Friday, August 12, 2016

Arsene Wenger: Premier League Dibanjiri Ambisi

Barangkali contoh dan tensi persaingan Premier League kali ini melebihi level Liga Champion. Pantas-pantas saja jikalau salah satu yang berkepentingan karenanya angkat bicara. Dialah Arsene Wenger yang bilang mulai isu terkini ini Liga Inggris sudah menjelma sebagai ‘Piala Dunia antar manajer.’

20 Manajer Premier League 2016/17. Semua punya ambisi.
Di mata manajer legendaris Arsenal itu sepak bola telah kembali ke tempat semula lagi setelah diperkenalkan ratusan tahun silam oleh Inggris. Waktu pertama kali muncul para instruktur dan ketua klub yakni selebritas sepak bola itu sendiri. Penentu segalanya. Lalu terhampar periode pemain mahir, para bintang dan jagoan lapangan hijau yang masih bertahan sampai saat ini.

Boleh jadi mereka kini sedang meraih kurun yang tidak didapat sewaktu jadi pemain. Beckenbauer, Platini, Cruijff termasuk orang-orang tepat di sepak bola, baik sebagai pemain, pelatih, atau pengurus. Maradona tidak nendang jadi instruktur. Pele apalagi. Zidane selalu diragukan. 

Cerita bergulir dari generasi ke generasi dengan persepsi dan realita berbeda. Namun hebatnya di sepak bola selalu tersedia bakat, lahan, dan kesempatan. Bagi siapa pun, bahkan buat yang lemah dan nir-prestasi dan nir-reputasi di periode sebelumnya.

Klopp, Conte, dan Pochettino paling potensial menggunakan ide Ranieri. Beban mereka dianggap tak seberat Wenger, Mou, dan Pep yang diganduli utang watak atau utang biaya transfer. Bagaimana meladeni situasi mirip ini? “Semua orang punya ambisi. Tak pernah terjadi sebelumnya di Premier League, begitu dibanjiri ambisi orang-orang atau klub semenjak awal trend,” kata Wenger pada Arsenal Magazine belum lama ini.

Masuk dekade kedua milenium gres, perubahan sosok-sosok signifikan di olah raga paling manusiawi ini mulai terasa dengan tampilnya formasi instruktur jago – baik protagonis maupun antagonis – dan sejumlah inovator gres. Orang-orang ini pun tiba-tiba jadi penentu permainan dan nasib pemain. Padahal saat masih jadi pemain, mereka nyaris tak terdengar, atau paling hebat ya biasa-biasa saja.

Tengok saja lima atau tujuh pelatih papan atas di Premier League. Antonio Conte, Mauricio Pochettino, dan Josep Guardiola cuma pemain biasa di masanya. Banyak yang sepakat dengan aku yang tidak pernah mendengar atau melihat Arsene Wenger, Juergen Klopp, Jose Mourinho apalagi Claudio Ranieri saat jadi pesepak bola. Reputasi mereka menghebat di abad renta dikala menjadi manajer.

Kejuaraan Dunia Manajer

Inggris beruntung. Di periode yang memuncak, mereka berkumpul di Premier League. Wenger gembira alasannya merasa ‘dimudakan’ lagi oleh tantangan di sisa hidupnya. Setelah Wenger (67), manajer tertua yakni Ranieri (65). Selebihnya, satu generasi di bawahnya. Malahan Pochettino (44), beda dua generasi. “Kini penentuan juara di Premier League tak melulu dilihat orang sebagai hasil kinerja para pemain,” kilahnya sambil melirik penuh makna.
Barangkali pola dan tensi persaingan Premier League kali ini melebihi level Liga Champion Arsene Wenger: Premier League Dibanjiri Ambisi
"Lex, tahukah kamu ambisi itu mirip ini!" barangkali begitu gurauannya.
Merek adalah nasib, kata ilmu marketing. Orang lebih melihat kelebihan Conte dan Guardiola di atas kekurangannya sebagai debutan. Di sepak bola kejadian kontroversial paling mudah diredam dengan reputasi. Resapilah peran Mourinho yang lagi berperan sebagai konduktor di Old Trafford. Orang lupa dengan kelemahannya hingga mendudukan Chelsea ke urutan 15 klasemen sementara musim lalu, yang membuatnya dipecat.

Fenomena mirip tapi beda realita dilakoni Ranieri. Walaupun faktual-kasatmata ia yaitu jawaranya, tetap saja kelemahannya lebih menonjol dibanding kekuatannya. Akibat dianggap ‘kecelakaan sejarah’, reputasi Ranieri tidak berubah usai membawa Leicester City menjadi juara Inggris ekspresi dominan lalu. Kesan termahal atas perbuatannya, barangkali, hanya sebagai wangsit buat mereka yang belum atau kurang berpengalaman di Inggris.

“Ada Mourinho, Conte, Guardiola, Klopp, ini sudah seperti kejuaraan dunia manajer,” seloroh laki-laki yang pada Oktober nanti genap 20 tahun menjadi manajer Arsenal. “Setiap orang akan lebih fokus lagi dan ini yang menarik. Satu hal yang Anda ketahui semenjak awal yaitu tidak semua manajer akan memenanginya. Lihatlah tahun depan, persaingan jauh lebih sengit dari yang pernah terjadi. Kami akan merasakan persaingan lebih berat." 

Kondisi ini merupakan transisi klub-klub Premier League pada keinginan dan pencapaian instan yang diburu melihat tuntutan pendukung, pemilik, dan juga korelasi bisnis. Di benar Wenger, sekarang seluruh manajer di Premier League telah sama rata dalam gaya, teknik, dan strategi permainan. Ide-wangsit, kinerja, hingga keberuntungan di lapangan hijau yang terkecil pun akan memilih hasil selesai.

“Di dikala sorotan luas kepada kami, sebaiknya media jangan menutupi kesan siapa-siapa yang jadi pemain sebetulnya di lapangan,” harap Wenger. “Kalian terlalu berlebihan memberi porsi perhatian kepada manajer. Saya yakin yang terpenting dalam permainan sepak bola yakni kualitas dan performa pemain. Persaingan klub-klub Premier League amat kompetitif, dan mereka semua punya skuad yang andal.” (Arief Natakusumah)

(foto: provenquality/thetelegraph)

0 comments:

Post a Comment