Saturday, July 25, 2015

Hak Siar Premier League 2016-2019: Hasrat Pemilik Sepak Bola

Premier League yakni salah satu kisah produk tersukses bangsa Inggris selain musik, internet, atau kereta api. Tapi tidak seperti musik yang menyenangkan hati, internet atau kereta api yang memudahkan umat insan, kompetisi sepak bola paling bersejarah di dunia ini justru sering menuai cemoohan. Kenapa?

Premier League adalah salah satu kisah produk tersukses bangsa Inggris selain musik Hak Siar Premier League 2016-2019: Hasrat Pemilik Sepak Bola
Tujuh lapak besar memperebutkan satu masakan yummy.
Bayangkan dunia ini tanpa Premier League. Sepi? Suram? Apapun. Sehingga, tak syak lagi, seperti sudah jadi suratannya, liga ini pun bak dua sisi mata uang. Di satu sisi memperlihatkan kualitas kompetisi akhir tempaan sejarah dan motif, sisanya lagi menjadi simbol kerakusan atas dominasi ekonomi sepak bola, yang memang mereka kreasi sejak awal. Sebenarnya Inggris bukan penemu sepak bola kecuali merapikannya, si pembuat hukum pertama untuk mengurangi kebiadabannya.

Terus terang, motif awal dari semuanya memang bisnis. Simak sejarah berdirinya FA yang diotaki Universitas Cambridge pada 1848 yang ujungnya mencari keuntungan dari bisnis tontonan. Tujuan bisnis selalu menguntungkan negara dan menghidupi masyarakat. Ketika hasilnya ratusan bisnis yang tersangkut berkembang menjadi satu industri di masa informasi dan jagat hiburan mirip sekarang, kesan olah raga yang terkandung di dalam Premier League pelan-pelan menjadi sirna.

Masuk di pertengahan dekade kedua milenium baru, globalisasi Premier League menuju abad puncaknya. Banyak yang senang, tidak sedikit pula yang berang. Kita di Indonesia kebanyakan belum ngeh dengan pengaruh kenaikan hak siar Liga Primer Inggris mulai tahun depan, tepatnya mulai musim 2016/17, yang nilainya mencapai 5,136 milyar pound atau Rp 100 trilyun lebih! Yang membenci kapitalisme menuding, sepak bola selalu jadi ajang kepentingan dan cari untung semata.

Sesuai sejarahnya, Inggris berhak mengoyog-oyog lanskap sepak bola. Ini seperti rebutan lapak, cara FA untuk memenangi persaingan masa depannya. Walau di atas kertas FIFA penguasa dunia dan UEFA penguasa Eropa, tapi kronologis historisnya tidak demikian. Inggris selalu besar hati dan cendekia memanfaatkan sejarah periode lalunya. Premier League - sebagai anak emas FA - kini bersaing besar lengan berkuasa dengan Liga Champion sebagai ikon kompetisi bermutu yang paling komersial. 

Piala Eropa dan Piala Dunia digelar empat tahun sekali. Namun Premier League setiap tahun. Bisa dibayangkan betapa cepatnya putaran roda bisnisnya. Ketika David Dein dkk., merancang Premier League pertama kali pada 1991, nilai hak siarnya yang ditawarkan ke Rupert Murdoch lewat Sky Network cuma 112 juta pound. Malahan seusai kejadian Heysel 1985, titik nadir bisnis sepak bola Inggris, tak satupun TV lokal mau menayangkan Liga Inggris walaupun digratiskan!

Premier League adalah salah satu kisah produk tersukses bangsa Inggris selain musik Hak Siar Premier League 2016-2019: Hasrat Pemilik Sepak Bola
Tayangan bergerak sesuai tuntutan konsumen.
Kini kontrak baru yang naik 70% dibanding termin sebelumnya menciptakan 20 klub Premier League tercatat sebagai 40 klub terkaya di dunia. Dengan kontrak gres itu pula penghasilan Burnley kelak jauh lebih banyak dari Ajax Amsterdam. Banjuran dana 100 trilyun perak membuat juru kunci Premier League 2016/17 masih menangguk hadiah 99 juta pound (hampir Rp 1,9 trilyun). Lalu juaranya? Tambahkan sekitar 51 juta pound lagi sehingga didapat fulus sebesar Rp 2,85 trilyun.

Belum lagi jatah hak siar dan opsi lain dari pendapatan iklan. Dari mana klub-klub EPL itu basah kuyup uang? Ya dari mana lagi bila bukan dari dua stasiun TV pemenang rights Premier League 2016-2019, Sky Sports dan British Telecommunication (BT). Sky membeli hak siar Premier League pertama kali pada era 1992-97 dengan nilai nominal hanya sebesar 190 juta pound.

Rp 88 Milyar Per-Laga

Kesuksesan Premier League tiba-datang meroket gara-gara kasus kungfu-kick Eric Cantona, kedigdayaan Manchester United, sensasi Blackburn Rovers, dan revolusi awal Chelsea melalui Ruud Gullit dan Gianluca Vialli. Lantaran kian disusupi drama di banyak sekali laganya, kontrak kedua (1997-2001) naik menjadi 670 juta pound. Kedatangan Arsene Wenger, agresi fenomenal David Ginola, peran mahir Leeds United, atau sepak terjang Newcastle United dianggap sebagai pemicunya.

Efeknya makin aktual karena di saat yang sama di Serie A mulai aneka macam skandal skor. Pada termin 2001-2004, nilai tontonan Premier League dihargai TV 1,2 milyar pound, lebih banyak karena pengaruh dibelinya Chelsea oleh Roman Abramovich. Di era ini Premier League dicap sebagai marketer terhebat buat pengiklan di industri sepak bola. Meskipun sempat turun nilainya menjadi 1,024 milyar di era 2004-07, namun di periode 2007-10 melesak lagi ke angka 1,706 milyar pound.

Pada 2010-2013 dan 2013-2016, angkanya kian fantastis sebab bernilai 1,782 milyar lalu naik dua kali lipat: 3,018 milyar pound. Di era masa 2016 belum usai, gontok-gontokan BT, Sky, MP Silva, dan Discovery Channel untuk tender 2016-19 menjulangkan nilai hak siar Premier League. Artinya mulai 2016/17, value Premier League - ditonton di 212 teritori sejagat, 643 juta pelanggan dan 5 milyar penonton di bumi - berharga 4,5 juta pound (Rp 88 milyar) lebih setiap laganya!

Dari mana? Bagi saja angka 5,136 milyar dengan total berkelahi Premier League yang mencapai 1.140 (3 x 380) untuk tiga trend. Jika keuntungan yang dibidik operator ingin dua kali lipatnya, keluarlah angka Rp 170 milyar per-laganya. Bagaimana cara TV menutup sasaran itu untuk sebuah tontonan berdurasi paling lama dua jam itu? Selama ini big-match di EPL setiap musimnya, yang diikuti 8-9 klub top, paling banter berjumlah 56-72 berkelahi saja. Bagaimana dengan dua ratusan sisanya?

Premier League adalah salah satu kisah produk tersukses bangsa Inggris selain musik Hak Siar Premier League 2016-2019: Hasrat Pemilik Sepak Bola
Premier League di Amerika Serikat.
Itu duduk perkara mereka. Problem kita di Indonesia sebagai penonton atau konsumen juga tidak enak. Tak ayal, mulai 2016 siap-siap Anda membayar kenaikan dengan mahal yang dikenakan kanal televisi kabel selama ini, atau... mencopotnya. Tajuk The Greatest Show On Earth yang dikumandangkan Premier League rupanya menjadi bumerang buat penontonnya, tidak saja di stadion juga melalui televisi. pastinya kenaikan kontrak itu menjadikan efek macam-macam.

Ada yang untung dan tapi lebih banyak yang rugi. Bukan lagi Liga Skotlandia gulung tikar kemudian Celtic atau Rangers bergabung dengan Premier League, namun masa depan La Liga ikut terancam. Menarik ditunggu respons La Liga untuk mencegah Neymar, Messi, Bale dan Ronaldo agar mampu bertahan di Spanyol. Kontrak sebesar itu mendadak bikin klub-klub Premier League kaya raya dan berpotensi memiskinkan banyak sekali liga di Eropa bahkan di kompetisi lain di Inggris sendiri.

Yang telah kaya semakin lebih tajir lagi sebab 50 persen dari nilai kontrak sealaihim itu dibagi kepada 20 klub menurut potensi atau skala bisnisnya yang urutannya tak jauh dari Manchester United, Arsenal, Chelsea, Manchester City, Liverpool, Tottenham Hotspur, Everton, dan Newcastle atau Southampton. Dengan kebanjiran uang hak siar, klub-klub Premier League mampu menggaji tinggi manajer dan pemainnya, membeli pemain mahal dari seluruh dunia dari pasar transfer.

Premier League yaitu senjata ekonomi FA, World Cup ladang kekayaan FIFA, dan Champions League dan EURO gudang uang milik UEFA. Andai Liga Champion disebut Piala Dunia setiap tahun, maka Premier League bisa dijuluki Liga Champion setiap musim. Lihat saja betapa serunya perebutan empat besar yang diikuti hampir separo dari pesertanya. Karena terlahir sebagai anak sulung di sepak bola, langkah FA ke depan selalu disetir oleh hasrat berkuasa.

6 PAKET TAYANGAN PREMIER LEAGUE 2016-2019


Premier League adalah salah satu kisah produk tersukses bangsa Inggris selain musik Hak Siar Premier League 2016-2019: Hasrat Pemilik Sepak Bola
Paul Scholes, David James, Steve McManaman. Paket komentator di BT.
Musim ini merupakan edisi kedua dari paket kontrak hak siar Premier League 2013-2016 yang bernilai 3,018 milyar pound (setara dengan Rp 59 trilyun). Masih tersisa satu animo lagi, 2015/16, sebelum jadinya memasuki era gres nan fantastis termin berikutnya 2016-2019 (isu terkini 2016/17, 2017/18, dan 2018/19). Apa saja perubahan yang terjadi pada ketika itu?

Sebenarnya tak banyak penambahan kecuali satu yang hal saja namun hebohnya cukup mengubah kebiasaan menonton cukup signifikan. Apakah itu? Yakni adanya sabung pada hari Jumat malam (atau Sabtu dinihari WIB). Alhasil penambahan menciptakan tayangan live Premier League mulai isu terkini 2016/17 menjadi enam program tontonan. Berikut uraiannya.

Super Sunday. Sama seperti kini, laga paling prestisius ini merupakan paket termahal Premier League yang belum tergoyahkan. Namun mulai Agustus 2016, nilainya makin membubung enam kali lipat sehingga setiap adu Super Sunday, pasti berisi tubruk sesama klub lima besar (Arsenal, Chelsea, Liverpool, Manchester City dan Manchester United) berharga 10 juta pound! Saking mahalnya tajuk sabung ini disebut dengan Super Mega Triple Double Extra Bacon Awesome Sunday! Untuk diingat, di kala ini duel Super Sunday terdiri dari dua sabung dimulai Minggu jam makan siang yang diambil BT, dan tabrak jam 16.00 yang dimiliki Sky Sports. Total Super Sunday yang dijual yakni 18 pertandingan.

Friday Night. Sky Sports memenangi program baru cara menonton Premier League yang totalnya mencapai 18 berkelahi. Duel EPL di Jumat malam (atau Sabtu dinihari WIB) dipastikan diisi oleh barisan papan atas, salah satu tim lima besar melawan tim semisal Tottenham Hotspur, Everton, Newcastle United hingga Southampton. Penjualan paket ini dibundel bersamaan dengan Monday Night Football.

Monday Night Football. Juga milik Sky Sports, tepatnya ditayangkan melalui akses Sky Sports 1. Nilai jual acara yang diperkenalkan pertama kali oleh Richard Keys (sudah dipecat Sky) ada pada dua komentatornya, Gary Neville dan Jamie Redknapp.

Saturday. Suka tidak suka, sabung Sabtu sudah jadi trademark Liga Inggris sejak 1980-an. Hari Sabtu dipilih alasannya diyakini akan menghentikan orang untuk bepergian. Hak tabrak klasik di hari ini dibelah dua oleh Sky Sports dan BT dan terdiri dari enam langgar dalam seminggu. Sky mengambil kick-off awal pada pukul 12.30 waktu lokal, sedangkan BT menutup pada pukul 17.30 waktu setempat.

Weekdays. Kadang disebut juga midweek match. Laga di puncak hari kerja ini menjadi paket terkecil, hanya 6 kali. Program ini dimiliki oleh BT.

Bank Holidays. Hari libur nasional atau libur hari kerja di Indonesia tentu berbeda dengan di Inggris. Namun tidak demikian di mata Premier League. Tersedia delapan hari Bank Holiday sehingga sebanyak itu pula laga yang dibeli dan ditayangkan Sky Sports mulai musim 2016/17.

SEKILAS PREMIER LEAGUE 2016-2019


👉 Sky Sports mempunyai paket A, C, D, E, total 126 adu selama semusimnya

👉 BT Sport mendapat paket B dan F yang berisi 28 tabrak dengan kick-off 17.30 setiap Sabtu

👉 Kesepakatan £5,136 milyar untuk 1.440 sabung berarti setiap laganya bernilai £10,2 juta

👉 Demi mempertahankan pasarnya, Sky berani menutup per tabrak £11,05 juta

👉 Sementara BT Sport membayar £7,6 juta per-laganya

👉 Secara keseluruhan termin baru EPL untuk tiga isu terkini naik 70%

(foto: sportbible/totalsportek/umaxit/dailymail)

0 comments:

Post a Comment