan kemarahan yang nyata.
Sisi keadilannya yaitu harus melihat intensitas etos kerja Suarez yang sangat berpengaruh, mental juara yang kelewat tinggi. Ambisi eksklusif ia pada akibatnya akan menerima pembenaran, bila tak pantas disebut dengan pengakuan dan perlindungan. Tanpa tangan Suarez, Uruguay tak akan lolos ke semifinal Piala Dunia 2010. Orang bertanya: apa yang bikin sosok ini jadi berbuat begitu?

Tanpa menyinggung latar belakang budaya tidak mungkin untuk menjawabnya. Uruguay, yang luasnya hanya seperempat Jakarta Raya dan penduduknya tak sampai 3,5 juta jiwa, juga kenyang diobok-obok kolonialisasi Eropa. Setelah bebas pun; perang saudara, konflik sipil, kudeta militer, resesi ekonomi gantian menghampiri negara yang dijepit raksasa Brasil dan Argentina ini.

Maka tak ayal, kolektivitas sentimen perlawanan nan progresif dan ketidakpercayaan selalu menancap kukuh di setiap DNA laki-laki Uruguay secara turun temurun. Kebudayaan mereka diperkuat oleh suku Charrua, bangsa orisinil Indian, yang mengolah identitas perlawanan selama empat abad. Garra Charrua, atau kegigihan Charrua, terperinci berada di dalam anutan darah Suarez.

Mengkritisi atau meremehkan Suarez justru makin menguatkannya. Dengan murka, Uruguay menjuarai Piala Dunia 1950 dan Copa America 2011 (mengalahkan Brasil dan Argentina). Kombinasi ideologi ketahanan dan semangat sengit dan liar menjelaskan kepribadian Suarez di lapangan. Suatu dikala budaya sepak bola toh memahaminya, alasannya adalah sepak bola hanya mengakui pihak-pihak yang menang.
Kontroversial merupakan elemen terpenting yang membuat permainan terindah di bumi ini menj Renaissance Liverpool (4): Memahami Luis Suarez
Aksinya menggigit lengan bek kanan Chelsea Branislav Ivanovic.
Sejago-jagonya orang lihai memprediksinya, sepak bola selalu tak terbantahkan sebagai permainan misterius yang sulit diduga. Di awal musim atau sesudah sembilan pekan bahkan sampai final Februari, tak satupun para pengamat jempolan sejagat yang berani mencantumkan Liverpool sebagai calon juara. Beruntunglah bagi yang tidak nekat, sehabis melihat realitanya.

Kiprah Liverpool mengheningkan kicauan pihak-pihak yang menganggap sepak bola sebagai barang eksak yang mudah dihitung. Kini tiba-datang saja banyak bermunculan hipokritisme dan pragmatisme di luar Inggris. Penganut klenik barangkali tersenyum. Mereka 'merasakannya' duluan saat melihat Liverpool main di Senayan, Juli silam.

Tipikal Latin

Jika sorotan atas Luis Suarez menggema di mana-mana, maka bayangkan gaungnya pada pertengahan Mei nanti, masa Liverpool memainkan sabung penting nan pamungkas, menjamu Newcastle United di Anfield. Ini mampu jadi epos terhebat dalam sejarah klub sekaligus pentas penuh drama. 

Seperti apa harapan dan sorotan pada duet SAS atau trio SSS. Masih hangat dalam ingatan betapa telenovela Suarez di bursa transfer I mengaduk-aduk emosi publik Liverpudlian. Suarez, mirip diungkap media massa, dianggap sebagai 'penggalan terakhir' dari rangkaian puzzle Arsenal untuk sukses isu terkini ini. Perhitungan sang kapten tim, manajer tim, dan meilik klub semuanya sungguh sempurna.
Kontroversial merupakan elemen terpenting yang membuat permainan terindah di bumi ini menj Renaissance Liverpool (4): Memahami Luis Suarez
Melecehkan secara rasis bek kiri Manchester United, Patrice Evra.
Kalau Steven Gerrard mahkota Liverpool, maka Suarez ialah ratna manikam di mahkota itu. Duet Suarez-Sturridge, tak ayal, kini menjadi tandem terbaik di Inggris. Jika ada yang harus disesali Arsenal, dia itulah orangnya. 

Sepak bola memang sulit menjadi tepat, namun usaha menjadi ideal selalu tak pernah berhenti. Suarez mengakui, satu-satunya efek yang menghambat beliau hengkang dari Anfield adalah bisikan dan bujuk rayu Gerrard. Sebagai orang yang paling dihormati, Suarez sadar semua ucapan dan perjuangan sang kapten patut disimak dan dimaknai dalam-dalam.

Apalagi khusus untuk urusan Suarez, Gerrard mengakui hingga harus mendekatkan diri kembali pada Tuhan. Bayangkan, si kapten mau bertobat dan tiba-tiba jadi alim! Dia kembali ke gereja semoga Suarez diberi jalan lurus dan menolak pindah ke Arsenal. Secara umum, di benak publik The Kop, menanggung frustrasi untuk ketiga kalinya sehabis hijrahnya Xabi Alonso dan Fernando Torres, tentu bukan kasus gampang. Namun Suarez tetap Suarez.
Kontroversial merupakan elemen terpenting yang membuat permainan terindah di bumi ini menj Renaissance Liverpool (4): Memahami Luis Suarez
Masih belum kapok untuk menyakiti Patrice Evra.
Di Ajax, di mana dia tampil reguler di Liga Champion, dia menjadi raja, toh tetap pergi. Dia ialah pria yang semenjak kecil punya cita-cita besar lengan berkuasa. Dia bengal, liar, andal membobol gawang lawan, namun cinta keluarga. Suarez yaitu tipikal pria Latin, mirip Carlos Tevez atau dulu Gabriel Batistuta. Impian Suarez bantu-membantu ialah Real Madrid, bukan Arsenal. Hal ini jadi anti-tesis Arsene Wenger. Impiannya yaitu mempunyai Suarez, bukan Real Madrid.

Liga Champion jadi motivasi utamanya. Sayangnya dompet Madrid lagi tidak setebal punya Arsenal. Mereka tak mungkin membeli Suarez 50 juta pound mana masih ngos-ngosan mencicil duit ke Tottenham Hotspur untuk Gareth Bale masih jauh dari kelar. Liverpool akan jadi tertawaan orang jikalau menerima usulan Real Madrid yang jumlahnya cuma separo dari Arsenal.

Sukses atau gagal, ke Liga Champion atau tidak, juara liga sehabis 24 tahun atau tidak, Suarez yakni Suarez, pria yang selalu disetir oleh ambisi dan kata hatinya berbasis leluhur, belief, keluarga, dan harapan kurun kecil. Suarez selalu berpotensi merusak pesta atau menjadi pendekar to zero. Diperlukan kepasrahan dan kebesaran jiwa ketika memiliki dirinya.

(foto: liverpool.wikia/skysports/metro/terra/downvids/thetimes)

0 comments:

Post a Comment