Sunday, January 9, 2011

Than Shwe: Tambah Berkuasa Berkat Cucu

Gaung dan pengaruh fenomena Wikileaks ternyata tak melulu mengarah ke urusan politik, keamanan negara, atau dunia bawah tanah, namun juga merambah ke sepak bola segala! Saat situs kontroversial karya Julian Assange itu membongkar planning pembelian Manchester United oleh seorang tiran nomor dua terburuk di Asia, keempat di dunia, perasaan geger bin heran agaknya tak bisa disembunyikan.

 ternyata tak melulu mengarah ke urusan politik Than Shwe: Tambah Berkuasa Berkat CucuIni tentunya kabar menarik di dunia sepak bola. Satu dari 250.000-an transkrip diplomatik yang katanya bocor ke tangan Wikileaks, awal Desember silam, jadi bukti sahih sebab Than Shwe, orang nomor satu di Myanmar, pernah berniat membeli klub kedua terkaya di dunia itu pada Januari 2009. Karuan saja selain awak media massa dan politisi, banyak penggila United, tak peduli The Lovers atau The Haters, sontak buru-buru berselancar di jagat maya untuk mendalami kebenaran kisah tersebut.

Meski kurang memuaskan, mereka mendapati patokan harga yang diajukan beliau: 1 milyar dolar AS, atau hampir 10 trilyun rupiah! Artinya, tawaran itu akan menuai 56% saham mayoritas di Manchester United yang total asetnya sekitar 1,8 milyar dolar AS. Hmm, jadi berapa total kekayaan Than Shwe seluruhnya? Ini Myanmar lho, salah satu negara miskin yang paling dimusuhi Barat di bumi!

Menurut The Guardian, meski tak menyebut namanya, bahu-membahu hasrat liar itu muncul dari rengekan cucu kesayangan sang panglima besar yang terkenal maniak bola, Nay Shwe Thway Aung. "Sumber terpercaya kami di Myanmar bilang, hasrat itu eksklusif bikin galau pejabat dan para jenderal lainnya," ungkap koran Inggris ini. 

Pikir punya pikir, meski jantung mereka rada berdegup keras, beberapa jenderal alhasil berani juga berniat meredam inspirasi liar sembari bilang, "Pak, ini uang yang banyak dan mampu berdampak buruk bagi citra kita di luar. Bukankah lebih elok dipakai untuk membangun sepak bola kita sendiri?"

Detik-detik hidup dan mati pun usai alasannya Than Shwe mau menerima tawaran. Ah, leganya! Tapi, efeknya tetap getir. Gara-gara bocoran Wikileaks dari Kedubes AS di Yangoon lansiran 3 Mei 2008 itu, hujatan pada diktator yang dianggap paling bedebah se-Asia Tenggara di mata pemuja demokrasi itu berkobar lagi.

Meski telah membebaskan oposisan dan ketua partai NLD, Aung San Suu Kyi, pada 13 November 2010, usai 21 tahun dibui, kebencian orang pada jenderal yang diketahui takut istri itu tak pernah surut. San Suu Kyi - pemenang Nobel 1991 dan anak pendiri bangsa, Jenderal Aung San - seharusnya yang jadi pemimpin Myanmar semenjak menang pemilu di 1990.

Namun Than Shwe sukses membelokkan sejarah dunia. Walau nyebelin banget, garis tangan Than Shwe rupanya bagus. "Ia jadi begitu alasannya adalah tak mau mati terhina mirip Ne Win," papar Christina Fink, penulis buku Living Silence: Burma Under Military Rule. Rezim junta militer - pengendali Myanmar sejak 1962 - dituding bermata gelap alasannya adalah melepas tanggungjawab atas tewasnya 140 ribu jiwa korban angin kencang Nargis, yang waktunya berdekatan dengan niat membeli Manchester United.

Bukan itu saja. Mereka juga telah bikin berang seisi dunia lantaran menolak derma internasional. Barangkali, Than Shwe, laki-laki 77 tahun - besar hati disapa Abi Gyi (kakek), gemuk, suka makan sirih dan berkacamata - telah menelan bundar-lingkaran prinsip dasar kepemimpinan berbau sewenang-wenang, yang ironisnya menyitir ucapan Mahatma Gandhi: "Warisan sejarah yang Anda telah torehkan ditentukan oleh apa yang Anda buat sekarang."

Walau cacat memahami falsafah itu, namun pemilik pabrik bir Mandalay itu punya mata batin, intuisi, feeling tajam untuk memahami hasrat sosok yang paling dipercayanya, dikasihinya, sekaligus diharapkannya: Thway Aung. Itulah kenapa di tengah hujatan, cercaan, kutukan, dia justru nekat sensasi: mau mengendalikan klub Barat yang dipuja 90-an juta orang sejagat untuk diberikan kepada sang cucu tercinta. Meski dikenal Xenofobia kelas berat, anti-Barat tapi demi taktik besarnya ia mampu pro-Wayne Rooney.

Membuat kesal pihak Barat merupakan spesialisasi suksesor diktator Jenderal Ne Win semenjak 1992 ini. Demokrasi berarti pemerintahan sendiri atau bersama rakyat. Dalam demokrasi anda tak berhak menetapkan semuanya kecuali lewat konsensus. Konsensus? Cukuplah itu dengan bawahannya atau Thway Aung. Ketika dunia mengutuk, rakyat jadi frustrasi dan murka, ia tak panik karena ilham cucunya yakni penangkalnya. Than Shwe yaitu cerita klasik kehidupan kecintaan pria pada keturunannya.

Atau kisah bagaimana sepak bola selalu dan selalu jadi agen kekuasaan. Keduanya berisiko tinggi. Dia tahu cucunya kegilaan bola meskipun kuatir juga sebab kebanyakan begadang, nonton sampai subuh. Di sisi lain, Than Shwe juga mengakui magnet bola sama kuatnya dengan perintah tembak di daerah. Maka itu lupakanlah Manchester United, walau si diktator punya uang, sanggup, bahkan didukung semua jenderal dan rakyat.

Sebelum dibocor Wikileaks pun, AS dan eks penjajahnya, Inggris, sudah tahu soal konstelasi tadi dengan hasil tambah murka. Cuma itu. Tapi esensinya? Lewat kontra-publikasi, secara politis suami dari Kyaing Kyaing itu tetap pemenangnya. Toh, tiada yang mampu diubah atau berubah di negeri berpenduduk 50 juta jiwa itu selama kakek kelahiran Kyaukse, 2 Februari 1933 ini berkuasa.

Jago Kongkalikong

 ternyata tak melulu mengarah ke urusan politik Than Shwe: Tambah Berkuasa Berkat Cucu
"Rakyat dipaksa untuk memilih yang lebih penting dari yang tak penting. Than Shwe membalikkan kegelisahan dan kemarahan rakyat saat itu menjadi panggung keinginan penuh keinginan di masa depan," papar Avram Noam Chomsky, pakar filsafat yang juga profesor linguistik dan politik di Massachussets Institute Technology (MIT). Than Shwe faham kebutuhan dan kesukaan rakyatnya lahir-batin. Meski dikenal mentalist perang, beliau jarang berpropaganda.

Than Shwe lebih suka pamer wajah kasar bila hatinya risau atau berbinar jika bahagia, hal yang dipelajari dari Saddam Hussein, Kim Il-sung, dan Slobodan Milosevic. Kebetulan wajah ia juga menyeramkan. Kisah perihal simbiosis-mutualisma antara Than Shwe dan Nay Shwe Thway Aung di sepak bola lebih menarik lagi. Anak muda berusia 19 ini semenjak kecil sudah kesetanan bola. Apapun dilakoni si kakek demi cucunya ini.

Thway Aung alias Pho La Pyeit, adalah pemuja kelas wahid Manchester United, dan anehnya, jugaLiverpool. Saat beliau merayakan HUT ke-16, semua jenderal, pejabat dan keluarganya tiba ke hotel termewah di Yangon, Sedona, termasuk instruktur nasional asal Brasil, Marcos Antonio Falopa. Menurut harian The Irrawaddy, pesta itu diorganisir oleh Zaw Zaw, pebisnis peliharaan istana yang juga ketua umum PSSI-nya Myanmar!

Thway Aung pernah sekolah di Singapura, tapi karena takut jadi sasaran musuh, Than Shwe menyuruhnya pulang dan meneruskan di Universitas Teknologi Yangon. Tapi hal ini malah bikin repot pihak kampus. Than Shwe ingin cucunya itu sekelas dengan 17 mahasiswa jenius di ruangan khusus dengan keamanan superketat. Tapi dasar ajaib bola, Thway Aung lebih keseringan muncul di stadion dan di TV jadi komentator liga-liga Eropa.

Apalagi Zaw Zaw menimbulkan dia sebagai bos salah satu klub liga. Walhasil, berkat sosok Thway Aung, rakyat Myanmar sangat dimanjakan oleh tontonan sepak bola dunia. Oleh risikonya, dengan atau tanpa derma Wikileaks pun, dia percaya di negaranya sepak bola akan selalu jadi candu rakyat. Itulah kenapa lahir berita Manchester United, klub yang banyak digemari dan juga dipuja Thway Aung. Di Myanmar, sepak bola ialah politik itu sendiri.

Jangan dikira Than Shwe hanya bertangan besi jika ada yang berani mengais-ngais politik dalam negerinya. Zaw Thet Htwe, jurnalis top dan pendiri tabloid sepak bola First XI, kini lagi dibui di penjara Taungyi, 400 km dari Yangon, gara-gara pada 2007 beliau menulis tunjangan 4 juta dolar AS untuk sepak bola Myanmar yang tak terang rimbanya. Di Myanmar sepak bola adalah ilham politik dan bisnis. Urusan sesulit apapun cepat beres jikalau menyerempet bola.

Acapkali hal itu menguntungkan rakyat. Aliran listrik yang 8 tahun selalu byar-pet, sontak lancar ketika ada Piala Dunia. Padahal biasanya ribuan rumah, kantor, dan sekolah cuma dapat jatah listrik tiga-empat jam sehari tiap November-April. Selain saling bercokol di puncak piramida PSSI Myanmar (MFA), liga, dan klub-klub, para jenderal atau pebisnis plus kroni dan anak-anaknya juga menguasai hajat hidup lain sepak bola mirip PLTA, PLN, telekomunikasi, stasiun TV hingga operator internet.

Kong kalikong-nya begini. MEPE, PLN-nya Myanmar dikuasai Thway Aung, sedang Zaw Min Aye, putra Letjen Tin Aye - salah satu jenderal top - memegang hak siar World Cup 2010. Program World Cup hanya tayang di MRTV dan Myawaddy, dua stasiun yang sahamnya dikeroyok belum dewasa penguasa. Piala Dunia 2010 benar-benar pesta besar bagi pebisnis yang bersahabat dengan ring satu. Ada jelek, tentu ada baiknya. Begitu pun fenomena di Myanmar.

Meski lanjutan masalah Manchester United ternyata ada udang di balik bakwan, namun apa yang dititahkan Than Shwe barangkali lebih banyak positifnya bagi sepak bola. Caranya? Jenderal penderita diabetes itu 'menodong' pebisnis kelas kakap untuk membangun kembali kebanggaan nasional yang telah usang hilang. Mereka wajib membeli klub serta mengelolanya secara profesional untuk mencari sponsor, iklan, kostum dan gaji pemain plus fasilitas kendaraan beroda empat dan rumahnya.

Kerennya lagi, puluhan pebisnis top dipaksa membangun stadion masing-masing minimal senilai 1 juta dolar. Siapa berani menolak maka usahanya bakal susah. Titik! "Jika jenderal senior sudah menyatakan keinginannya, mengeluh saja kami tak boleh," aku seorang eksekutif perusahaan yang kena todong. Liga sepak bola versi gres diluncurkan 16 Mei 2009.

Reformasi melanda banyak hal mulai nama, logo liga, jumlah klub, pemain abnormal, sampai izin bergabungnya sebuah klub Thailand. Myanmar Premier League (MPL) sekarang diganti menjadi Myanmar National League (MNL). Kanbawza, urutan ketiga MNL isu terkini kemudian, punya lima pemain Afrika. Sementara Delta United, runner up liga, merekrut pemain-pemain Argentina.

Lewat pemahaman yang paling sederhana di sepak bola saja, tapi dengan langkah kongkrit, bisa bikin seorang leader antagonis semacam Than Shwe meraih hasil konkret secara bisnis dan politis. Seperti penguasa yang sukses merajutnya, beliau juga punya modal dulu, maniak bola sungguhan! Tanpa itu percuma. Jika sudah nonton bola di depan TV, bila matanya belum sampai lamuran ia tak berhenti.

Than Shwe pernah benci bola gara-gara melihat timnas Myanmar keok, yang berujung pelarangan seluruh tayangan bola di TV. Lalu beliau banting stir jadi fans-nya Song Hye-kyo, bintang telenovela Korea yang semlohey itu. Tapi sejak 2006, dikala secara mengejutkan Myanmar jadi juara Turnamen Merdeka setelah di final menang 2-1 atas Indonesia, adrenalin bola-nya menggelegak lagi, dan sekarang kian sulit dia kendalikan.

(foto: alchetron)

0 comments:

Post a Comment