Saturday, April 14, 2007

Pssi: Piala Dunia Sebelum Kiamat!

SUDAH lama saya menghindari menulis soal PSSI. Bukan apa-apa, pasalnya hal itu bisa membuat aku berpikir sangat keras, letih, sakit hati tapi yang lebih celaka lagi yaitu segala tutur kata bakal diakhiri tanpa cita-cita! Bayangkan, jikalau harapan saja sulit diraih dari usaha yang dibentuk, apalagi yang mau dijadikan tantangan ke depan.

SUDAH lama saya menghindari menulis soal PSSI PSSI: Piala Dunia Sebelum Kiamat!
Kenapa dikatakan tanpa harapan? Sejak divonis publik sebagai organisasi paling konyol bin kontroversial di Tanah Air, barangkali PSSI telah menerima jutaan kritik dan saran. Kalau mereka mau membuka mata lebar-lebar dan rajin membersihkan telinga, terlalu banyak keinginan masyarakat kepada PSSI, demi kemajuan sepak bola nasional tercinta.

Siapakah yang dimaksud setiap kali menyebut kata PSSI? Apakah beliau identik dengan ketua umumnya? Direktur-direkturnya? Komisi Disiplinnya? Tim nasionalnya, atau segala yang berkenaan dengan hal perihal dunia persepak bolaan di Indonesia? Bisa jadi semuanya benar. Dengan mudahnya harapan berganti menjadi kemarahan atau frustrasi yang akan berujung pada kerusuhan.

"PSSI = Perampok Sepak Bola Seluruh Indonesia," demikian spanduk besar yang dibentangkan suporter Jak-mania di Stadion Lebak Bulus, sehabis tim Indonesia kalah 1-2 dari Lebanon, Rabu (28/3). Bayangkan, dengan negara yang lapangan bolanya sering jadi ladang bom Israel saja kalah. Ada lagi, Komdis disebut Komisi Sadis, dan itu belum cukup jikalau kita mendengar eksklusif apa yang mereka selalu hujat.

Setiap dikala PSSI menuai angin puting-beliung. Coba kumpulkan guntingan opini, surat terbuka, kritik dan saran yang ada di koran-koran saja setiap pekan. Isinya mulai dari yang paling halus hingga paling bernafsu. Semoga Jaya Suprana punya pandangan baru untuk memuat itu ke MURI sebagai rekor terbarunya: kliping wacana topik tertentu yang terbanyak di dunia!

Simpanlah file-file tentang PSSI dari ratusan ribu milis atau blog, dijamin hard disk lap-top kita akan penuh dengan koleksi caci makian. Juga rekamlah program-acara di talk-show, diskusi, seminar, simposium, radio atau televisi yang pernah terjadi. Lagi-lagi maka anda akan takjub melihat durasinya yang, barangkali, 7 x 24 jam alias seminggu non-stop!

Dan uniknya, semuanya itu bertema sama: soal PSSI! Entah itu cara memajukannya, pembentukan timnas, skandal jadwal, wasit, tiket, kebrutalan penonton, sampai pengaturan skor contohnya. Sebenarnya fenomena ini menarik sebab menunjukkan betapa dinamikanya sepak bola nasional.

Sayangnya, hasil yang diraih tak mengarah menuju kemajuan alias muter-muter di kawasan persis seperti kecoak terbalik. Nyaris setiap hari ada informasi kekisruhan pemain, kepemimpinan wasit, ulah penonton, tingkah para pengurus, dan seterusnya. Ternyata memikirkan bagaimana cara membenahi PSSI itu sulitnya alang kepalang, mirip menegakkan benang. Nyaris mustahil.

Sisi Negatif

Membicarakan PSSI itu perlu punya tenaga super, harus rajin mengecek tekanan darah alasannya resikonya bikin jantung berdebar-debar tak karuan. Kalau pun sudah dipenuhi, usai berusaha keras banyaklah doa semoga tabah. Sebab jikalau tak pintar mengelola stres, jangan-jangan tujuan mulia belum tercapai, kita sudah digotong orang-orang ke makam umum.

Kini menonton timnas main saja, sontak menciptakan tensi kita tinggi mendadak! Betapa tertinggalnya persepak bolaan kita bisa dilihat dari pelbagai kekalahan gila dari negara-negara 'asing' seperti Vietnam atau Singapura yang dulunya tak ada tradisi menang jikalau melawan Indonesia.

Bahkan dengan Lebanon atau Iraq, yang latihannya saja di bawah desingan peluru, timnas PSSI masih saja kalah memalukan. Jangan cari alasan kuno mirip soal bakat atau postur tubuh. Bukan itu. Kalau mau bandingkan, lihatlah di Iraq dan Lebanon, jangan-jangan gedung federasi sepak bolanya sudah rata dengan tanah akibat terjangan bom. Fenomena ini menerangkan bahwa - sepak bola ialah permainan belaka dan bukannya drama - telah kembali. Sebentar lagi tren ini akan menyapu bersih Eropa seperti yang telah dikumandangkan Presiden UEFA Michel Platini.

Sahabat aku yang pernah usang tinggal di Italia dan tahu banyak bagaimana kinerja FIGC (PSSI-nya Italia), kesudahannya mengakui bahwa organisasi sepak bola negeri ini tiada duanya. Di Italia, katanya, kongkalikong dan intrik juga seperti di sini malahan jauh lebih bejibun. Bedanya di sana aturan dan fungsinya masih berjalan sebagaimana mestinya.

PSSI mirip Indonesia kecil. Sarat problema, penuh polemik dan selalu dilematis. Gaya PSSI kolam judul film Asrul Sani, Kejarlah Daku Kau Kutangkap, Prinsipnya klasik seperti pepatah Arab, Biar Anjing Terus Menggonggong Kafilah Tetap Berlalu, dan last but at least, mata batin PSSI seperti sudah terkunci mati.

Apa yang pernah diucapkan Jose Mourinho barangkali benar adanya. Orang Portugal yang melatih Chelsea ini bilang, "Sisi negatif sepak bola yaitu sisi negatif masyarakatnya. Orang per orang membawa masuk pengaruh negatifnya ke dalam masyarakat melalui sepak bola."

Bagi saya, sepak bola menunjukkan bangsa sekaligus menjadi ukuran sebuah peradaban. Negeri ini punya banyak orang berilmu termasuk yang ada di PSSI. Yang kurang banyak itu orang cerdik, yang berani dan yang jujur. Secara teknis PSSI juga memerlukan banyak praktisi psikolog atau sosiolog jago. Perhatikanlah permainan tim nasional kita.

Bakat pemainnya andal dengan pengalaman yang cukup, pelatihnya mumpuni, latihannya keras dan intens, strateginya ciamik, makanannya mungkin bergizi, tapi begitu main, alamak, semua di luar skenario. Tak punya kecerdasan mental bermain. Visinya minim meski kemampuannya setuju.

Munaslub PSSI

Dalam sepak bola modern, waktu dan ruang harus selalu matching. Benarkah PSSI makin sulit lagi mengembangkan performanya seiring dengan kacaunya tatanan kehidupan di Indonesia secara multi-dimensi? Seperti kata Michel Platini, "For me football is more about making the right pass at the right time", barangkali memang sedang terjadi di Indonesia.

Selama ini banyak kalangan yang kelihatannya membisu melihat sepak terjang PSSI. Tidak intens bukan berarti tidak perduli. Kata orang, batas antara benci dan cinta itu tipis. Maklumlah jika orang mudah murka pada PSSI. Itu berarti masih ada perhatian. PSSI akan selalu jadi pusat perhatian dan keinginan, sebab 224 juta rakyat Indonesia mayoritasnya ialah penggemar bola.

Sepak bola Indonesia memang sudah salah dan cacat sejak berojol. Ia dilahirkan dari rahim usaha dan atmosfir politik yang kental dengan benih berjulukan nasionalisme. Makara bukan untuk mencari prestasi bahkan untuk menyehatkan rakyat. Di mata aku, PSSI seperti perusahaan besar, ingin besar tapi takut besar. Saking besarnya justru tidak tahu akan kebesarannya itu sendiri.

Tapi tidakkah kita merasa gembira sebagai negara Asia pertama yang tampil di Piala Dunia 1938? Sekjen AFC Dato Peter Velappan bahkan menjuluki Indonesia 'Brasil-nya Asia' atau 'Raksasa yang sedang tidur'. Salah satu ambisi terkini Ketua Umum PSSI Nurdin Halid ialah meloloskan Indonesia ke Piala Dunia 2018, yang gampang-mudahan berlangsung di Australia. Walau terlalu jauh, namun setidaknya masih lebih berani ketimbang Visi Indonesia 2030 yang dikreasi pemerintah dan pengusaha.

Namun yang lebih penting, PSSI harus konsisten dan konsekwen. Pekerjakanlah orang-orang yang fokus dengan pengabdian tinggi. Sebab kalau tidak, jangan lagi 2018 atau 2030 (dikala PSSI berusia seabad), sampai kiamat pun Indonesia tidak akan pernah masuk ke putaran selesai Piala Dunia!

Pedoman Dasar, perubahan AD/ART yang dibuat pada 2004, harus menjadi cita-cita dan impian anyar sekaligus tonggak gres persepak-bolaan nasional sehabis 77 tahun (1930-2007) berjalan. Maka Munaslub, yang bulan ini digelar di Makassar, sangat memilih visi dan misi PSSI ke depan.

Di negeri, sepak bola kita semua bergantung pada satu merek: PSSI! Merek, kata David D'Alessandro dalam Brand Warfare, yakni nasib Anda. Yang perlu diingat lagi, skandal yaitu ancaman besar yang paling sulit ditangani pembangun merek. Jadi sudahilah! Mudah-mudahan ke depan masyarakat akan lebih positive-thinking memandang keputusan dan gerakan yang dibuat PSSI. Jangan sampai ada demo mahasiswa bahkan revolusi rakyat sebagai gantinya toh? Selamat ulang tahun ke-77, PSSI!

(foto: istimewa)

0 comments:

Post a Comment