Sunday, March 22, 2015

Penurunan Kualitas Serangan Arsenal

Arsene Wenger sangat keras kepala untuk menggantungkan hidupnya pada filosofi, apapun itu termasuk soal mazhab sepak bola yang dianutnya. Dia tidak pernah takut mengungkapkan semua yang ada di benaknya tentang kehidupan, ihwal permainan. Keyakinannya adalah tiada martabat tertinggi di permainan terindah itu selain tampil menyerang, menyerang, dan menyerang.
Arsene Wenger sangat keras kepala untuk menggantungkan hidupnya pada filosofi Penurunan Kualitas Serangan Arsenal
Perhatikan kualitas yang dimiliki Arsenal pada ekspresi dominan ini.
Sejak itu kata Forward pun dijadikan jargon lain klub bersanding dengan Victoria Concordia Crescit. Sejarah telah menuliskan dialah penggusur gaya traktor warisan George Graham, - boring boring Arsenal - tatkala resmi memasuki pintu gerbang Highbury. Ia peletak dasar seni permainan menyerang, memodernkan klub tanpa harus menghilangkan identitas atau tradisinya.

"Tak seorang pun yang dikontrak di klub ini tanpa persetujuan saya!" inilah kalimat kedua yang diucapkan Le Professeur di hadapan para eksekutif dan pemilik klub yang terletak di wilayah Holloway, London Utara, pada hari Senin 30 September 1996. Ucapan ini merupakan sinyal awal dia akan membangun konsep permainan.

Titah Wenger yang pertama, ketika itu pada David Dein dan Ken Friar (wakil presiden dan administrator klub): "Sekarang aku menginginkan transfer pemain gres. Saya tidak mau buang-buang waktu berdebat soal keuangan klub dan gaji mereka. Saya akan memberi saran siapa yang kita harus pilih, pemain yang sempurna untuk waktu yang tepat".

"Saya mempunyai kekuatan teknis atas pemain-pemain baru tapi tidak berkecimpung dalam penyelesaian soal keuangan klub. Yang paling penting dari itu semua yakni tidak satupun pemain yang terlibat dengan Arsenal tanpa persetujuan aku. Ini hal sakral," imbuhnya tegas. Uniknya, hal ini terjadi sebelum beliau dipilih resmi menjadi manajer Arsenal.

Saat mengepak koper-kopernya di Nagoya untuk siap-siap terbang ke London, Wenger telah meng-order pada Arsenal untuk segera mengamankan dan menciduk Remy Garde dan Patrick Vieira, yang ironisnya ialah dua pemain bertahan. Hanya dalam hitungan hari, Dein pun mengumumkan Arsenal telah mengontrak kedua pemain yang sama sekali tak dikenal pers Inggris itu dengan biaya 4 juta pound.

Orang bertanya-tanya, apa maksud semua ini? Bukankah Arsenal mempunyai Five Companions untuk pelapis gawang David Seaman - Tony Adams, Steve Bould, Martin Keown, Lee Dixon, Nigel Winterburn - yang sangat berkilau? Betul. Walau diisi Paul Merson, Ray Parlour dan David Platt, lini tengah Arsenal kadang masa menjadi sansak di hadapan tim-berpengaruh kuat alasannya adalah tidak punya jangkar.
Arsene Wenger sangat keras kepala untuk menggantungkan hidupnya pada filosofi Penurunan Kualitas Serangan Arsenal
Tanpa pertahanan mumpuni, konsep Arsenal Way gagal melulu.
Permainan Arsenal mirip poker. Kadang ahli, tak jarang pula loyo. Duet Dennis Bergkamp dan Ian Wright keseringan tidak mendapat suplai sebab lini tengah yang mudah bolong. Efek lebih angker terjadi pada Adams, Bould, atau Keown yang kerap bergantian cedera akhir mendapatkan tekanan bertubi-tubi. Lini tengah Arsenal tidak pernah stabil untuk konsep permainan menyerang.

Itulah kenapa Vieira didatangkan Wenger, dengan Garde menjadi pelapisnya termasuk untuk cadangan tiga bek tengah. Seperti diduga, korban pun berjatuhan. Merson dan Platt tersingkir. Ini adalah proses awal transisi permainan pragmatis warisan Graham menuju ofensif murni. Setelah enam bulan menjalani musim pertamanya, 1996/97, Wenger menjalankan bab kedua misinya.

Di bursa transfer ekspresi dominan acuh taacuh, Wenger kembali bikin termenung para administrator klub, juga fan, ketika mendatangkan Nicolas Anelka, 18 tahun, seorang Mike Tyson di sepak bola. Apa maksud beliau memungut anak jalanan yang belum usang dibina Paris Saint-Germain itu? Dengan tubuh yang berpengaruh tinggi dan cepat, Anelka difungsikan untuk menambah pergerakan dan rotasi di lini depan.

Sebelum abad Wenger, Arsenal bergotong-royong punya duet striker top pada sosok Ian Wright dan John Hartson. Wright bertipe finisher yang kelihaiannya bikin gol di dalam kotak penalti. Sedangkan Hartson difungsikan menjadi catu daya bagi Wright melalui banyak sekali flick-nya. Jelas terlihat gaya klasik Inggris yang menjiwai seluruh aspek serangan Arsenal.

Adapun tipikal Bergkamp ialah attacking-midfielder, playmaker, atau second-striker yang kinerjanya kerap tambal sulam dengan Merson. Selama ini tidak banyak yang melihat kelebihan Bergkamp selain Wenger. Dalam konsep sepak bola menyerang yang dibangunnya di Arsenal, satu-satunya puji syukur yang harus dipanjatkan Wenger ada di Arsenal ialah beliau diwarisi Bergkamp!
Arsene Wenger sangat keras kepala untuk menggantungkan hidupnya pada filosofi Penurunan Kualitas Serangan Arsenal
Duet penyerang Arsenal sebelum ada Thierry Henry.
Duet penyerang Arsenal kemudian diisi oleh Anelka-Bergkamp. Lewat perubahan inkremental di tahun perdananya, Wenger mengakhiri musimnya dengan mencetak 62 gol, kemasukan 32 gol serta meraih 68 poin bersama Newcastle United dan Liverpool. Hanya kekalahan agregat gol saja yang menciptakan Arsenal berada di urutan 3 di bawah Manchester United (75 poin) dan Newcastle.

Emirates-Dein-Henry

Dari statistik terlihat jumlah kebobolan Arsenal paling sedikit di Premiership, hanya 32 gol. Namun level produktivitas gol mereka, 62 gol, kalah jauh dari Manchester United dan Newcastle yang melesakkan 76 dan 73 gol. Benang merah telah ditemukan, improvisasi penyerangan mutlak harus dilakukan pada demam isu berikutnya, terutama di lini sayap karena kontribusinya rada minim.

Tersebutlah dongeng bergabungnya Marc Overmars, Luis Boa Morte dan Christoper Wreh jadi laskar penyerangan di tapal batas permainan. Overmars di kiri, Boa Morte di kanan. Wenger juga menarik Emmanuel Petit dan Gilles Grimandi untuk memperkukuh sentrum permainan. Duet Vieira-Petit tercatat dalam sejarah sebagai pondasi awal perubahan formasi 3-5-2 menjadi 4-4-2.

Winterburn dan Dixon, yang mulai menua, sekarang bekerja ringan sebab hanya lebih fokus di pertahanan sayap. Wenger juga mengurangi tembok pertahanan menjadi dua. Adams-Bould atau Adams-Keown atau Bould-Keown. Proses ini berjalan mulus sebab jadinya Wenger membawa Arsenal menjuarai liga dengan keseimbangan permainan yang lebih baik.

Mereka meraih 23 kemenangan, 9 kali seri dan hanya enam kali kalah. Produktivitas gol 68 dan kebobolan 33 gol. Kemapanan skuad 1997/98 ini mencapai puncaknya sehabis sukses meraih titel Piala FA. Bayangkan, cukup dua demam isu Wenger telah merenggut gelar ganda di Inggris. Dia puas dikarenakan telah menemukan blue-print konsep permainan Arsenal di masa depan.

Proses ketiga masuk tahun 2000-an sudah bukan transisi lagi, tapi menuju kemapanan. Di era ini tinggal Vieira, Parlour dan Bergkamp yang memanggul roh permainan. Sementara Adams, Keown, Bould, sampai David Seaman telah berakhir masanya. Skenario Wenger sesuai rencana. Arsenal kini berada di bawah kendalinya. Pikiran dia terus menerawang jauh ke masa depan.
Arsene Wenger sangat keras kepala untuk menggantungkan hidupnya pada filosofi Penurunan Kualitas Serangan Arsenal
Arsenal The Invincibles. Sulit diulangi dalam 100 tahun.
Masuknya Nkwanko Kanu, Fredrik Ljungberg, Davor Suker, Robert Pires, Sol Campbell, Lauren Etame Mayer, Sylvain Wiltord, Kolo Toure, Ashley Cole, Gilberto Silva, Jens Lehmann, dan tentu Thierry Henry, mengukuhkan Arsenal sebagai salah satu klub terkuat di Inggris yang mencapai puncaknya di ekspresi dominan 2003/04 dengan mencatatkan diri menjadi The Invincibles.

Konsep permainan menyerang yang diinginkan Wenger, The Arsenal Way, dilahirkan tidak sempurna karena di sisi lain, Wenger bukan lagi cuma mengkreasi skuad akan tetapi stadion. Kegagalan mendatangkan Cristiano Ronaldo, Zlatan Ibrahimovic, hingga Didier Drogba disebabkan oleh informasi kebijakan uang ketat setelah Arsenal membangun stadion Emirates pada 2004. Duet Cesc Fabregas dan Robin van Persie menjadi harapan konsep permainan Arsenal di era depan.

Perpindahan tuas dari Vieira ke Fabregas sangat radikal alasannya adalah Wenger kembali bereksperimen untuk mengakali sumber daya yang ada sesuai terbatasnya bujet transfer. Kenapa beliau berharap banyak pada mereka? Tidak lain alasannya adalah Wenger membentuk keduanya semenjak awal.

Namun Wenger harus membayar mahal alasannya adalah dia mesti menunda idealismenya wacana sepak bola atraktif. Publik menilai beliau hanya mencari nalar supaya keuangan klub tidak terganggu. Di dikala proses transformasi sedang berlangsung hangat, tiba-datang bom waktu meledak di ruangan komisaris. David Dein diusir sebagai administrator klub oleh para pemegang saham pada 2007.

Faktor Emirates dan Dein sangat mempengaruhi kebijakan permainan Wenger, yang mulai mengenalkan teladan garang 4-3-3 sejalan dengan merekahnya Theo Walcott, Jack Wilshere, dan Aaron Ramsey. Walcott ialah warisan terakhir Dein di Arsenal. Konsentrasi Dein dianggap mulai buyar alasannya beliau keblinger tidak menjaring tandem Walcott di Southampton: Gareth Bale!

Bahkan kepergian Henry dan Ljungberg di 2007 dianggap sebagai dua faktor lainnya yang ikut meruntuhkan acuan permainan Arsenal. Carlos Vela, Alexander Hleb, Thomas Rosicky, Emmanuel Adebayor, Nicklas Bendtner, dan Eduardo Da Silva sempat dicoba jadi andalan gres. Keenamnya bertipe menyerang. Namun di sisi lain, Arsenal tidak membeli 'bintang' untuk lini pertahanannya.
Arsene Wenger sangat keras kepala untuk menggantungkan hidupnya pada filosofi Penurunan Kualitas Serangan Arsenal
Sanggup mengalahkan Barcelona dengan gaya menyerang.
Periode 2008-2010 merupakan kala keemasan permainan ofensif sekaligus produktivitas gol The Gunners. Lewat kharismanya, Wenger masih bisa menarik Samir Nasri dan Andrey Arshavin, dari Marseille dan Zenit yang semakin menguatkan konsep The Arsenal Way. Bahkan di masa inilah untuk pertama kalinya Arsenal mengalahkan Barcelona di pentas Liga Champion.

Keasyikan mengidamkan sepak bola garang, beliau mulai melupakan pentingnya pertahanan sebagai basis utama permainan menyerang. Musuh-musuh Arsenal kesenangan karena Wenger sudah tidak butuh lagi pada standar pemain seperti Vieira atau Gilberto. Walhasil di kurun ini, hasil menyakitkan diterima Arsenal alasannya adalah berkali-kali gagal juara meski produktivitasnya luar biasa.

Pepatah Cina

Poros Fabregas-Nasri-Arshavin-Rosicky-Walcott-Van Persie sangat menyeramkan lawan. Plus duet Wilshere-Ramsey sebagai suksesor. Namun jangkar elegan (dua titik terpenting dalam sepak bola) yang cuma dipanggul pemain sekelas Mathieu Flamini, Alex Song, atau Denilson, membuat mimpi-mimpi Arsenal musnah dengan cepat. Kegagalan demi kegagalan membuat pemain frustrasi. Tapi Wenger seperti tak mau tahu.

Sesudah Lehmann dan Gilberto pensiun bareng pada 2008, Arsenal telah kehilangan leader sejati yang tidak pernah ada gantinya hingga kini. Walau bukan yang terbaik, William Gallas sempat dipaksakan jadi penerus. Sayangnya selain sentimental dan temperamental, eks bek Chelsea ini bukan produk binaan Arsenal. Gara-gara Gallas pula, Kolo Toure jadi hengkang dengan membawa sakit hati.

Usai Gallas, giliran Fabregas yang tampil jadi pimpinan di lapangan. Orang yang memahami permainan niscaya mengerti fungsi kapten sebagai sumber ilham dan stabilitas permainan. Dari sinilah konsentrasi serangan bisa terbangun dengan sempurna seperti halnya Vieira dulu. Terbukti pula Fabregas berat menjalaninya. Rasa frustrasi semakin memuncak.

Wenger memang menjamin posisi mereka, namun tidak pada kebutuhan mereka: titel juara. Akibatnya dalam enam animo beruntun terjadi eksodus besar-besaran. Flamini dan Hleb (2008), Adebayor dan Kolo Toure (2009), Gallas, Sol Campbell, Senderos (2010), Gael Clichy, Fabregas, Nasri, Emmanuel Eboue (2011), Van Persie dan Song (2012) sampai Arshavin dan Gervinho (2013).
Arsene Wenger sangat keras kepala untuk menggantungkan hidupnya pada filosofi Penurunan Kualitas Serangan Arsenal
Lini tengah Arsenal selalu berkualitas.
Sekarang apa yang diandalkan Wenger semoga panji sepak bola menyerang di Arsenal selalu berkibar? Apakah ia sudah besar hati dengan kehebatan hidangan racikannya yang hanya hebat untuk melahirkan peluang demi peluang? Bagaimana cara beliau menjaga Mesut Oezil, Alexis Sanchez, Santi Cazorla, atau Jack Wilshere jangan sampai frustrasi lagi?

Sungguh sepak bola mengontrol dan membuka peluang sebanyak mungkin sedang dijalani di Arsenal. Sayangnya kualitas penyerang tenah Arsenal tertinggi hanya di diri Olivier Giroud. Bukan Luis Suarez atau Edinson Cavani. Perhatikan pula di animo ini di mana Francis Coquelin didapuk jadi gelandang bertipe 'tukang angkut air' bahkan bertanggung-jawab juga pada bola-bola udara.

Konsep permainan Arsenal kini bergotong-royong tak jauh dari sebelumnya. Ditujukan bukan menjadi juara, kecuali untuk meraih posisi empat besar. Penciptaan banyak peluang itu tandanya. Dari 10 peluang, 1-2 gol yang tercipta. Sementara di pertahanan justru kebalikannya. Lawan mampu mencetak 1-2 gol dari 4-5 kali upaya penyerangan. Kekalahan 2-3 dari Stoke City jadi acuan sahih.

Yang sudah kelotokan menonton bola pasti paham, ada sesuatu yang terlihat bagaimana sebuah tim atau seorang manajer bisa mencapai keinginan tertingginya. Lalu apa yang terjadi di sana? Kelemahan terbesar permainan ala Wenger mempertahankan keadaan dikala skor ketat. Keunggulan mampu berbalik. Begitu juga sulit mengejar ketertinggalan skor permainan.

Pada umumnya, saat sebuah tim tertinggal satu gol, apapun dilakukan untuk menebusnya. Entah itu tembakan jarak jauh, bahkan keberuntungan untuk mencari penalti dengan menerobos penuh resiko pada kerumunan bek lawan di kotak penalti. Seperti yang dilakukan Wayne Rooney dikala menghadapi Swansea. Pola penyerangan Arsenal selalu merasa situasi dalam status ideal.

Ketika unggul, untuk beberapa ketika biasanya kesebelasan cerdas lebih banyak mengontrol bola ketimbang bikin serangan baru. Secara psikologis ini menguntungkan sebab tim tertinggal pasti akan melaksanakan serangan akhir untuk menebus skor. Keputusan Wenger yang sering telat bahkan tidak memainkan Walcott atau Rosicky juga bikin orang geregetan.

Penonton bisa melihat hanya pada diri Walcott dan Rosicky terdapat self belief untuk mengubah keadaan. Pergerakan dan motivasi mereka lain dari yang ada. Keduanya pula yang suka melaksanakan tembakan jarak jauh bagaimanapun sulitnya. Statistik menyampaikan rasio tembakan jarak jauh Arsenal untuk menjadi gol cukup mengkhawatirkan 19: 1,8 gol.
Arsene Wenger sangat keras kepala untuk menggantungkan hidupnya pada filosofi Penurunan Kualitas Serangan Arsenal
Kehadiran Alexis Sanchez mengubah gaya Arsenal Way.
Sering terlihat Alexis Sanchez atau Mesut Oezil kelamaan berputar-putar menembus barisan pertahanan lawan yang seperti bus sedang parkir. Sanchez barangkali berani melanggar perintah Wenger yang mengharamkan menendang eksklusif ke gawang (shot on sasaran). Tapi Oezil atau Kieran Gibbs? Perhatikan cara Aaron Ramsey, Alexis atau Rosicky mencetak gol. Kebanyakan bukan dari gaya khas Arsenal.

Ada pepatah Cina yang mengatakan "Jangan pernah mengatasi duduk perkara dengan mata Anda, tetapi dengan semangat Anda." Ungkapan ini mungkin patut dimaknai dalam-dalam oleh Wenger. The Arsenal Way mulai hidup saat ada Jack Wilshere. Ini satu-satunya pemain Arsenal yang punya sentuhan magis ala Maradona. Lawan sangat sulit membaca gerakan pemain yang satu ini.

Merosotnya gol Arsenal belakangan ini juga karena absennya Wilshere dan Ramsey serta belum optimalnya kontribusi Walcott yang memang jarang diberi kesempatan main sejak awal. Untuk memainkan sepak bola menyerang, dituntut kepekaan terhadap sesama rekan. Wenger harus memahami pola pikir pemainnya kepada siapa mereka lebih klik di lapangan.

Ingat-ingat bagaimana dulu Bergkamp selalu tahu kemana dan apa maunya Henry. Pires sangat paham efek dari gerakan Henry. Ljungberg yang berani mati sehingga menjadi rebounder terbaik di Inggris. Ah, sudahlah, itu kala silam. Harus diterima memang sulit di kala sekarang mencari sesuatu yang bermutu dan bermakna seperti di kala kemudian.

Produktif Tanpa Hasil

Tampaknya terlalu sulit untuk tidak mengakui Arsenal sebagai salah satu kesebelasan paling bernafsu di Inggris juga di Eropa. Statistik di tiga animo terakhir menjadi cerminan Arsene Wenger, sebagai juru strategi, sangat mencintai permainan menyerang. Meski bukan yang terbaik, namun di Premier League rata-rata tim Merah-Putih mencetak 71 gol atau hampir dua gol di setiap berkelahi.

Sementara untuk total gol di seluruh kompetisi, The Gunners mampu menciptakan rata-rata gol di atas 100. Musim lalu dan juga sebelumnya merupakan kurun terbaik agresivitas Arsenal. Di 2013-14, Arsenal mencetak total 105 gol di semua ajang resmi (Liga, Piala Liga, Piala FA dan Liga Champion). Hal sama pada 2012-13 di mana torehan gol mencapai 106.

Catatan kurang menggembirakan, yang menguak kelemahan terbesar Arsenal, tak pelak lagi ada di pertahanan yang bertanggung-jawab atas rata-rata 42 gol di setiap isu terkini Premier League (2011/12, 2012/13, 2013/14). Di ajang cups, sektor ini juga menerima rata-rata 63 gol lawan untuk semua kompetisi di tiga trend  (2011-2014).
Arsene Wenger sangat keras kepala untuk menggantungkan hidupnya pada filosofi Penurunan Kualitas Serangan Arsenal
Starting XI Arsenal The Invincibles 2003-04.
Sebagai bandingan, dikala menjuarai Premier League terakhir kali di 2003/04, total gol memasukkan Arsenal mencapai 124 gol di empat ajang. Namun uniknya, total gol memasukkan di pentas liga hanya 73 gol alias masih kalah sebiji gol dari pencapaian di 2011/12. Jumlah gol kemasukan mampu mencerminkan berapa banyak kekalahan.

Jika pada 2011-2014 rasio kebobolan Arsenal rata-rata 42 gol di liga, maka di demam isu 2003/04 mereka hanya kebobolan 26 gol! Mengapa mampu terjadi? Jawabannya, mereka tidak terkalahkan sama sekali! Namun harapan publik Gooner untuk mengulangi kejayaan Invincibles 2004, mahakarya Arsenal dan Arsene Wenger, simpel sirna semenjak mereka pindah markas, dari Highbury ke Emirates pada 2006.

Pasca kurun ini, untuk membayar hutang stadion megahnya sebesar 260 juta pound (total pembangunan 390 juta pound, dana sendiri 130 juta pound), Wenger menerapkan kebijakan gres penggunaan pemain muda yang dididik semenjak di perguruan sebagai improvisasi sekaligus transformasi abjad permainan Arsenal untuk era depan. Ia lihai membongkar skuad setiap animo demi membidik produktivitas gol, namun sudah 11 ekspresi dominan titel liga bagi Arsenal selalu jauh dari realita. Pertanyaan sepele, apa penyebabnya? Nah jawabannya yang panjang kali lebar.


FENOMENA GOL ARSENAL DI EMPAT MUSIM


2011-12           Gol 
👉Premier League 74-49
👉Liga Champion 10-10
👉Piala FA                 4-4
👉Piala Liga         5-3
🔺Total         93-66

catatan menarikDihantam Manchester United 2-8. Menang atas Blackburn 7-1. Mengalahkan Chelsea 5-3 di Stamford Bridge. Menang 5-2 atas Spurs.

2012-13        Gol
👉Premier League 72-37
👉Liga Champion 13-11
👉Piala FA                 6-5
👉Piala Liga         14-7
🔺Total         105-60

catatan menarikMenghantam Southampton 6-1. Menang atas Spurs 5-2. Mengalahkan Newcastle 7-3. Mengalahkan West Ham 5-1. Mengalahkan Reading 5-2 di liga dan 7-5 di Piala Liga. Menang atas Coventry 6-1 di Piala Liga.

2013-14        Gol
👉Premier League 68-41
👉Liga Champion 14-8
👉Piala FA                 20-7
👉Piala Liga         4-7
🔺Total         106-63

catatan menarikSelama 20 pekan peringkat 1 (4-16) dan (18-24), peringkat 2 (25-27), peringkat 3 (28-29), peringkat 4 (30-38). Kalah dari Manchester City 3-6. Kalah dari Liverpool 1-5. Dihantam Chelsea 0-6. Kalah dari Everton 0-3.

2014-15           Gol
👉Premier League 51-29*
👉Liga Champion 17-11*
👉Piala FA                 7-2*
👉Piala Liga         1-2
🔺Total         76-42*

*sampai 1 Maret 2015

catatan menarikMenang 5-0 atas Aston Villa, Kalah 1-3 dari Monaco di Liga Champion pada babak 16 besar di Emirates. Sanggup melakukan 'ugly-win' (Crystal Palace 2-1 dan Everton 2-0).

(foto: skysports/fourfourtwo/grandoldteam)

0 comments:

Post a Comment